Senin, 31 Agustus 2020

Nasaruddin Umar: Jejak dan Derap Peradaban Islam: Kimiya al-Sa'adah

Jejak dan Derap Peradaban Islam

Kimiya al-Sa'adah

Oleh: Nasaruddin Umar

 

Antara sufi-ilmuan dan filsuf-ilmuan ternyata bukan hanya dibedakan oleh pandangan kosmologis tetapi juga berbeda dalam pandangan dunia (world views). Sufi-ilmuan seperti Jabir Ibn hayyan menganalogikan martabat wujud material dan wujud non material. Logam biasa (yang bercampur dengan unsur lain) berbeda dengan logam mulia. Logam mulia (emas) kualitasnya istimewa, tidak berkarat, warnanya terarang dan hidup, harganya lebih mahal, dan dapat memberikan kepuasan kepada banyak orang jika sudah dibentuk menjadi perhiasan. Analoginya terhadap wujud non material, seperti jiwa misalnya, jiwa yang biasa masih terkontaminasi dengan berbagai kotoran, tetapi setelah dilakukan penempahan, pembersihan, dan penyucian maka jadilah jiwa yang suci-bersih, jiwa yang memberikan pencerahan terhadap pemiliknya dan orang-orang lain yang diajak berinteraksi. Amat jauh bedanya antara jiwa yang kotor dengan jiwa yang bersih, seperti jauhnya perbedaan antara logam biasa dengan logam murni (emas), dan antara batu dengan permata. Di sinilah peran Kimia secara holistic: Mengubah suatu substansi ke substansi lain yang lebih mulia.

 

Imam Al-gazali yang bernama lengkap Muhammad bin Muhammad bin Muhammad bin Ahmad Ath Thusi, Abu Hamid Al Ghazali lahir pada tahun 450H/1058M di Thus, Khurasan, Iran. Ia seorang ulama, ahli fikir, ahli filsafat Islam yang terkemuka yang banyak memberi sumbangan bagi perkembangan kemajuan manusia. Beliau pernah memegang jawatan sebagai Naib Kanselor di Madrasah Nizhamiyah, pusat pengajian tinggi di Baghdad. Imam Al-Ghazali meninggal dunia pada tahun 505H/ 1111M. Imam Al-Gazali Ia menulis banyak buku, yang paling popular kitab Ihya' 'Ulum al-Din, 4 jilid dan salahsatu di antaranya ialah Kimiya al-Sa'adah. Buku terakhir ini merupakan pengembangan konsep Alkimia Jabir ibn Hayyan menjadi lebih mendalam. Buku ini diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia ke dalam beberapa versi. Satu versi menerjemahkannya dengan "Kimia Kebahagiaan" dan yang lainnya menerjemahkan "Kimia Hati" dan "Kimia Rohani". Buku ini tipis tetapi memberikan inspirasi bagi setiap orang untuk melakukan transformasi spiritual. Inti buku ini ialah bagaimana mengubah jiwa yang rendah, gelap, dan buruk menjadi jiwa yang bersih, suci, dan agung.


Al-Gazali menulis buku Kimiya al-Sa'adah kelihatannya diinspirasi oleh karya-karya Jabir ibn Hayyan yang dikenal sebagai bapak Alkimia dan Kimia. Menurut pandangan Imam Al-Gazali, kalau dalam ilmu kimia memerlukan peroses tertentu untuk mengubah suatu substansi yang rendah menjadi substansi lebih mulia (emas) dan mungkin membutuhkan laboratorium khusus untuk itu, maka demikian pula halnya jiwa, memerlukan menempaan berupa zuhud, mujahadah, dan riyadhah.


Zuhud diartikan sebagai upaya untuk memiliki diri sendiri sehingga tidak gampang didekte oleh dtarik dunia, seperti harta, tahta, status, dan nafsu kebinatangan. Orang yang menjalani praktek zuhud (zahid) tidak mesti harus menjauhi dunia apalagi membencinya. Akan tetapi faktor dunia bukan lagi menjadi referensi utama di dalam menentukan langkah di dalam menjalani kehidupan. Ia begitu tulus, ikhlas, pasrah (tawakkal), sabar, dan istiqamah menempuh kehidupan. Mujahadah ialah melakukan kesungguhan hati, pikiran, dan badan di dalam upaya mendekatkan diri sedekat-dekatnya kepada Allah Swt. Ia seperti tidak kenal lelah dan jenuh mencari dan terus mencari jalan kedekatan itu, dan mungkin pada saatnya menjumpai apa yang ia cari. Riyadhah ialah menjalani upaya rutinitas spiritual dengan penuh ketulusan menyatakan kehambaannya kepada Tuhan. Baginya sudah tidak ada lagi bedanya antara yang peritah wajib dan perintah sunnat, dan Haram dan makruh, semuanya diperlakukan sama dengan penuh kenikmatan tanpa beban di dalam menjalaninya. []

 

DETIK, 14 Juni 2020

Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar