Senin, 04 Januari 2021

Zuhairi: Suka-Cita Natal di Timur-Tengah

Suka-Cita Natal di Timur-Tengah

Oleh: Zuhairi Misrawi

 

Natal adalah momen kebahagiaan dan kedamaian di Timur-Tengah. Umat Kristiani di seantero dunia juga merayakan hari suci tersebut. Natal tahun ini berbeda dengan perhelatan tahun-tahun sebelumnya karena dilalui di tengah pandemi. Meskipun demikian, mereka tetap menyambut Natal dengan suka-cita, penuh makna, dan gegap-gempita.

 

Tidak seperti yang dibayangkan banyak orang selama ini, hampir semua negara di Timur-Tengah terdapat umat Kristiani. Kisah tentang umat Kristiani tersebut diabadikan di dalam Alkitab dan al-Quran. Bahkan menurut Philips K Hitty dalam The History of Arabs, kehadiran umat Kristiani sudah ada jauh sebelum Islam, karena hakikatnya Yesus lahir di Bethlehem dan murid-muridnya berasal dari bumi para Nabi. Arab yang selama ini kita pahami sebagai Islam tidak selamanya absah, karena Arab adalah entitas kebudayaan yang mempersatukan agama-agama samawi: Yahudi, Kristen, dan Islam. Mereka dipersatukan bahasa, tradisi, geografi, dan lain-lain.

 

Di jalur Gaza, yang selama ini kita kenal sebagai basis gerakan Hamas, rupanya ada sekitar 1.000 umat Kristiani di sana. Mereka juga mengalami penderitaan yang sama, sebagaimana dirasakan mayoritas warga Gaza yang Muslim. Saat Gaza digempur, yang meluluhlantakkan rumah-rumah warga, mereka juga menjadi korban dari kebrutalan tentara Israel. Ketika Gaza menangis dan menderita, maka umat Kristiani di sana juga mengalami derita yang sama, sebagaimana umat Islam.

 

Banyak yang tidak tahu bahwa umat Kristiani juga menjadi warga di seantero Timur-Tengah. Mereka lahir, besar, dan mengakhiri hayatnya di Timur-Tengah. Mereka juga menggunakan bahasa Arab dalam kehidupan sehari-hari. Sebab itu, jangan kaget jika umat Kristiani di Timur-Tengah juga melafazkan kalimat subhanallah, alhamdulillah, assalamu'aikum, biidznillah, dan lain-lain.

 

Setiap Natal, umat Kristiani di Timur-Tengah merupakan warga yang paling bersuka-cita. Mereka kerap merayakannya di Bethlehem, tempat kelahiran Yesus, yang berada di Tepi Barat. Kawasan tersebut masih berada di bawah Otoritas Palestina. Mahmud Abbas, Presiden Palestina selalu hadir dalam perayaan Natal di Bethlehem.

 

Umat Kristiani yang berada di seantero Timur-Tengah juga menjadikan perayaan Natal sebagai momen sakral dengan berbondong-bondong berziarah ke Bethlehem, dan menyusuri jejak-jejak Yesus di Palestina. Umat Kristiani yang tinggal di Gaza juga meluangkan waktu selama perayaan Natal untuk merayakannya di tanah kelahiran sosok agung itu.

 

Momen yang ditunggu-tunggu oleh umat Kristiani di Timur-Tengah dan seantero dunia adalah perayaan Natal di Bethlehem, yang biasanya disiarkan langsung di media nasional dan internasional. Mereka ingin merasakan momen bersejarah bagi peradaban manusia, sehingga ajaran cinta-kasih dan damai berkecambah subur di muka bumi, membentang dari Timur hingga Barat.

 

Kita semua maklum, Timur-Tengah menjadi kawasan yang dalam sejarahnya berlumuran darah. Konflik, perang, dan kekerasan menjadi teater yang kerap dipertontonkan kepada warga dunia. Namun, mereka tidak pernah kehilangan harapan untuk menemukan kembali jalan damai, karena mereka mempunyai sumber inspirasi yang melimpah, yang jejaknya ditulis dengan tinta emas oleh Nabi Ibrahim dan keturunannya.

 

Dari Ishaq, lahirlah Nabi Musa dan Nabi Isa. Sedangkan dari Ismail, lahirlah sosok agung Nabi Muhammad SAW. Umat agama-agama samawi ini, pada akhirnya disebut sebagai agama-agama Ibrahim (Abrahamic religions). Mereka adalah keluarga besar yang mempunyai sejarah manis di masa lampau. Al-Azhar membentuk komunitas agama-agama, yang dikenal "rumah besar umat agama-agama" atau dalam bahasa Arab disebut dengan Bayt al-'Ailah.

 

Pemandangan tersebut menyebabkan perayaan Natal di Timur-Tengah tidak hanya dirayakan oleh umat Kristiani, melainkan juga dirayakan oleh umat Islam.Mereka tidak hanya mengucapkan selamat Natal kepada umat Kristiani, tetapi juga mengunjungi gereja dan mengikuti misa Natal, sebagaimana dilakukan oleh Presiden Palestina, Mahmud Abbas.

 

Bagi warga Muslim di Timur-Tengah, mengucapkan selamat Natal dan turut serta merayakannya menjadi bagian dari budaya yang mempererat persaudaraan dan toleransi. Mereka hidup di tengah-tengah budaya toleransi yang kukuh sejak masa lampau. Al-Quran menyebut umat Kristiani sebagai Ahlul Kitab atau umat yang meyakini Alkitab, yang di dalamnya terdapat petunjuk dan cahaya (QS. Al-Maidah [5]: 46).

 

Setahu saya, hanya ada satu negara yang berpandangan eksklusif dengan melarang mengucapkan selamat Natal dan menghadiri perayaannya, yaitu Arab Saudi. Wahabisme memang sangat keras terhadap paham Kristen, karena mereka mempedomani pemikiran Ibnu Taymiah yang dihantui bayang-bayang Perang Salib di masa lampau.

 

Jadi, paham yang keras, kaku, dan rigid yang selama ini dijadikan pedoman untuk mengharamkan ucapan selamat Natal adalah mereka yang berpedoman pada Wahabisme Arab Saudi. Paham ini yang kemudian digunakan oleh kelompok ekstremis dan teroris. Itu pun Arab Saudi pelan-pelan mulai memoderasi Wahabisme, karena paham ini sudah tidak relevan lagi dengan konteks kekinian.

 

Tahun ini, perayaan Natal di Timur-Tengah tidak semeriah tahun-tahun sebelumnya, karena bersamaan dengan suasana pandemi. Umat Kristiani memilih untuk melaksanakan ibadah dan misa Natal secara daring. Hampir sebagian besar negara-negara di Timur-Tengah masih berada dalam suasana karantina, karena dalam beberapa minggu terakhir pandemi masih terus mengalami peningkatan.

 

Meskipun demikian, mereka tidak kehilangan suka-cita. Mereka menjadikan momen Natal untuk membangkitkan kembali harapan dengan menghadirkan kembali pesan kedamaian dan perdamaian di Timur-Tengah dan seantero dunia. Pandemi mengajarkan banyak hal, terutama meneguhkan kembali perdamaian dan cinta-kasih pada sesama.

 

Lebih-lebih di Timur-Tengah yang masih berjuang untuk bangkit dari keterpurukan akibat konflik dan perang yang berkepanjangan. Umat Kristiani menjadi korban dari perseteruan politik yang tiada berujung itu. Mereka kerapkali menjadi target sasaran kelompok ekstrem dan teroris. Namun, mereka tidak pernah kehilangan harapan, bahwa spirit Natal akan selalu hadir, karena Yesus membawa pesan cinta-kasih pertama kali di Timur-Tengah, lalu disebarluaskan ke seantero dunia. Karenanya, spirit Natal selalu relevan sepanjang masa. []

 

DETIK, 25 Desember 2020

Zuhairi Misrawi | Cendekiawan Muslim, analis pemikiran dan politik Timur-Tengah di The Middle East Institute, Jakarta

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar