Hukum Sterilisasi Kandungan
Pertanyaan:
Yth. Dewan Pakar Bahtsul Masail.
Assalumu'alaikum wr.wb. Saya ingin bertanya bagamana hukum sterilisasi
kandungan menurut Islam, jika dilarang mengapa dan jika dibolehkan dalam
kondisi apa? Syukron, mohon juga rujukan kitabya yang bisa diakses.
(Saru Arifin)
Jawaban:
Penannya yang budiman, semoga dirahmati Allah
swt. Sepanjang yang kami pahami bahwa yang dimaksud dengan sterilisasi
kandungan adalah salah satu cara untuk untuk mencegah kehamilan. Jika perempuan
dinamakan tubketomi, sedang jika laki-laki dikenal dengan istilah vasektomi.
Kedua hal ini sudah pernah diputusakan dalam
Muktamar NU ke-28 di Yogyakarta pada 25-28 Nopember 1989. Dalam keputusan
tersebut dikatakan: “Penjarangan kelahiran melalui cara apapun tidak dapat
diperkenankan kalau mencapai batas mematikan fungsi keturunan secara mutlak.
Karenanya sterilasasi yang diperkenankan hanyalah yang bersifat dapat
dipulihkan kembali kemampuan berketrunan dan tidak dapat merusak atau
menghilangkan bagian tubuh yang berfungsi”.
Di antara rujukan yang menguatkan pendapat
ini adalah kitab Hasyiyah al-Bajuri ‘ala Fath al-Qarib:
وَكَذلِكَ
اسْتِعْمَالُ الْمَرْأَةِ الشَّيْءَ الَّذِي يُبْطِىءُ الْحَبْلَ أَوْ يَقْطَعُهُ
مِنْ أَصْلِهِ فَيُكْرَهُ فِي الْأُولَى وَيُحْرَمُ فِي الثَّانِي --
إبراهيم الباجوري، حاشية الباجوري على فتح القريب، بيروت-دار الفكر، ج، 2، ص. 59
“Begitu pula menggunakan obat yang menunda
atau memutus kehamilan sama sekali (sehingga tidak hamil selamanya), maka
dimakruhkan dalam kasus pertama dan diharamkan dalam kasus kedua”. (Ibrahim
al-Bajuri, Hasyiyah al-Bajuri ‘ala Fath al-Qarib, Bairut, tt, juz, 2, h. 59)
Pembacaan atas hasil keputusan ini adalah
jika sterilisasi kandungan bagi laki-laki yang dikenal dengan vasektomi dan
perempuan tubektomi bisa dikembalikan pada kondisinya seperti semula, maka
diperbolehkan tetapi dihukumi makruh. Misalnya karena anaknya masih terlalu
kecil dan menuggu sampai berusia dua atau tiga tahun. Namun jika ternyata kedua
hal itu mematikan fungsi keturunan secara mutlak maka jelas diharamkan.
Persolannya kemudian tidak hanya sampai
disini saja. Jika sterilisasi kandungan itu ternyata memutuskan kehamilan
maka ini jelas diharamkan, tetapi bagaimana kalau dalam kondisi darurat?
Artinya jika tidak dilakukan sterilisasi kandungan akan mengancam jiwanya.
Misalanya, seorang perempuan yang sudah sering melahirkan kemudian divonis
dokter ahli kandungan agar disterilisasi kandungannya, sebab jika tidak akan
membahayakan jiwanya. Dalam kondisi seperti ini maka sterilisasi boleh
dilakukan. Artinya dalam kondisi seperti ini berlaku kaidah fiqh:
إِذَا
تَعَارَضَ مَفْسَدَتَانِ رُوعِيَ أَعْظَمُهُمَا ضَرَرًا بِارْتِكَابِ
أَخَفِّهِمَا-- جلال الدين السيوطي، الأشباه والنظائر، بيروت-دار الكتب العلمية،
1403هـ، ص. 87
“Jika ada dua bahaya saling mengancam maka
diwaspadai yang lebih besar bahayanya dengan melaksanakan yang paling ringan
bahayanya” (Jalaluddin as-Suyuthi, al-Asyabah wa an-Nazha`ir, Bairut-Dar
al-Kutub al-‘Ilmiyyah, 1403 H, h. 87)
Hal ini sebagaimana yang telah dijelasakan
juga dalam Keputusan Konfrensi Besar Syuriyah Nahdlatul Ulama Ke-1 pada tanggal
18-22 April 1960 di Jakarta dalam masalah Family Planing (Perencanaan
Keluarga):
“…..Tetapi kalau dengan sesuatu yang
memutuskan kehamilan sama sekali, maka hukumnya haram, kecuali kalau ada
bahaya. Umpamanya saja karena terlalu banyak melahirkan anak yang menurut
pendapat orang yang ahli tentang hal ini bisa menjadikan bahaya, maka hukumnya
boleh dengan jalan apa saja yang ada”.
وَعِنْدَ
وُجُوْدِ الضَّرُوْرَةِ فَعَلَى الْقَاعِدَةِ الْفِقْهِيَّةِ. إِذَا تَعَارَضَتْ
الْمَفْسَدَتَانِ رُوْعِيَ أَعْظَمُهُمَا ضَرَارًا بِارْتِكَابِ أَخَفِّهِمَا
مَفْسَدَةً
“Dan ketika dharurat maka sesuai dengan
kaidah fiqhiyah; jika ada dua bahaya saling mengancam maka diwaspadai yang
lebih besar bahayanya dengan melaksanakan yang paling ringan bahayanya”
Demikian penjelasan yang dapat kami
sampaikan. Semoga bisa menjadi pegangan yang berarti bagi penanya. Dan sebelum
memutuskan untuk melakukan strerilisasi kandungan harus berkonsultasi dan
menanyakan sedetail-detailnya seputar hal itu kepada dokter yang ahlinya. []
Mahbub Ma’afi Ramdlan
Tim Bahtsul Masail NU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar