Rabu, 26 Agustus 2020

Nasaruddin Umar: Jejak dan Derap Peradaban Islam: Jabir Ibn Hayyan, Sang Sufi, dan Bapak Ilmu Kimia (2)

Jejak dan Derap Peradaban Islam

Jabir Ibn Hayyan, Sang Sufi, dan Bapak Ilmu Kimia (2)

Oleh: Nasaruddin Umar

 

Jabir ibn Hayyan tidak pernah berhenti bereksperimen. Selain serangkaian riset sebagaimana dikemukakan terdahulu, ia juga terus melakukan riset-riset advance sebagai tindak lanjut dari hasil-hasil riset dasarnya. Jika kita membaca hasil-hasil risetnya, seperti Jabir ibn Hayyan masih hidup atau baru saja wafat, mengingat begitu canggih temuan- temuannya. Sulit dibayangkan kalau Jabir ibn Hayyan yang kita bicarakan hasil-hasil risetnya dalam artikel ini sudah meninggal 1.198 atau lebih satu milenium lalu.

 

Ia pertama kali menemukan metode dan teknik pemurnian logam, yang diistilahkan sekarang dengan reduksi logam, pencipta teori karbonat pertama dalam sejarah, pertama kali dalam sejarah juga ditemukan arsen dan antimon dari senyawa-senyawa sulfida. Dari teori Jabir juga kita masih melanjutkan penempaan dan pengolahan biji emas yang bercampur dengan berbagai unsur non emas menjadi emas murni, demikian pula logam-logam lainnya.

 

Ia juga menemukan senyawa kimia seperti asam karbida, senyawa asam, senyawa basa, garam, cat, dan minyak. Ia juga melakukan sintesa dan senyawa berbagai unsur kemudian melahirkan unsur baru. Misalnya ia mencampur asam sulfat, soda pekat, dan asam nitrohidroklorida, yang dalam bahasa modern disebut aqua regia, untuk melebur logam-logam seperti platina dan emas. Ia juga membuat etanol dan bermacam-macam garam, seperti sulfat, nitrat,kalium, dan natrium karbonat.
Peralatan dan laboratorium kimia Jabir Ibn Hayyan masih banyak ditiru sampai sekarang, seperti spektometer massa untuk mengubah atom dan molekul menjadi ion, kemudian didefinisikannya menurut bobot massa yang berbeda. Ia juga merintis penggunaan neraca halus untuk menimbang unsur dan senyawa yang akan digunakan dalam eksperimen berbagai reaksi kimia di laboratorium. Ia juga menyumbangkan berbagai teori tentang penguapan, persenyawaan, pembutiran, pelelehan, dan sublimasi. Di antara teorinya yang paling popular ialah sulphur-air raksa menjadi cikal bakal lahirnya teoru kimia modern, berupa teori asam-basa. Sifat-sifat sulphur merepresentasikan sifat-sifat senyawa asam, dan sifat-sifat raksa, yang merupakan satu-satunya logam yang berwujud cair dalam suhu kamar, merepresentasikan sifat-sifat logam lainnya sebagai komponen utama senyawa basa.

 

Hal yang brilliant dalam pikiran Jabir ibn hayyan ialah interpretasi simbolik-kosmologis terhadap pasangan sulphur-air raksa merupakan asas aktif atau maskulin.


Sedangkan air raksa memanifestasikan asas pasif atau feminim. Selanjutnya reaksi senyawa asam dan basa membentuk garam, yang pada umumnya pH garam adalah netral, seimbang, tidak asam dan tidak basa. Inilah yang dimaksud Jabir ibn Hayyan dengan prose alkimia, yaitu proses perpaduan antara maskulin dan feminin yang menjamin kelangsungan makhluk biologis, khususnya manusia sebagai symbol makhluk mikrokosmos dan keseimbangan alam sebagai makhluk makrokosmos. Dengan demikian, aspek perbedaan jenis kelamin laki-laki dan perempuan pada manusia, juga ditemukan jenis kelamin yang sama di dalam alam makrokosmos. Subhanallah, jadi benar sekali kata Allah Swt: Likulli sayi'in khalaqna al-zaujain (segala sesuatu diciptakan Tuhan berpasang-pasangan). (Q.S. al-Dzariyat/51:49).

 

Dalam konteks lebih tinggi, dihubungkan dengan sifat-sifat Tuhan yang secara garis besar juga memiliki dua komponen, yaitu sifat-sifat maskulin(jalaliyyah) seperti Al-Jabbar, Al-Muntaqim, Al-Jalal, dan Al-Mutakabbir, dan sifat-sifat feminin, seperti Al-Rahman, Al-Rahim, Al-Lathif, Al-Jamal, dan Al-Halim. (Lihat, Husain Heriyanto, Penggali Nalar Saintifik Peradaban Islam, h. 185-187). []

 

DETIK, 11 Juni 2020

Prof. Dr. Nasaruddin Umar, MA | Imam Besar Masjid Istiqlal Jakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar