Senin, 05 April 2021

Nasaruddin Umar: Etika Politik dalam Al-Qur'an (32) Berkesetaraan Jender (1)

Etika Politik dalam Al-Qur'an (32)

Berkesetaraan Jender (1)

Oleh: Nasaruddin Umar

 

Akumulasi ayat-ayat jender dalam Al-Qur'an bermuara kepada keadilan dan kesetaraan jender. Namun tantangan dihadapi Al-Qur'an ialah masyarakat Arab tempat pertamakali turunnya Al-Qur'an amat bias jender. Bentuk-bentuk bias jender itu antara lain: Asumsi yang berkembang di dalam masyarakat saat itu perempuan (Hawa) diciptakan untuk melengkapi hasrat Adam di syurga, perempuan dicitrakan sebagai penggoda dan penyebab utama jatuhnya manusia dari syuga ke bumi. Struktur bahasa Arab sangat dipengaruhi oleh budaya Arab yang bias jender kemudian digunakan Al-Qur'an sebagai Kitab Suci agama Islam ikut terpengaruh di dalamnya. Misalnya, Al-Qur'an didominasi dengan bentuk atau shighat muzakkar dalam menyampaikan pesan-pesannya, lebih banyak menempatkan laki-laki sebagai orang kedua (mukhatab), dan jarang sekali perempuan menjadi orang kedua (mukhatabah), kata ganti (dlamir) Allah, Tuhan, dan malaikat menggunakan kata ganti maskulin (dlamir muzakkar), tidak pernah digunakan kata ganti feminin (dlamir muannats).

 

Di samping itu, banyak sekali nama laki-laki muncul secara eksplisit di dalam Al-Qur'an, seperti nama-nama para nabi dan rasul dan sejumlah nama lain, sementara perempuan hanya satu orang, yaitu Maryam, perempuan memilki kelemahan akal (nuqshan al-'aql), sementara laki-laki akal lebih unggul, perempuan mempunyai keterbatasan di dalam agama (nuqshan al-din), sementara laki-laki lebih unggul, perempuan lebih banyak mengisi neraka dibanding laki-laki, Aurat perempuan seluruh anggota badan kecuali muka dan kedua telapak tangan, dan sebagian mufassir menambahkan termasuk suara, sedangkan aurat laki-laki hanya di antara pusat dan lutut, dan suara laki-laki bukan aurat, kencing bayi laki-laki hanya masuk kategori najis ringan (mukhaffafah), pembersihannya cukup dengan memercikkan air sudah dianggap bersih, sementara kencing bayi perempuan masuk kategori najis menengah (mutawassithah), cara pembersihannya mesti dicuci dengan baik baru dianggap bersih, laki-laki dibenarkan menjahar atau mengeraskan suara pada waktu shalat tertentu, sedangkan perempuan tidak dibenarkan, laki-laki diberikan kesempatan menegur imam yang keliru dengan membaca kalimat "subhanallah" dengan keras, sementara perempuan hanya dibenarkan menepuk paha sebagai isyarat, Laki-laki melakukan I'tikaf di mesjid, sementara perempuan lebih utama di rumah, shaf laki-laki paling utama di barisan terdepan, sedangkan perempuan di barisan paling belakang, laki-laki boleh menjadi imam, sementara perempuan tidak dibenarkan, laki-laki boleh menjadi khatib jum'at, idul Fitr, dan idul Adha; sementara perempuan tidak dibenarkan, hanya laki-laki yang dikenal sebagai nabi dan rasul, bukan perempuan.


Kaum laki-laki juga selalu menjadi khalifah dan pemimpin politik, sementara perempuan tidak ada khalifah dan menjadi pepmimpin publik masih diperdebatkan, laki-laki bebas mengamalkan seluruh ajaran agama secara lengkap dan utuh, sementara perempuan tidak dibenarkan melakukan serangkaian ibadah ketika dalam keadaan haidl dan nifas, seperti shalat, puasa, I'tikaf, masuk mesjid, dan menyentuh mushhaf Al-Qur'an, laki-laki boleh berpoligami sampai empat, sementara perempuan tidak boleh, anak zina adalah anak ibunya, bukan anak bapaknnyat, tubuh laki-laki lebih kuat di banding tubuh perempuan, laki-laki diaqiqah dengan 2 ekor kambing, sementara perempuan cukup seekor kambing, porsi kewarisan anak laki-laki satu berbanding dua dengan porsi kewarisan anak perempuan, persaksian dua laki-laki setara dengan empat persaksian perempuan, porsi kewarisan ayah atau suami mendapatkan 1/6 sedangkan perempuan atau isteri hanya mendapatkan 1/8 jika keduanya mempunyai anak, cucu perempuan terhalang (mahjub) untuk mendapatkan warisan kalau ayahnya meninggal duluan, sementara cucu laki-laki tidak demikian, kematian ayah menyebabkan yatimnya seorang anak kecil di bawah umur, sementara kematian ibu tidak demikian, laki-laki bebas kawin tanpa wali, sedangkan perempuan (gadis) mesti mempunyai wali, hak talak suami lebih gampang dan lebih menentukan, sedangkan perempuan lebih sulit dan terkadang tidak menentukan, laki-laki bebas bepergian (musafir) tanpa muhrim, sedangkan perempuan mesti dengan muhrim, laki-laki memiliki hak seksual lebih besar daripada perempuan, menuntut ilmu wajib bagi laki-laki tidak untuk perempuan, denda seorang laki-laki terbunuh 100 ekor unta, sementara seorang perempuan terbunuh hanya 50 ekor unta, jihad utama laki-laki di medan perang, sementara jihad utama perempuan menunaikan haji. []

 

DETIK, 23 Oktober 2020

Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar