Niat menempati posisi penting dalam ibadah, termasuk puasa. Niat pada puasa (wajib) disebutkan secara khusus dalam hadits Rasulullah SAW. Niat ini kemudian bagi mazhab syafi’i sangat menentukan ibadah puasa seseorang.
مَنْ لَمْ يُبَيِّتِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَجْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ
Artinya, “Siapa saja yang tidak memalamkan (niat) puasa sebelum fajar, maka tak ada puasa baginya,” (HR Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa’i, At-Tirmidzi, dan Ibnu Majah).
Ulama mazhab Syafi’i menyatakan bahwa niat adalah salah satu rukun puasa. Dengan demikian, ibadah puasa yang dilakukan tanpa niat tidak sah. Ulama mazhab Syafi’i tidak mensyaratkan pelafalan niat (seperti pelafalan nawaytu shauma ghadin) atas keabsahan puasa, tetapi niat itu sendiri (di dalam hati).
فصل لا يصح الصوم إلا بالنية ومحلها القلب ولا يشترط النطق بلا خلاف وتجب النية لكل يوم
Artinya, “(Pasal) puasa tidak sah tanpa niat. Tempat niat terletak di hati. Pelafalan niat tidak disyaratkan (pada keabsahan puasa). Niat wajib dilakukan setiap hari (malam),” (Lihat Imam An-Nawawi, Raudhatut Thalibin wa Umdatul Muftin, [Beirut, Darul Fikr: 2005 M/1425-1426 H], juz II, halaman 238).
Ulama mengharuskan niat puasa secara mutlak. Dengan demikian, orang yang berpuasa Ramadhan tanpa niat harus mengqadha puasanya sebagaimana keterangan Al-Imam An-Nawawi berikut ini:
فرع في أحكام الفطر كل من ترك النية الواجبة عمدا أو سهوا فعليه القضاء
Artinya, “Cabang (masalah) mengenai hukum berbuka puasa. Setiap orang yang meninggalkan niat (puasa) wajib secara sengaja atau lupa, maka ia wajib mengqadhanya,” (Lihat Imam An-Nawawi, 2005 M/1425-1426 H: II/255).
Khusus untuk puasa wajib, seperti puasa Ramadhan, puasa (wajib yang di)-qadha, atau puasa nazar, ulama mengharuskan niat puasa secara mutlak pada malam hari. Orang yang tidak berniat puasa pada malam hari baik karena lupa maupun sengaja harus mengqadha puasa tersebut.
إذا نسى نية الصوم في رمضان حتى طلع الفجر لم يصح صومه بلا خلاف عندنا لان شرط النية الليل ويلزمه امساك النهار ويجب قضاؤه لانه لم يصمه
Artinya, “Jika seseorang lupa berniat puasa Ramadhan (pada malam hari) hingga terbit fajar (waktu subuh), maka puasanya tidak sah tanpa ikhtilaf ulama menurut kami (mazhab syafi’i) karena niat disyaratkan pada malam hari. Ia juga wajib menahan diri pada siang hari (sebagaimana laku orang berpuasa). Ia juga wajib mengqadhanya karena ia tidak berpuasa pada hari tersebut,” (Lihat Imam An-Nawawi, Al-Majmu’ Syarhul Muhadzdzab, [Kairo, Al-Maktabah At-Taufiqiyyah: 2010 M], juz VI, halaman 258).
Selain wajib mengqadha puasa Ramadhan tersebut, seseorang yang lupa berniat puasa wajib di malam hari juga berkewajiban untuk berperilaku sebagaimana orang puasa pada umumnya, yaitu menahan diri dari makan, minum, hubungan badan, dan berakhlak terpuji menjaga diri dari ucapan dan tindakan tercela yang lazimnya merusak kualitas puasa. Wallahu a‘lam. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar