Qunut Nazilah untuk
Palestina di Tahun 1938
Ada satu persepsi
yang aneh, yakni NU tidak dinilai bela negara Palestina. Persepsi ini
dimunculkan agar ada citra bahwa hanya sekelompok orang yang turun ke jalan
atau membentangkan bendera hitam, putih, hijau dan merah, yang dinilai bela
Palestina.
Ketua Umum PBNU KH Said Aqil Siroj menilai persepsi itu dengan bijaksana. "Mereka yang bilang kita tidak membela Palestina itu tidak pernah baca sejarah. Tidak perlu ditanggapi," kata Kang Said belum lama ini.
Sementara Rais Syuriyah PBNU KH Hasyim Muzadi menanggapinya dengan seloroh, "Isreal itu sudah terkutuk dari sononya. Jadi tidak perlu dikutuk."
Benar kata Kang Said mereka yang menilai NU tidak aktif mendukung Palestina tidak tahu sejarah, setidaknya sejarah yang dicatat KH Zaifuddin Zuhri dalam "Guruku Orang-orang dari Pesantren".
Dalam buku itu, Kiai Haji Saifuddin Zuhri menulis bahwa ulama NU meminta umat Islam Indonesi untuk melaksanakan qunut Nazilah. Qunut Nazilah dilaksanakan ketika sebuah negeri atau wilayah menghadapi kegentingan dan bencana, juga sebagai protes atas diresmikannya Israel sebagai negara (1947) oleh PBB, yang didalangi Amerika Serika dan Soviet. NU juga minta Bung Karno agar pemerintahannya mendesak PBB agar meninjau ulang keputusannya itu.
Sembilan tahun sebelum itu, tepatnya pada tanggal 12 Nopember 1938, PBNU meminta pada seluruh partai dan organisasi Islam di Indonesia serta pada Pucuk Pimpinan Warmusi (Wartawan Muslimin Indonesia) di Medan, agar memberikan sokongan moral dan meteriil pada para pejuang Palestina dalam membela tanah air mereka.
Sepanjang tahun, umat Islam melakukan qunut Nazilah tiap sembayang wajib, lima kali sehari.
Seruan PBNU itu bikin Belanda marah. KH Machfuzh Shiddqi, salah satu ketua PBNU yang waktu itu ada di Surabaya, pada tanggal 27 Januari 1939 dipanggil ke Jakarta oleh Hoofdparket (kepala jaksa) Belanda. Kepala Jaksa bilang kepada Kiai Machfuzh bahwa Belanda melarang qunut Nazilah untuk Palestina. []
(Hamzah Sahal)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar