Penggunaan Sumpah Dalam Al-Qur’an
Di dalam Al-Qur’an sering kali lafal sumpah–yang disampaikan oleh kaum yang menjadi obyek kisah–mempergunakan dua diksi yang berbeda. Ada kalanya, sumpah itu disampaikan dengan diksi al-halaf, dan ada kalanya disampaikan dengan menggunakan diksi al-qasam. Ada banyak contoh penggunaan dalam hal ini.
Untuk penggunaan diksi al-halaf, kurang lebih dipergunakan sebanyak 11 kali
pada surat dan ayat yang berbeda. Sedangkan diksi al-qasam dipergunakan
sebanyak 27 kali. Kedua diksi ini menunjuk pada muqtadhal kalam (tujuan
penggunaan) yang sama, yaitu merujuk pada pengertian al-yamin (sumpah). Namun,
keduanya memeiliki sisi perbedaan yang mencolok.
Nah, tulisan ini dimaksudkan untuk menguraikan penggunaan diksi al-halaf
terlebih dahulu di dalam Al-Qur’an, serta implikasi hukumnya dalam praktik
kehidupan sehari-hari.
Al-Halaf
Diksi al-halaf dan turunannya dipergunakan kurang lebih di sebelas tempat dalam Al-Qur’an, antara lain, Surat An-Nisa ayat 62, Surat Al-Maidah ayat 89, Surat At-Taubah ayat 42, 56, 62, 74, 95, 96, dan ayat 107, dan Surat Al-Mujadilah ayat 14 dan 18. Penggunaan diksi, terbanyak disampaikan dalam Al-Qur’an Surat At-Taubah, yaitu sebanyak 7 kali. Dua di antaranya pada Surat Al-Mujadilah, dan sisanya pada Surat An-Nisa dan Surat Al-Maidah, masing-masing sebanyak satu kali. Kita ambil sampel masing-masing surat di atas untuk menelitinya lebih jauh.
Surat An-Nisa ayat 62.
فَكَيْفَ
اِذَآ اَصَابَتْهُمْ مُّصِيْبَةٌ ۢبِمَا قَدَّمَتْ اَيْدِيْهِمْ ثُمَّ جَاۤءُوْكَ
يَحْلِفُوْنَ بِاللّٰهِ ۖاِنْ اَرَدْنَآ اِلَّآ اِحْسَانًا وَّتَوْفِيْقًا
Artinya, “Maka bagaimana halnya apabila (kelak) musibah menimpa mereka (orang
munafik) disebabkan perbuatan tangannya sendiri, kemudian mereka datang
kepadamu (Muhammad) sambil bersumpah, ‘Demi Allah, kami sekali-kali tidak
menghendaki selain kebaikan dan kedamaian.’”
Di dalam ayat ini, disampaikan bahwa ciri khas dari orang-orang munafik ketika
disampaikan agar mereka berbuat baik dan senantiasa mengedepankan perdamaian
serta tidak berbuat kerusakan, mereka justru tidak mengindahkannya.
Ketika bencana itu benar-benar terjadi sebagai buah dari tindakannya, mereka
lantas mendatangi nabi bahwa mereka sebenarnya menghendaki kebaikan dan
kedamaian sambil menyatakan sumpah (halaf). Namun, apalah nasi telah menjadi
bubur. Kerusakan telah terjadi sebagai buah dari pekerjaan mereka tersebut.
Walhasil, makna al-halaf di dalam ayat ini adalah bermakna sumpah guna menutupi
kedustaan (al-yaminul kadzibah),
Surat Al-Maidah Ayat 89.
لَا يُؤَاخِذُكُمُ اللّٰهُ بِاللَّغْوِ فِيْٓ اَيْمَانِكُمْ وَلٰكِنْ يُّؤَاخِذُكُمْ بِمَا عَقَّدْتُّمُ الْاَيْمَانَۚ فَكَفَّارَتُهٗٓ اِطْعَامُ عَشَرَةِ مَسٰكِيْنَ مِنْ اَوْسَطِ مَا تُطْعِمُوْنَ اَهْلِيْكُمْ اَوْ كِسْوَتُهُمْ اَوْ تَحْرِيْرُ رَقَبَةٍ ۗفَمَنْ لَّمْ يَجِدْ فَصِيَامُ ثَلٰثَةِ اَيَّامٍ ۗذٰلِكَ كَفَّارَةُ اَيْمَانِكُمْ اِذَا حَلَفْتُمْ ۗوَاحْفَظُوْٓا اَيْمَانَكُمْ ۗ كَذٰلِكَ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اٰيٰتِهٖ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُوْنَ
Artinya, “Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak
disengaja (untuk bersumpah), tetapi Dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah
yang kamu sengaja, maka kafaratnya (denda pelanggaran sumpah) ialah memberi
makan sepuluh orang miskin, yaitu dari makanan yang biasa kamu berikan kepada
keluargamu, atau memberi mereka pakaian atau memerdekakan seorang hamba sahaya.
Barang siapa tidak mampu melakukannya, maka (kafaratnya) berpuasalah tiga hari.
Itulah kafarat sumpah-sumpahmu apabila kamu bersumpah. Jagalah sumpahmu.
Demikianlah Allah menerangkan hukum-hukum-Nya kepadamu agar kamu bersyukur
(kepada-Nya).”
Di dalam ayat ini diksi al-halaf disandarkan pada perbuatan salah/dosa
sebelumnya (melakukan sumpah) sehingga menghendaki kafarah (pelebur), berupa
kafarah yamin sebagai pernyataan taubat. Jadi, sekilas, makna al-halaf di dalam
ayat ini seolah tidak ada beda dalam penggunaannya dengan ayat sebelumnya yang
menunjuk pada pengertian negatif/dosa/kebohongan. Untuk itulah maka disandarkan
penggunaannya dengan kafarah.
Surat At-Taubah Ayat 42.
لَوْ كَانَ عَرَضًا قَرِيْبًا وَّسَفَرًا قَاصِدًا لَّاتَّبَعُوْكَ وَلٰكِنْۢ بَعُدَتْ عَلَيْهِمُ الشُّقَّةُۗ وَسَيَحْلِفُوْنَ بِاللّٰهِ لَوِ اسْتَطَعْنَا لَخَرَجْنَا مَعَكُمْۚ يُهْلِكُوْنَ اَنْفُسَهُمْۚ وَاللّٰهُ يَعْلَمُ اِنَّهُمْ لَكٰذِبُوْنَ ࣖ
Artinya, “Sekiranya (yang kamu serukan kepada mereka) ada keuntungan yang mudah
diperoleh dan perjalanan yang tidak seberapa jauh, niscaya mereka mengikutimu,
tetapi tempat yang dituju itu terasa sangat jauh bagi mereka. Mereka akan
bersumpah dengan (nama) Allah, “Jika kami sanggup niscaya kami berangkat
bersamamu.” Mereka membinasakan diri sendiri dan Allah mengetahui bahwa mereka
benar-benar orang-orang yang berdusta.”
Di dalam ayat ini diksi al-halaf disandarkan penggunaannya dengan seruan nabi
kepada kaum yang beriman agar mereka mau berhijrah bersama nabi ke suatu tempat
yang diperintahkan. Tetapi, karena tempat tersebut jauh, maka kalangan
munafiqin merasa bahwa perjalanan itu serasa berat.
Oleh karenanya mereka mendatangi nabi untuk menyatakan keberatan mereka sembari
bersumpah (halaf) bahwa andai saja perjalanan itu dekat, maka pasti mereka
ikut. Mereka berat terhadap dunia yang ditinggalkannya.
Walhasil, sumpah (al-halaf) di sini disampaikan untuk maksud pernyataan
keberatan mematuhi perintah hijrah itu. Dengan demikian pula bahwa diksi
al-halaf di sini tidak menunjukkan perbedaan dengan sebelumnya sebagai al-yamin
al-kadzibah.
Surat Al-Mujadilah ayat 14.
اَلَمْ
تَرَ اِلَى الَّذِيْنَ تَوَلَّوْا قَوْمًا غَضِبَ اللّٰهُ عَلَيْهِمْۗ مَا هُمْ
مِّنْكُمْ وَلَا مِنْهُمْۙ وَيَحْلِفُوْنَ عَلَى الْكَذِبِ وَهُمْ يَعْلَمُوْنَ
Artinya, “Tidakkah engkau perhatikan orang-orang (munafik) yang menjadikan
suatu kaum yang telah dimurkai Allah sebagai sahabat? Orang-orang itu bukan
dari (kaum) kamu dan bukan dari (kaum) mereka. Dan mereka bersumpah atas
kebohongan, sedang mereka mengetahuinya.”
Di dalam ayat ini, diksi al-halaf secara tegas disandarkan penggunaannya dengan
perilaku kebohongan (al-kadzib) yang disengaja, sehingga karenanya sumpah
dipergunakan untuk menutupi kebohongan tersebut.
Perbuatan gemar bersumpah untuk menutupi kebohongan itu bukanlah tabiat kaum yang
beriman, maka dari itu pula disampaikan agar orang beriman menjauhi dan
berpaling dari kelompok mereka.
Implikasi Penafsiran Al-Halaf dalam Kehidupan Sehari-hari
Setelah mencermati masing-masing ayat yang menggunakan diksi Al-halaf yang
bermakna sumpah di atas, maka dapat disimpulkan bahwa, penggunaan al-halaf di
dalam Al-Qur’an adalah menunjuk pada pengertian sebagai berikut:
1. Kaum munafiqin yang gemar berbuat kerusakan dan merusak
perdamaian, akan tetapi mereka berusaha menutupi kecenderungan mereka ini
dengan melakukan sumpah tapi dusta. Sumpah mereka disampaikan oleh Al-Qur’an
dengan memakai al-halaf.
2. Diksi al-Halaf dipergunakan untuk menunjuk pada perbuatan
yang negatif, oleh karenanya bagi pelaku sumpah dengan al-halaf harus membayar
kafarah sebagai pernyataan taubatnya. Kafarah yang dibayarkan adalah berupa
kafarah yamin.
3. Walhasil, sumpah untuk menutupi suatu kebohongan yang
diketahui dan disadari adalah masuk dalam bingkai al-halaf. Semoga Allah SWT
senantiasa menjauhkan kita semua dari berlaku sumpah guna menutupi kebohongan!
Amin ya rabbal ‘alamin.
Wallahu a‘lam bis shawab. []
Muhammad Syamsudin, Wakil Sekretaris Bidang Maudluiyah, Lembaga Bahtsul Masail
Nahdlatul Ulama (LBMNU) Jawa Timur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar