Kamis, 01 April 2021

(Ngaji of the Day) Ayat Periode Makkah dan Madinah dalam Kajian Ilmu Al-Qur’an (1)

Bila membaca kitab-kitab tafsir, kita akan menjumpai istilah Makiyyah dan Madaniyyah di dalamnya. Semisal Tafsir Al-Jalalain menyebutkan, berkaitan Surat Yasin ada tiga pendapat yaitu (1) semuanya termasuk kategori Makiyyah; (2) semuanya termasuk Makiyyah kecuali ayat 47; atau (3) semuanya Madaniyyah.

 

Pertanyaannya, apakah maksud istilah Makiyyah-Madaniyyah, artinya kategorisasi surat Al-Qur’an yang turun di kota Makkah dan Madinah atau dilihat dari aspek tempat turunnya, seperti yang kita pahami selama ini? bagaimana sebenarnya menurut perspektif ulama ahli Al-Qur’an?

 

Berkaitan hal ini ulama mempunyai tiga sudut pandang. Pendapat pertama, surat Makkiyyah artinya adalah surat yang diturunkan di Kota Makkah dan sekitarnya (dhawahiha) seperti Mina, Arafah dan Hudaibiyah, meskipun waktu turunnya setelah peristiwa Hijrah Nabi Muhammad SAW ke Kota Madinah. Demikian surat Madaniyyah adalah surat yang turun di kota Madinah dan sekitarnya, seperti kawasan Badar dan Uhud.

 

Namun begitu, pendapat pertama ini tidak dapat mengakomodir ayat-ayat dalam surat Al-Qur’an yang tidak turun di Makkah, Madinah atau sekitarnya seperti Surat At-Taubah ayat 42 yang turun di Tabuk.

 

لَوْ كَانَ عَرَضًا قَرِيبًا وَسَفَرًا قَاصِدًا لَاتَّبَعُوكَ وَلَكِنْ بَعُدَتْ عَلَيْهِمُ الشُّقَّةُ وَسَيَحْلِفُونَ بِاللهِ لَوِ اسْتَطَعْنَا لَخَرَجْنَا مَعَكُمْ يُهْلِكُونَ أَنْفُسَهُمْ وَاللهُ يَعْلَمُ إِنَّهُمْ لَكَاذِبُونَ

 

Artinya, “Kalau yang kamu serukan kepada mereka itu keuntungan yang mudah diperoleh dan perjalanan yang tidak seberapa jauh, pastilah mereka mengikutimu, tetapi tempat yang dituju itu amat jauh terasa oleh mereka. Mereka akan bersumpah dengan (nama) Allah: ‘Jika kami sanggup tentulah kami berangkat bersamamu’. Mereka membinasakan diri mereka sendiri dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya mereka benar-benar orang-orang yang berdusta.” (Surat At-Taubah ayat 42).

 

Demikian pula Surat Az-Zukhruf ayat 45 yang turun di Baitul Maqdis Palestina pada malam Isra Mi’raj.

 

وَاسْأَلْ مَنْ أَرْسَلْنَا مِنْ قَبْلِكَ مِنْ رُسُلِنَا أَجَعَلْنَا مِنْ دُونِ الرَّحْمَنِ آلِهَةً يُعْبَدُونَ

 

Artinya, “Tanyakanlah kepada rasul-rasul Kami yang telah Kami utus sebelum kamu: ‘Adakah Kami menentukan tuhan-tuhan untuk disembah selain Allah Yang Maha Pemurah?’”. (Surat Az-Zukhruf ayat 45).

 

Kedua ayat tersebut tidak turun di Makkah, Madinah, maupun tempat tempat sekitarnya. Oleh karena itu, pendapat pertama ini dianggap peroblematik (ghairu dhabit wa la hashir) dan tidak dapat mencakup semua ayat Al-Qur’an. (Muhammad Abdul ‘Azhim Az-Zarqani, Manahilul ‘Irfan fi ‘Ulumil Qur’an, [Kairo, Isa Al-Babi Al-Halabi wa Syirkah: tth], juz I, halaman 93).

 

Pendapat kedua, surat Makkiyyah adalah surat yang ditujukan kepada penduduk Kota Makkah. Sedangkan Surat Madaniyyah adalah surat yang ditujukan kepada penduduk Kota Madinah.

 

Merujuk pendapat ini maka terdapat ulama yang menyatakan bahwa ayat Al-Qur’an yang dimulai dengan redaksi: “Yā ayyuhan nās” adalah ayat Makiyyah. Sedangkan ayat yang dimulai dengan redaksi: “Yā ayuhal ladzīna āmanū” adalah ayat Madaniyyah. Kategori ini dibuat karena kekafiran merupakan kondisi dominan penduduk Makkah saat itu sehingga ayat Al-Qur’an yang turun di sana menggunakan redaksi “Yā ayyuhan nās”, meskipun ada orang-orang beriman yang tinggal di sana.

 

Demikian pula sebaliknya, keimanan merupakan kondisi yang mendominasi penduduk Madinah saat itu sehingga ayat Al-Qur’an yang turun di sana menggunakan redaksi “Yā ayuhal ladzīna āmanū”, meskipun ada orang-orang kafir yang tinggal di sana.

 

Dalam konteks ini ada ulama yang menyatakan bahwa redaksi: “Yā banī Adam” disamakan dengan redaksi: “Yā ayyuhan nās” sehingga termasuk kategori Makkiyah. Dalam konteks ini pakar hadits asal Herat, Afganistan sekarang, Abu Ubaid Al-Qasim bin Salam Al-Harawi (157-224 H/774-838 M) dalam Fadha’ilul Qur’an meriwayatkan pendapat Maimun bin Mahran:

 

حَدَّثَنَا عَلِيُّ بْنُ مَعْبَدٍ عَنْ أَبِي الْمَلِيحِ عَنْ مَيْمُونَ بْنِ مَهْرَانَ، قَالَ: مَا كَانَ فِي الْقُرْآنِ يَا أَيُّهَا النَّاسُ أَوْ يَا بَنِي آدَمَ فَإِنَّهُ مَكِّيٌّ، وَمَا كَاَن يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا فَإِنَّهُ مَدَنِيٌّ

 

Artinya, “Ali bin Ma’bad menceritakan kepadaku, dari Abu al-Malih, dari Maimun bin Mahran (tabi’in asal kota Kufah [37-117 H/657-735 M], ia berkata: ‘Ayat yang ada dalam Al-Qur’an dengan menggunakan redaksi ‘Yaa ayyuhannaas’ atau ‘Yaa banii aadama’ adalah ayat Makkiyah; dan ayat yang menggunakan redaksi ‘Yaa ayyuhalladziina aamanuu’ adalah ayat Madaniyyah.” (Az-Zarqani: I/93) dan (Abu Ubaid Al-Qasim Al-Harawi: II/231).

 

Bahasan selanjutnya akan diteruskan pada tulisan bagian kedua. Insya Allah. []

 

Ustadz Ahmad Muntaha AM, Founder Aswaja Muda.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar