Penjelasan tentang Makhluk Jin
Tentang makhluk bernama Jin, Quraish Shihab dalam Jin dalam Al-Qur’an (2013) menjelaskan bahwa jin secara harfiah bermakna sesuatu yang tersembunyi. Makna tersebut menunjukkan bahwa jin merupakan makhluk halus. Sifat halusnya jin bisa menyerupai manusia secara fisik, namun manusia sendiri tidak bisa melihat jin secara kasat mata kecuali orang tersebut mempunyai kemuliaan dan keistimewaan (karomah).
Salah satu dasar pokok keimanan seorang Muslim ialah percaya pada hal-hal
ghaib. Sesuatu yang ghaib ini merujuk pada sesuatu yang tidak terjangkau oleh
pancaindera, baik disebabkan oleh kurangnya kemampuan maupun oleh sebab-sebab
lainnya.
Banyak hal ghaib bagi manusia serta beragam pula tingkat keghaibannya. Pertama,
ada ghaib mutlak yang tidak dapat terungkap sama sekali karena hanya Allah yang
mengetahuinya, contoh kematian. Kedua, ghaib relatif, sesuatu yang tidak
diketahui seseorang tetapi bisa diketahui oleh orang lain, contoh ilmu
pengetahuan, makhluk halus, dan lain-lain. (Quraish Shihab, 2013)
Istilah jinn dalam Al-Qur’an berarti yang tersembunyi dan tertutup. Quraish
Shihab mengungkapkan sejumlah akar kata yang sama, di antaranya majnun (manusia
yang tertutup akalnya), janin (bayi yang masih dalam kandungan, karena
ketertutupannya oleh perut ibu), al-junnah (perisai, karena ia menutupi
seseorang dari gangguan), junnah (orang munafik menjadikan sumpah untuk
menutupi kesalahan dan menghindar dari kecaman dan sanksi), janan (kalbu
manusia, karena ia dan isi hati tertutup dari pandangan serta pengetahuan).
Di lihat dari perspektif linguistik atau kebahasaan, bisa dipahami bahwa jin
merupakan makhluk halus yang tersembunyi, karena tertutup. Tersembunyi dan
tertutup ini bukan berarti sama sekali tidak terlihat karena ghaibnya relatif,
sebagian orang bisa melihat jin karena keistimewaan yang dimilikinya, biasanya
manusia yang dekat dengan Allah karena akhlak dan ilmunya.
Soal kontroversi ada atau tidak adanya jin, Quraish Shihab mengungkapkan
pendapat Ibnu Sina (980-1037 M) dalam risalahnya menyangkut Definisi Berbagai
Hal, menyebutkan bahwa jin adalah binatang yang bersifat hawa yang dapat
mewujud dalam berbagai bentuk.
Pendapat Ibnu Sina tersebut diterjemahkan oleh Fakhruddin Ar-Razi bahwa
definisi yang dikemukakan oleh Ibnu Sina hanyalah penjelasan tentang arti kata
jinn. Sedangkan jin itu sendiri tidak memiliki eksistensi di dunia nyata. Para
filsuf penganut pendapat di atas berdalih bahwa jika jin memang ada wujudnya,
ia tentu mengambil bentuk makhluk halus atau kasar.
Quraish Shihab mencatat, ketika seseorang menyatakan bahwa jin adalah makhluk
halus, maka kehalusan yang dimaksud tidak harus dipahami dalam arti hakikatnya
demikian, tetapi penamaan itu ditinjau dari segi ketidakmampuan manusia untuk
melihatnya. Jika demikian, bisa jadi jin merupakan makhluk kasar. Tetapi karena
keterbatasan mata manusia, maka ia tidak terlihat, jadi bahasa manusia
menamakannya sebagai makhluk halus.
Pandangan kedua ialah, pakar-pakar Islam yang justru sangat rasional tidak
mengingkari bahwa ayat-ayat Al-Qur’an berbicara tentang jin, tetapi mereka
memahaminya tidak dalam pengertian hakiki. Paling tidak, ada tiga pendapat yang
menonjol dari kalangan ini menyangkut hakikat jin.
Pertama, memahami jin sebagai potensi negatif manusia. Karena menurut pandangan
ini yang membawa manusia pada hal-hal positif ialah malaikat, sedangkan jin dan
setan sebaliknya. Pandangan ini juga menilai bahwa jin tidak memiliki wujud.
Kedua, memahami jin sebagai virus dan kuman-kuman penyakit. Namun pandangan ini
mengakui eksistensi jin. Ketiga, memahami jin sebagai jenis makhluk manusia
liar yang belum berperadaban.
Dari ketiga pandangan tersebut, sekilas bisa dipahami bahwa jin merupakan
makhluk yang mewujud pada sesuatu. Namun, keberadaan jin sendiri diterangkan
dalam Al-Qur’an bahwa, “Aku (Allah) tidak menciptakan jin dan manusia melainkan
agar mereka beribadah kepada-Ku.” (QS. Adz Dzariyat [51]: 56)
Karena diciptakan, tentu wujudnya ada. Perbedaannya ialah, manusia diciptakan
dari unsur tanah, sedangkan jin diciptakan dari api. Menurut Quraish Shihab,
iblis dalam Al-Qur’an diterangkan dari jenis jin. Namun demikian, iblis maupun
setan mempunyai karakteristik tersendiri sehingga tidak semua makhluk jin
adalah iblis atau setan. []
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar