Hizib Nawawi: Penyusun, Keutamaan, dan Cara Mengamalkannya
Sebagian dari hizib (kumpulan dzikir) yang cukup populer di kalangan masyarakat adalah Hizib Nawawi. Nama “Hizib Nawawi” dinisbatkan kepada sang penyusun hizib ini yang tak lain adalah salah satu wali quthb di zamannya, Syekh Abi Zakaria Yahya bin Syarafuddin an-Nawawi, atau yang biasa dikenal dengan Imam an-Nawawi.
Imam an-Nawawi merupakan pembesar ulama fiqih mazhab Syafi’i. Karyanya dalam bidang fiqih banyak menghiasi jendela khazanah keislaman, seperti kitab Minhaj ath-Thalibin, Raudhah ath-thalibin, dan al-Majmu’ ala Syarh al-Muhadzab. Beliau juga terkenal sebagai ulama yang pakar dalam bidang hadits. Dua karyanya dalam bidang hadits banyak diajarkan di berbagai lembaga pendidikan yang tersebar di berbagai penjuru dunia, termasuk di Indonesia. Dua karya itu adalah kitab al-Arba’in an-Nawawiyah dan Riyadh as-Shalihin.
Sedangkan dalam tema dzikir dan wirid, beliau mengarang kitab al-Adzkar an-Nawawiyah yang di dalamnya menyebutkan berbagai macam dzikir sekaligus sumber dalil pengambilannya.
Hizib Nawawi sejatinya merupakan himpunan dzikir-dzikir yang istiqamah diamalkan oleh Imam an-Nawawi setiap harinya. Lalu kumpulan dzikir tersebut dikumpulkan menjadi satu, hingga masyhur dikenal dengan nama Hizib Nawawi.
Hizib Nawawi ini merupakan bacaan istiqamah berbagai tarekat, salah satunya tarekat al-Qadiriyah al-‘Aliyah. Hizib ini dinilai dapat menjaga dan membentengi seorang salik (orang yang menggapai jalan Allah) dari keburukan nafsu, setan, dan tipu daya keduanya.
Faedah membaca Hizib Nawawi disebutkan dalam kitab al-Kunuz an-Nuraniyah:
وهو من المجربات العظيمة للحفظ من السحر والعين وشر الشيطان والجان، ولتفريج الكروب، ولرد كيد الظالمين وبغى الباغين، وحسد الحاسدین، والدخول تحت كنف الله وستره وحمايته -ومن فضائله أنه يكسو قارئه حلةً من البهاء والنور والجلال والجمال
“Hizib ini termasuk hizib yang mujarab untuk menjaga dari sihir, tipuan mata (bagian dari sihir), dan keburukan setan dan jin. Hizib ini juga berfaedah untuk menghilangkan kesusahan, menolak tipu daya orang-orang yang zalim, menolak aniaya para penganiaya dan kedengkian para pendengki serta agar ternaungi dalam naungan dan perlindungan Allah. Sebagian fadhilah (keutamaan) yang lain, hizib ini akan menghiasi pembacanya dengan kemuliaan, cahaya, keagungan, dan keindahan” (Sayyid Mukhlif Yahya al-‘Ali al-Hudzaifi al-Husaini, al-Kunuz an-Nuraniyah, hal. 179-180).
Cara membaca Hizib Nawawi ini, secara umum dapat diamalkan dengan lima cara:
Pertama, dibaca dua kali sehari, yakni di pagi hari setelah shalat subuh sampai waktu dhuha dan malam hari setelah waktu maghrib sampai masuk waktu isya’.
Kedua, dibaca tiga kali sehari, yakni seperti dua waktu di atas ditambah lagi pada saat masuk waktu sahur.
Ketiga, dibaca lima kali sehari, yakni setiap selesai melaksanakan shalat lima waktu.
Keempat, dibaca tujuh kali sehari, yakni lima kali setiap selesai melaksanakan shalat lima waktu ditambah dengan setelah melaksanakan shalat dhuha dan menjelang tidur.
Kelima, dibaca 14 kali, yakni dibaca tujuh kali saat pagi dan sore dan tujuh kali saat malam.
Lima cara di atas dapat diamalkan sepenuhnya sesuai dengan kecenderungan dan kemantapan kita. Namun cara pengamalan yang paling utama adalah cara ketiga, yang berfaedah akan memberikan penjagaan dan keamanan pada pembacanya.
Semoga dengan mengamalkan hizib ini, kita mendapatkan fadhilah dan keberkahan dari Imam an-Nawawi serta menjadikan kita semakin bersemangat dalam menjalankan ibadah kepada Allah Swt. Amin yaa Rabbal ‘Alamin. []
Ustadz M. Ali Zainal Abidin, pengajar di Pondok Pesantren Annuriyah, Kaliwining, Rambipuji, Jember
Tidak ada komentar:
Posting Komentar