Rabu, 19 Agustus 2020

Azyumardi: Wabah Korona: Kampus Merdeka (1)

Wabah Korona: Kampus Merdeka (1)

Oleh: Azyumardi Azra 

 

Bisa dipastikan, disrupsi berat akibat wabah korona juga melanda pendidikan sejak dari tingkat PAUD, dasar, menengah, sampai pendidikan tinggi.

 

Sementara itu, kebijakan Kemendikbud yang dicetuskan Mendikbud Nadiem Makarim sebelum wabah (Januari 2020), seperti ‘merdeka belajar’, ‘kampus merdeka’, atau ‘perguruan tinggi (PT) merdeka’, belum jelas.

 

Kebijakan Mendikbud Nadiem tentang ‘merdeka belajar’, ‘kampus merdeka’, dan ‘PT merdeka’ awalnya berlaku untuk perguruan tinggi umum (PTU), khususnya perguruan tinggi negeri (PTN).

 

Namun, kebijakan itu niscaya juga merambah perguruan tinggi keagamaan Islam (PTKI: PTKIN dan PTKIS). Berada di bawah pengelolaan Kementerian Agama, PTKI tetap merupakan bagian integral pendidikan tinggi nasional. 

 

Mahasiswa terlihat kurang mendapat perhatian memadai dari berbagai pihak pemangku kepentingan, khususnya pemerintah.

 

Karena itu, perlu respons komprehensif Kemenag (Ditjen Pendis atau Ditdiktis) tentang kebijakan mendikbud tersebut.

 

Sebelum berbicara tentang ‘merdeka belajar’, ‘kampus merdeka’, dan ‘PT merdeka’, pendidikan tinggi selama wabah dan pascawabah korona niscaya harus memberikan perhatian khusus, pertama-tama pada konsolidasi kehidupan civitas academica, khususnya mahasiswa-mahasiswi anak bangsa ini: mereka di dalam dan di luarnegeri turut menjadi kelompok terdampak.

 

Jika banyak perhatian diberikan kelompok, lembaga dan organisasi masyarakat sipil, juga pemerintah terhadap korban korona dan warga terdampak, mahasiswa terlihat kurang mendapat perhatian memadai dari berbagai pihak pemangku kepentingan, khususnya pemerintah.

 

Dalam wabah korona berkelanjutan tidak banyak perhatian dari pemerintah pusat dan daerah terhadap para mahasiswa terdampak. Tidak ada alokasi dana darurat (APBN dan APBD) atau contingency fund atau dana stimulus dari pemerintah.

 

Kemendikbud dan Kemenag membantu hanya lewat kebijakan; rektor dapat memberi keringanan UKT dan menata ulang pemberian beasiswa Bidik Misi atau Kartu Indonesia Pintar (KIP). 

 

Beberapa pemprov, seperti Sumatra Selatan atau Kalimantan Tengah, yang membantu para mahasiswa di PTN dan PTS tampaknya pengecualian. Perlu lebih banyak lagi pemprov yang membantu.

 

Merespons kebijakan pemerintah pusat, dalam hal ini Kemendikbud dan Kemenag, banyak pejabat tinggi yang bertanggung jawab atas PT dan mahasiswa, juga pimpinan PTN dan PTS mengeluh dan komplain.

 

Mereka menyatakan, perkuliahan semester depan, mulai Agustus atau September, yang sebagian besar masih lewat daring perlu dana besar.

 

Di tengah kerisauan tentang dampak wabah korona, ketika itu pula pimpinan PT dan pemikir pendidikan, dihadapkan pada cetusan mendikbud. Cetusan itu tentang ‘merdeka belajar’ dan ‘kampus merdeka’. 

 

Cetusan Mendikbud Nadiem tentang ‘merdeka belajar’ atau ‘kampus merdeka’ awalnya terarah pada PTN mencakup empat bidang.

 

Pertama, ’merdeka’ membuka prodi baru; kedua, ’merdeka’ atau kelonggaran dalam administrasi akreditasi; ketiga, ’merdeka’-nya PTN (BLU) untuk menjadi PTN BH (berbadan hukum); dan keempat, ’merdeka’-nya mahasiswa/i belajar tiga semester di luar bidang pokok ilmunya.

 

Untuk kepentingan ‘kejelasan’ dan sosialisasi gagasan itu, Ditjen Dikti, Kemendikbud menerbitkan buklet Buku Panduan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka (April 2020). Isi buklet ini merupakan uraian lebih perinci mengenai keempat aspek ‘merdeka belajar’ dan ‘kampus merdeka’.

 

Buklet dimulai dengan pernyataan Mendikbud Nadiem Makarim berjudul panjang: Kemerdekaan Belajar: Memberi Kebebasan dan Otonomi kepada Lembaga Pendidikan dan Merdeka dari Birokratisasi, Dosen Dibebaskan dari Birokrasi yang Berbelit, serta Mahasiswa Diberikan Kebebasan untuk Memilih Bidang yang Mereka Sukai.

 

Pernyataan tersebut seolah menjanjikan ‘merdeka belajar’ dan ‘kampus merdeka’. Mencermati isinya, sangat banyak poin perincian untuk ‘merdeka belajar’ bagi mahasiswa.

 

Panduan yang perinci itu, tampaknya menjadi belenggu baru bagi mahasiswa dalam berbagai kegiatan akademik dan nonakademik.

 

Tidak ada dalam panduan ini pembahasan ‘kampus merdeka’ yang sangat penting bagi pimpinan PT, para dosen, dan civitas academica lain.

 

Absen dalam buklet Buku Panduan Merdeka Belajar-Kampus Merdeka panduan tentang kemerdekaan atau otonomi kampus; kemerdekaan dari belenggu birokrasi bagi para dosen, tenaga pendidik, dan mahasiswa/i.

 

Karena itu, cetusan atau gagasan tentang ‘kampus merdeka’ atau ‘PT merdeka’ sejauh ini baru sebagian kecil dari cerita.

 

Masih diperlukan arah atau panduan garis besar, bukan perincian yang membelenggu, buat pimpinan PT dan dosen untuk mewujudkan ‘merdeka belajar’, ‘kampus merdeka’, juga ‘dosen merdeka’.  []

 

REPUBLIKA, 23 Jul 2020

Tidak ada komentar:

Posting Komentar