Meraih Bahagia yang Hakiki dengan Terapi Hati
Penulis
: Imam al-Ghazali
Editor
: Mukhlis Yusuf Arbi dan Muhammad Taufik
Penerbit
: Keira Publishing
Cetakan
: I, 2014
Tebal
: 312 halaman
ISBN
: 978-602-1361-13-9
Peresensi
: Junaidi Khab, pecinta baca buku,
tinggal di Surabaya
Karya Imam al-Ghazali
ini merupakan satu di antara sekian ribu buku tentang menyucikan hati dari
berbagai macam penyakit yang tak lekang oleh zaman. Hati pada hakikatnya adalah
akar dari segala kebahagiaan. Jika hati selalu diserang oleh berbagai macam
penyakit, maka kebahagiaan akan sangat sulit untuk diraih. Di sinilah
pentingnya kita melatih hati agar kebahagiaan hidup yang hakiki bisa kita
jumpai.
Hidup bukanlah hidup jika manusia tidak menemukan kebahagiaan. Sebagaimana lumrah kita ketahui bahwa bahagia tak lain bersumber dari hati, bukan pikiran. Jika kebahagiaan dianggap bersumber dari pikiran, itu bukan kebahagiaan yang hakiki, tapi hanya khayalan yang sangat tinggi. Maka dari itu, sebuah usaha untuk meraih kebahagiaan yang hakiki, kita harus bisa melatih hati agar tetap sehat dan terjauh dari segala macam penyakit (hati).
Ada banyak penyakit hati yang kadang kita tak merasakannya telah menjadi tunas-tunas hingga berakar kuat dan sulit ditumbangkan. Misalkan seperti iri/dengki, sombong, khianat, bohong/dusta, pamer, ‘ujub, dan kikir, serta penyakit-penyakit lainnya yang bersumber dari hati. Jika hati diserang penyakit-penyakit demikian, maka kita tidak akan menemukan ketenangan dan kebahagiaan hidup. Ada beberapa terapi (latihan) mengobati hati dari penyakit tersebut sebagaimana diulas dalam karya ini.
Salah satu terapi untuk mengobati hati yang sedang dilanda oleh penyakit-penyakit tersebut yaitu bersabar (hlm. 4). Sabar memiliki beberapa dimensi; ada sabar menaati perintah Allah, sabar menjauhi larangan-Nya, sabar menghadapi musibah, dan sabar atas nikmat yang diberikan oleh Allah kepada hamba lain. Substansinya, sabar menjadi tonggak terapi obat hati. Jika kita bisa sabar atas segala hal, sudah dapat dipastikan janji Tuhan tidak akan pernah melesat. Orang-orang yang sabar akan menemukan kenikmatan (kebahagiaan) hidup, dan pada gilirannya nikmat yang diberikan kepada orang lain, juga diberikan kepada kita oleh Allah dengan cara yang adil berkat kesabaran yang kita tanam.
Akar persoalan hidup
Keberadaan karakter/tabiat (hidup) manusia ditentukan oleh segumpal daging (hati) yang ada di dalam tubuhnya. Jika daging itu kotor dan penuh dengan penyakit, maka akan tercermin melalui pola hidupnya. Dengki, atau tidak rela jika orang lain menerima nikmat lebih baik dari kita. Orang yang hatinya ditimpa oleh penyakit dengki, maka berbagai cara akan dilakukan untuk menghilangkan nikmat yang diberikan oleh Tuhan kepada orang (hamba)-nya yang lain. Bisa saja orang itu dibunuh atau kenikmatannya dihilangkan dengan berbagai macam cara.
Dengki sebenarnya hanya penyakit kecil dan ringan di dalam hati. Tapi, jika dibiarkan, maka akan menjadi penyakit fisik/badan hingga menjadi dosa besar. Persoalan hidup selalu timbul dan tumbuh diakibatkan oleh hati. Orang yang hatinya dengki, maka kegelisahan dan berat pikiran akan selalu menghantuinya. Masih dalam satu terobosan untuk mengobati dengki, yaitu sabar yang diwujudkan dengan sifat qana’ah atau menerima apa adanya nikmat yang diberikan oleh Tuhan (hlm. 102).
Dengan sifat menerima apa adanya, hati akan merasa lega dan tenteram. Kita tidak boleh mengharapkan apa yang dimiliki oleh orang lain hilang atau menjadi milik kita dengan cara yang tidak dibenarkan baik secara moral atau sosial. Dalam sebuah hadits, Rasulullah Saw. bersabda, “Kekayaan bukanlah karena banyaknya harta, tetapi kekayaan jiwa (hati)” (HR. Muslim).
Selain dengki, penyakit hati yaitu berupa takabbur (sombong/tinggi hati). Sombong adalah sifat bangga yang berlebihan dari dalam hati seorang hamba (manusia). Sehingga menganggap orang lain tak sebaik dari dirinya. Misalkan kita kaya-raya, cerdas/pintar, atau memiliki pangkat tinggi. Jika kita mensyukurinya, sudah tentu penyakit sombong bisa menjalar ke dalam hati dan dicerminkan melalui perilaku sehari-hari dengan menganggap remeh orang lain.
Sombong secara kasat mata tampak biasa-biasa saja, tapi sebenarnya sangat berbahaya bagi mereka yang menyadarinya. Sifat sombong bisa berdampak memeras (menganiaya) orang lain dan suka berbuat sewenang-wenang, serta menyepelekan (menganggap remeh) orang lain. Biasanya orang sombong ditakuti dan tidak disuka oleh masyarakat. Obat sombong yaitu bersyukur atas karunia yang diberikan oleh Tuhan kepada kita (hlm. 140).
Jika kita sebagai manusia selalu merasa terbebani dalam menjalani roda kehidupan ini, maka introspeksi diri dalam hati adalah salah satu solusinya (hlm. 238). Kita harus bisa mendeteksi sedini mungkin keberadaan hati yang ada dalam tubuh kita masing-masing. Jika ada secuil benih-benih penyakit atau sudah menumpuk banyak, maka kita harus sesegera mungkin untuk melakukan pembersihan dan terapi agar kemelut hidup tidak selalu menghantui.
Kehadiran buku ini akan menjadi pemandu untuk menemukan hakikat kebahagiaan dalam hidup umat manusia. Kebahagiaan tidak bisa diukur dengan harta kekayaan, kecerdasan, segala keinginan bisa terpenuhi, dan kesempurnaan jiwa-raga, tapi kebahagiaan sejati tumbuh dari hati yang bersih dari segala macam penyakit. Dengan menyelami hati melalui karya ini, kita akan diajak untuk terapi pengobatan hati secara sempurna agar bisa menemukan kebahagiaan yang hakiki, baik di dunia hingga akhirat kelak. Selamat membaca dan menggapai kebahagiaan yang hakiki! []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar