Selasa, 17 Maret 2015

(Ngaji of the Day) Orang Fasiq Jadi Imam



Orang Fasiq Jadi Imam

Seringkali para ustadz dan guru mengibaratkan Imam sebagai supir. Karena posisinya yang berada di depan dan memimpin perjalanan ibadah shalat. Dalam keadaan longgar imam biasa dipilih dan ditentukan dengan berbagai kriteria. Dipiliha diantara mereka yang paling banyak memiliki kelebihan. Baik kelebihan umur (paling tua), kelebihan ilmu (paling alim), paling zuhud dan seterusnya. Oleh karena itulah takmir masjid biasa menentukan Imam dengan musyawarah dan penilaian yang ketat.

Akan tetapi dalam keadaan tertentu dimana tidak ada pilihan, maka syarat lelaki menjadi satu-satunya syarat utama yang tidak tergugurkan. Malasahnya kemudian bagaimanakah jika lelaki itu seorang fasiq? Yang masih suka minum barang haram, suka berdusta atau bahkan melanggar norma sosial? Apakah bisa di terima? Bisa tetapi hukumnya Makruh demikian keterangan dalam Fathul Mu’in pada Hamisy I’anatut Thalibin:

وكره اقتداء بفاسق و مبتدع

Dan dihukumi makruh mengikuti (berimam kepada) orang fasik dan ahli bid’ah.

Demikian karena filosofinya bahwa imam adalah ketua rombongan yang menghantarkan jama’ah menuju Allah swt. meskipun terkadang imam itu benar-benar hanya berlaku sopir yang cuma mengerti tehnik operasional kendaraan. Sedangkan pemandu adalah mereka yang berpengalaman dan mengerti jalur atau mereka yang telah mengantongi alamat yang benar, merekalah penunjuk jalan sebenarnya. Penunjuk jalan ini tidak harus imam, bisa siapa saja yang kebetulan ada dalam rombongan jama’ah. Inilah kelebihan shalat berjama’ah.

Shalat sendiri bagaikan perjalanan seorang diri. Perjalanan ini bisa sampai pada tujuannya jika mengerti alamat dan konsentrasi tidak mudah tergoda dengan berbagai macam pikiran. Kita bisa mengukur diri sendiri berapa persenkah konsntrasi kita pada satu kali shalat? Sedangkan berjama’ah seperti halnya berjalan bersama rombongan. Meskipun sopir hanya mengandalkan tehnik mengperasikan kendaaran tetapi sebagian penumpang ada yang tahu persis kemana arah dan alamt tujuan. Sehingga penumpang lain yang tidak bisa menyupir dan tidak berpengalaman sampai juga pada alamat tujuan.

Akan tetapi jauh lebih baik jika seorang imam selain memiliki ketrampilan praktis juga mempunyai pengalaman dalam memimpin perjalanan ini. Demikian keterangan sebuah hadits yang berbunyi:

إِنْ سَرَّكُمْ أَنْ تُقْبَلَ صَلاتُكُمْ ، فَلْيَؤُمَّكُمْ خِيَارُكُمْ  فانهم وفدكم فيما بينكم وبين ربكم  

Jika kamu ingin shalatmu diterima hendaklah yang mengimami itu adalah orang-orang baik, karena dia itu adalah delegaasi antara kamu dan tuhan kamu.

Maka sebaiknya dalam keadaan yang memungkinkan pilihlah imam sesuai anjuran Rasululah saw. []

Sumber: NU Online

Tidak ada komentar:

Posting Komentar