Pilih Spa Atas, Tengah, atau Bawah
Oleh:
Dahlan Iskan
26
Januari 2015
Dia sudah menyandang Bintang Mahaputra, tapi senyumnya tetap
ramah. Senyum khas seorang dokter. Dia juga bukan lagi dokter yang kolonel,
melainkan dokter yang brigadir jenderal. Di mata saya –yang pernah jadi
pasiennya– masih ada satu lagi: dia sosok yang pantang menyerah. Tahun lalu dia
mendapat penghargaan dari MarkPlus sebagai marketer of the year di bidang
kesehatan. Dia dokter Terawan.
Semula begitu banyak sesama dokter yang menentangnya. Tapi dia
tidak mundur. Dia tetap saja menjalankan praktik ”brain spa” yang dua tahun
lalu saya sebut dengan istilah ”cuci otak” (brainwash).
Banyaknya reaksi itu bisa diikuti di online yang mengomentari tulisan saya 13 Februari 2013.
Betapa serunya serangan untuk dr Terawan.
Hebatnya, dia tidak pernah menjawab. Apalagi balas menyerang. Di
tengah-tengah serangan pun dia tetap tersenyum. Tersenyum dalam diam. Begitu
tabah. Tapi juga begitu teguh. Dia tidak surut. Diam-diam dia terus merayap.
Sikap diamnya itu ternyata lebih menghasilkan emas. Dua tahun kemudian, awal
tahun 2015 ini, justru banyak kemajuan yang lahir dari senyumnya.
Pertama, dia sudah berhasil mendidik empat dokter untuk mengikuti
jejaknya. Ternyata banyak juga dokter muda yang tidak takut jadi pengikut
Terawan. Penambahan dokter spa otak ini penting karena Terawan tidak akan mampu
lagi sendirian melayani pasien barunya yang mirip banjir kiriman itu. Kini
antre untuk spa otak di RSPAD Jakarta sudah mencapai enam bulan.
Kedua, objek spanya meluas. Kini bukan hanya otak yang bisa dispa.
Tapi juga jantung. Bahkan bisa juga untuk –ini dia– senjata vital laki-laki.
Ketiga, meluas ke luar negeri. Ilmu dokter Terawan ini sudah
berhasil diekspor. Untuk dikembangkan di luar negeri. Bukan sembarang luar
negeri pula: Jerman. Kini di sana, di Rumah Sakit Augusta, di Kota Dusseldorf,
sudah dibuka spa otak ala Terawan.
Itu bermula tahun lalu. Ketika seorang profesor dari Jerman datang
ke RSPAD Jakarta. ”Beliau datang khusus untuk diskusi dengan saya,” tutur
Terawan. Sang profesor langsung paham apa yang dilakukan Terawan. Bahkan
langsung minta izin untuk mempraktikkannya di Jerman. ”Di sana tidak heboh.
Tidak ada yang menentang,” ujar Terawan sambil sedikit tersenyum.
Tentu saya bangga, di zaman ketika semua orang khawatir Indonesia
kalah di persaingan global, ada seorang dokter yang ekspor ilmu ke Jerman.
Waktu itu, dua tahun lalu, saya sendiri sebetulnya tidak sengaja
ikut menjalani proses cuci otak di RSPAD. Hari itu saya hanya mengantarkan
istri yang sering mengeluh bagian belakang kepalanya berat dan sakit. ”Tahu dr
Terawan dari mana?” tanya istri saya. ”Banyak menteri yang sudah melakukannya,”
jawab saya. Tentu saya tahu siapa saja menteri yang sudah cuci otak di Terawan.
Para menteri itu sendiri yang bercerita. Maklum, Terawan adalah dokter
kepresidenan.
Istri saya pun menjalani proses awal. Kepalanya difoto. Dari sini
diketahui jalan darah ke otak yang mana yang buntu. Lalu sistem saraf otaknya
dites. Ini untuk mengetahui seberapa fungsi saraf otaknya masih bekerja.
Melihat banyaknya saluran darah ke otak istri saya yang terganggu,
saya tertegun. Jangan-jangan banyak juga saluran darah ke otak saya yang
terancam buntu. Memang saya tidak punya keluhan apa-apa. Tapi siapa tahu. Maka
saya putuskan ikut istri saya. Dan lagi saya jadi ingin menulis masalah yang
banyak ditentang dokter ini. Lebih baik kalau saya menjalaninya sendiri.
Berdasar pemeriksaan itu, Terawan memasukkan kateter dari arah
selangkangan menuju otak. Tanpa bius. Saya bisa melihat di layar monitor
jalannya kateter di dalam tubuh saya. Mulai dari selangkangan menuju batang
leher, lalu ke otak. Terasa ada sensasi-sensasi kecil di otak saat kateter
jalan-jalan ke berbagai arah. Sesekali sensasi itu lebih terasa. Yakni saat
Terawan menyemprotkan cairan di bagian-bagian tertentu yang tersumbat di dalam
otak.
Proses itu kini sudah agak berbeda. Mulai tahun ini pasien akan
ditanya dulu ”spa atas saja, atau atas dan tengah, atau atas tengah dan bawah”.
”Untuk tiga objek spa itu waktunya hanya tambah lima menit,” ujar
Terawan. Hanya membelokkan kateter dari otak ke arah jantung. Setelah selesai
jantung, kateter dibelokkan ke kemaluan.
Saya jadi ingin ke dokter Terawan lagi. Kapan-kapan. (*)
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar