Rabu, 04 November 2020

Ma’ruf Amin: Refleksi Maulid Nabi di Tengah Pandemi

Refleksi Maulid Nabi di Tengah Pandemi

Oleh: Ma’ruf Amin

 

MAULID Nabi tahun ini diperingati di tengah pandemi. Menyikapi wabah mematikan, seperti pandemi Covid-19 ini, yang dalam literatur klasik disebut tha’un, Nabi Muhammad SAW mengajarkan untuk juga memandangnya secara positif. Selain sebagai pintu kesyahidan (at-tha’un syahadatun likulli muslimin) bagi yang wafat, juga sebagai rahmat dari Tuhan (inna hadza rahmatu rabbikum). Begitulah uraian Ibnu Hajar Al-Asqalani dalam kitabnya, Badzl al-Ma’un fi Fadhli al-Tha’un.

 

Berkaca pada ajaran Nabi, dari wabah ini, kita bisa banyak melakukan muhasabah dan refleksi. Selain dikondisikan makin sadar, betapa lemahnya manusia di hadapan Allah, kita juga didorong untuk banyak berubah. Menjadi lebih baik. Lebih disiplin pada protokol kesehatan. Lebih menjaga kebersihan, memperkuat imunitas, saling peduli dan membantu. Makin kreatif dan inovatif memecahkan tantangan. Kian adaptif pada kemajuan. Termasuk perkembangan teknologi digital. Makin memperkukuh kemandirian. Dan banyak lagi.

 

Dari ajaran Nabi, kita yakin Covid-19 merupakan ujian dan cobaan dari Allah agar kekuatan sabar dan ketegaran kita makin kukuh. Kita yakin, sebagai cobaan, Covid-19 akan berlalu. Kepada kita diajarkan, fa inna ma’al usri yusran, inna ma’al usri yusra, bahwa bersama kesulitan akan ada kemudahan, dan bersama kesulitan ada kemudahan.

 

Ulama menjelaskan, dalam ayat ini, kesulitan yang dihadapi, al usri, itu satu, karena menggunakan al, kata benda spesifik (isim ma’rifat). Tetapi, kata yusran (kemudahan), tanpa awalan al, berarti kata umum (isim nakirah), sehingga kemudahan itu tidak satu. Bersama satu kesulitan, akan ada dua kemudahan: yusran fid dunya, kemudahan di dunia, wa yusran fil akhirah, dan kemudahan di akhirat.

 

Di tengah pandemi, masyarakat kita mendapat momentum penting membangun kemandirian. Produksi dan konsumsi produk-produk dalam negeri meningkat. Transformasi masyarakat digital terakselerasi, di berbagai bidang, baik ekonomi, sosial, maupun pendidikan. Kebijakan pemerintah memperkuat dukungan UMKM juga mendapat momentum tepat. Pendataan UMKM makin akurat dan meluas sehingga mempermudah fasilitasi akses permodalan. Ini membuat prospek UMKM pascapandemi makin baik.

 

Salah satu hikmah pandemi, kita dipaksa berubah ke arah yang lebih baik. Nabi mengajarkan kepada kita untuk berubah, min al-dhulumaat ila al-nur, dari gelap menuju cahaya. Saya sering menyebut, al-ishlah ila ma huwal ahlah, tsummal ashlah, fal ashlah. Perbaikan ke kondisi lebih baik, lebih baik, dan lebih baik lagi. Continuous improvement. Itulah di antara titik temu pelajaran di balik pandemi dan ajaran Nabi, yang kelahirannya kini kita peringati.

 

Teladan Perubahan

 

Nabi Muhammad SAW adalah teladan perubahan. Bukan hanya pesan lisan beliau, agar hari ini lebih baik dari kemarin, dan esok lebih baik dari hari ini. Tapi, perjalanan historis beliau membuktikan perubahan peradaban menuju kegemilangan. Nabi adalah Rijalul Ishlah, tokoh perubahan menjadi lebih baik. Dalam tempo hanya 23 tahun, Nabi memimpin perubahan fundamental. Dari masyarakat jahiliah menuju khaira ummah. Umat terbaik. Negeri impian.

 

Setidaknya, ada lima hal yang penting diperhatikan dari perjalanan Nabi Muhammad sebagai teladan perubahan. Pertama, perbaikan akhlak dan mental. Ini merupakan prioritas karena sebagai fondasi khaira ummah. ”Sesungguhnya aku diutus untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak,” sabda Nabi. Sebelum diangkat sebagai Nabi, pemuda Muhammad sudah dikenal sebagai figur berkarakter mulia sehingga mendapat gelar Al-Amin.

 

Nabi intensif mendidik para sahabat generasi awal masuk Islam, di Bait al-Arqam, Makkah. Merekalah yang kelak menjadi garda depan penerus Nabi. Sebelum Nabi hijrah ke Madinah, sahabat dari kota yang awalnya bernama Yatsrib itu juga dikader Nabi ketika mereka tengah berniaga ke Makkah. Nabi juga mengutus sahabat terkemuka Mus’ab bin ’Umair untuk mengajarkan akhlak, mental, serta akidah yang kuat kepada penduduk Yatsrib.

 

Kedua, mempersatukan suku-suku yang bermusuhan. Di awal masa kenabian, masyarakat Arab terfragmentasi dalam beberapa kabilah. Masing-masing diselimuti fanatisme golongan yang kuat. Supremasi suku diukur dari dominasi kekuatan tempurnya, disusul supremasi ekonomi. Antarsuku berebut pengaruh dan saling menundukkan. Jika kekuatan berimbang, permusuhan antarsuku bisa berlangsung lama.

 

Rasulullah mengajarkan, perbedaan tidak seharusnya menjadi pemicu konflik, tapi harus diolah sebagai perekat kerja sama. Rasulullah berperan penting dalam mendamaikan suku Aus dan Khazraj di Madinah, yang sudah lama menjadi musuh bebuyutan. Lambat laun, persatuan antarsuku makin kuat, seiring makin kuatnya ajaran Islam dipeluk penduduk Madinah. Bukan hanya persatuan antarsuku sesama muslim, Nabi juga menggerakkan persatuan antarsuku yang berbeda agama, melalui Piagam Madinah.

 

Ketiga, mempersaudarakan Muhajirin dan Anshar. Nabi berhasil mempersaudarakan kaum Muhajirin yang hijrah dari Makkah ke Madinah dengan kaum Anshar, tuan rumah di Madinah. Kebutuhan kaum Muhajirin dipenuhi para sahabat Anshar. Sinergi dua kaum ini menjadi faktor penting terwujudnya gelombang perubahan yang digelorakan Nabi Muhammad.

 

Keempat, penegakan keadilan hukum. Semua mempunyai kedudukan yang sama di depan hukum. ”Sesungguhnya yang merusak/membinasakan orang-orang sebelum kalian adalah perilaku (pemimpinnya) yang apabila seorang bangsawan melakukan pencurian, maka mereka membiarkannya. Dan apabila yang melakukan pencurian adalah orang yang lemah, maka mereka tegakkan hukuman baginya. Demi Allah, seandainya Fatimah binti Muhammad mencuri, niscaya akan aku tegakkan hukum padanya, yakni aku potong tangannya,” kata Nabi dalam hadis riwayat Bukhari. Penegakan keadilan hukum merupakan pilar utama masyarakat yang unggul.

 

Kelima, merombak sistem ekonomi berbasis riba. Nabi juga meletakkan dasar sistem ekonomi yang berkeadilan dan berakhlak. Sejak muda Nabi Muhammad sudah dikenal sebagai pelaku bisnis yang andal dan tepercaya. Aktivitas ekonomi tidak semata bernafsu menumpuk pendapatan, tapi juga diimbangi dengan pemerataan. Optimalisasi kepemilikan aset diperbolehkan, selama tetap menjaga keseimbangan, agar kekayaan tidak dimonopoli pihak tertentu. ”Supaya harta itu jangan beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu.” (QS Al-Hasyr: 7).

 

Nabi sangat memperhatikan keadilan ekonomi ini sebagai pilar perubahan masyarakat. Kesenjangan ekonomi yang tinggi dapat menjadi bom waktu kerusuhan sosial, yang bisa menghancurkan sebuah negeri. Lima pilar langkah Nabi menggerakkan perubahan ini patut kita teladani untuk move on di tengah pandemi ini, terus berinovasi dan kreatif, menuju recovery ke arah kebaikan berkelanjutan pascapandemi.

 

Itulah spirit keteladanan Nabi yang relevan terus kita gelorakan sebagai inspirasi gerakan nasional menuju Indonesia Maju, meski kita masih digembleng dengan pandemi. Indonesia yang terus berubah menjadi lebih baik. Menuju cita-cita nasional. Sesuai amanat konstitusi.

 

Paradigma ishlah ini perlu dipedomani secara berkelanjutan. Di antara kunci perubahan itu adalah perbaikan SDM. Kita perlu SDM unggulan. SDM yang cerdas, sehat, produktif, kompetitif, dan berakhlak karimah. Itu pula komitmen Kabinet Indonesia Maju dalam menjalankan amanat rakyat. []

 

JAWA POS, 29 Oktober 2020

KH. Ma’ruf Amin | Wakil Presiden RI

Tidak ada komentar:

Posting Komentar