Pondok Pesantren Al
Mizan, Langensari, Ciborelang, Jatiwangi, Majalengka – Jawa Barat
Sejarah
Karena keinginan
tersebut mulai menampakkan hasil dan resfon masyarakat mulai muncul, maka pada
tahun 1992 dirintis berdirinya Taman Kanak-Kanak Al-Quran dan Taman Pendidikan
Al-Quran (TKA-TPA) oleh (Alm.) KH. Muhammad Taufiq Firdaus dengan jumlah siswa/i
± 200 orang, dan Al-Hamdulillah sampai saat ini lembaga tersebut semakin
berkembang dan maju.
Tidak lama sesudah
berdirinya TKA-TPA yaitu sekira tahun 1995, di sekitar rumah Haji
Muhammad Kosim Fauzan dirintis berdirinya Majlis Ta’lim ibu-ibu, Shalat
Jumat, dan Pengajian Santri Kalong oleh KH. Maman Imanulhaq Faqieh dan KH.
Ahmad Fauzi dengan nama Ath-Thoyyibah. Baru tahun 1999 pengajian tidak hanya
diperuntukkan bagi santri kalong (santri yang hanya mengaji saja dan setelah
itu pulang ke rumah/tidak tidur di pesantren), akan tetapi mulai menerima
santri pelajar yang mukim (mondok) di AL-MIZAN, yaitu dengan jumlah
santri/siswa 50 orang. Kemudian di tahun ini pula dibentuk Pengajian Muhasabah
dibeberapa kota di Jawa Barat dan SII (Studi Islam Intensif) yang kesemuanya
itu diprakarsai oleh KH. Maman Imanulhaq Faqieh, ustadz Ramdhan, dan pak
Hamdan.
AL-MIZAN —yang
diambil dari salah satu nama Al-Quran mempunyai arti: timbangan, keadilan, atau
keseimbangan (QS.55:7), direfleksikan sebagai ikhtiar dalam membangun tradisi
keilmuan dengan meletakkan pengetahuan agama sebagai mainstream serta menyusun
strategi budaya yang adiluhung. Sehingga kreativitas dalam budaya dan tradisi
masyarakat mampu menjadi kekuatan untuk mencerdaskan dan memberdayakan
masyarakat dalam melakukan perubahan (change) yang ada dalam struktur
masyarakat yang pluralisme (beragam), dengan mengusung gagasan-gagasan
strategis, yaitu: 1) mempertemukan sejumlah pemikiran kritis yang emansipatoris
dan ekploratif, 2) merekonstruksi nilai-nilai keberagamaan dan keberimanan
dalam konteks yang lebih luas dan majemuk, dan 3) menjalin kerja sama yang
sinergis antar komponen masyarakat dengan semangat saling mencintai,
menghargai, dan menguntungkan (simbiosis mutualisme).
Untuk memenuhi
legalitas formal, maka pada tahun 2000 dihadapan Notaries Nono Subarno, SH
dibentuklah Badan Penyelenggara Pendidikan di Al-Mizan dengan nama YAYASAN
AL-MIZAN dengan moto: “Mengibarkan Panji Cinta Sejati dan Persaudaraan Abadi.”
Tujuan
1.
Mendirikan lembaga-lembaga yang
berhubungan dengan keagamaan, misalnya pondok pesantren, madrasah, majlis
ta’lim, kursus-kursus, lembaga keuangan syari’ah dan lain-lain.
2.
Menyelenggarakan pendidikan formal dan
non formal bernafaskan Islam.
3.
Menjalin hubungan kerja sama dengan
badan-badan atau lembaga-lembaga lain, baik pemerintah maupun swasta di
dalam negeri maupun luar negeri secara dinamis, efektif, dan terarah.
4.
Mengadakan usaha-usaha dalam bidang
sosial kemasyarakatan antara lain: panti asuhan, pengayoman anak-anak fakir
miskin dan memberi beasiswa serta santunan kepada orang orang lanjut usia.
5.
Mengadakan usaha-usaha lainnya yang
halal sesuai dengan azas dan tujuan yayasan Al-Mizan.
Visi dan Misi
VISI
Menjadi Lembaga
Dambaan Ummat Yang Profesional dan Amanah
MISI AGAMA
Berupaya membentuk
masyarakat rabbani, yaitu
mesyarakat yang senantiasa ada dalam ridlo dan magfiroh Allah SWT.
MISI
SOSIAL-KEMASYARAKATAN
Berupaya membentuk
manusia Indonesia yang berkualitas dalam segala bidang kehidupan, terutama pendidikan,
sosial kemasyarakatan dan ekonomi yang berwatak, bersikap mandiri dan aktif
melaksanakan amar ma`ruf nahi munkar.
MISI KEBANGSAAN
Terlaksananya tujuan
pemnbangunan bangsa Indonesia demi terwujudnya keadilan dan kemakmuran yang
merata.
Pandangan Terhadap
HAM, Demokratisasi, Isu Perempuan, dan Pluralisme
Pondok pesantren Al
Mizan adalah pondok pesantren yang berpandangan progresif. Hal ini tampak dari
pemilihan nama Al Mizan. Nama Al Mizan diambil dari salah satu nama Al-Quran
mempunyai arti: timbangan, keadilan, atau keseimbangan (QS.55:7). Term tersebut
direfleksikan sebagai ikhtiar dalam membangun tradisi keilmuan dengan
meletakkan pengetahuan agama sebagai mainstream serta menyusun strategi budaya
yang adiluhung. Dengan begitu, tradisi dan budaya yang terdapat di tengah
masyarakat mampu menjadi kekuatan dalam melakukan perubahan dalam struktur
masyarakat plural. Hal ini dilakukan dengan mengusung ideide strategis, yaitu:
1) mempertemukan sejumlah pemikiran kritis yang emansipatoris dan ekploratif,
2) merekonstruksi nilai-nilai keberagamaan dan keberimanan dalam konteks yang
lebih luas dan majemuk, dan 3) menjalin kerja sama yang sinergis antar komponen
masyarakat dengan semangat saling mencintai, menghargai, dan menguntungkan
(simbiosis mutualisme).
Ide-ide yang diusung
oleh Al Mizan bukan lagi ide yang up in the air atau mengawang-awang. Ide-ide
tersebut sudah berada pada tahap impelementasi dalam keseharian dan
kegiatan-kegiatan Al Mizan. Intergrasi nilai-nilai pluralisme, demokrasi dan
kesetaraan tamPak pada keseharian santri Al Mizan. Santri-santri menyadari
bahwa kemajemukan adalah suatu keniscayaan yang tidak mungkin dihindari.
Sehingga perbedaan itu perlu dilihat sebagai suatu hal yang positif. Untuk
mempromosikan nilai-nilai pluralisme dan mengenalkan ide ini kepada santri dan
masyarakat sekitar, pesantren seringkali mengadakan dialog antaragama dengan
menghadirkan berbagai pemeluk agama dan duduk bersama di dalam masjid
Kehidupan di
Pesantren Al Mizan
Lokasi
Kabupaten Majalengka,
yang menjadi salah satu wilayah pelaksanaan program ini terletak berbatasan
dengan Kabupaten Indramayu di utara, Kabupaten Cirebon dan Kabupaten Kuningan
di timur, Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Tasikmalaya di selatan, serta Kabupaten
Sumedang di barat. Perjalanan dari Jakarta menuju Majalengka dengan
transportasi umum menempuh sekitar sembilan jam. Kabupaten Majalengka merupakan
perlintasan transportasi antarprovinsi Jawa Barat dan Jawa Tengah melalui jalur
selatan. Kota Majalengka bukanlah kota besar seperti Jakarta atau Bandung.
Bahkan melihat kondisi fisik kota Majalengka, tampaknya masih lebih maju
daripada Kota Bogor. Melihat fisik bangunan di Kota Majalengka, muncul kesan
bahwa kabupaten Majalengka adalah kota kecil yang bersahaja. Di sana tidak akan
ditemui gedung pencakar langit. Bahkan kota tidak semarak oleh jajaran
mall-mall atau pusat perbelanjaan seperti di kota-kota lain. Namun begitu, kota
kecil ini cukup bersih.
Dengan menaiki bus
dari Jakarta ke jurusan Cirebon, kita akan melintasi kecamatan Jatiwangi,
lokasi Pondok Pesantren Al Mizan. Tepatnya di Desa Ciborelang. Kecamatan
Jatiwangi termasyhur dengan industri genteng. Meski demikian, industri ini
tidak kemudian menjadikan Majalengka menjadi kota dengan kesejahteraan di atas
rata-rata dibandingkan dengan kabupaten-kabupaten lain di Jawa Barat. Dengan
kondisi demikian dan juga kondisi alam pegunungan, akses telekomunikasi juga
menjadi terbatas. Bahkan di salah satu pesantren yang peneliti kunjungi,
wilayah tersebut belum dijangkau jaringan Telkom. Hal ini disebabkan karena
jauhnya jarak pesantren dari jalan utama. Akses internet hanya dapat ditemui di
pusat Kota Majalengka yang jumlahnya bisa dihitung dengan jari, dan hanya
memiliki jumlah unit komputer terbatas, yaitu sekitar 10 komputer per warnet.
Pondok
Pendirian Pondok
Pesantren Al Mizan berawal dari keinginan luhur keluarga Haji Muhammad Kosim
Fauzan dan istri, Hj. Ummi Kultsum, untuk mengembangkan dakwah Islam sekaligus
menjadi benteng akidah umat dari kecenderungan materialisme di masyarakat dan
dekadensi moral di kalangan generasi muda. Keinginan luhur ini dimanifestasikan
dengan dibangunnya Masjid dan Madrasah Diniyah (MD) serta mengirimkan
putera-puterinya ke pondok-pondok pesantren di Jawa Barat, Jawa Tengah, dan
Jawa Timur. Karena keinginan tersebut mulai menampakkan hasil dan respons
masyarakat pun baik, maka pada tahun 1992 dirintis berdirinya Taman Kanak-Kanak
Al-Quran dan Taman Pendidikan Al-Quran (TKA-TPA) oleh (Alm.) KH. Muhammad
Taufiq Firdaus dengan jumlah siswa/i ± 200 orang, dan Al-Hamdulillah sampai
saat ini lembaga tersebut semakin berkembang dan maju.
Tidak lama sesudah
berdirinya TKA-TPA yaitu sekitar tahun 1995, tak jauh dari rumah Haji Muhammad
Kosim Fauzan dirintis berdirinya Majlis Ta’lim ibu-ibu, Shalat Jumat, dan
Pengajian Santri Kalong oleh KH. Maman Imanulhaq Faqieh dan KH. Ahmad Fauzi
dengan nama Ath-Thoyyibah. Baru tahun 1999 pengajian tidak hanya diperuntukkan
bagi santri kalong (santri yang hanya mengaji saja dan setelah itu pulang ke rumah/tidak
tidur di pesantren), akan tetapi mulai menerima santri pelajar yang mukim
(mondok) di Al Mizan, yaitu dengan jumlah santri/siswa 50 orang. Kemudian di
tahun ini pula dibentuk Pengajian Muhasabah di beberapa kota di Jawa Barat dan
SII (Studi Islam Intensif) yang kesemuanya itu diprakarsai oleh KH. Maman
Imanulhaq Faqieh, ustadz Ramdhan, dan Pak Hamdan. Untuk memenuhi legalitas
formal, maka pada tahun 2000 dihadapan Notaris Nono Subarno, SH dibentuklah
Badan Penyelenggara Pendidikan di Al Mizan yaitu dengan nama Yayasan Al Mizan
dengan moto: “Mengibarkan Panji Cinta Sejati dan Persaudaraan Abadi.”
KH. Maman Imanulhaq
Faqieh sebagai pengasuh pondok pesantren merupakan sosok yang unik. Beliau
akrab dipanggil dengan sebutan Kang Maman. Dengan pandangan progresif, beliau
juga tetap mempertahankan tradisi. Kang Maman terkenal sebagai sosok yang
moderat. Beliau bersama pesantren berupaya dalam mempromosikan nilai-nilai
pluralisme, yang tentunya masih sangat langka di Kabupaten Majalengka, yang
adalah kota kecil yang cenderung terisolasi, begitulah pengakuan Kang Maman.
Meski menurut Pak Arif, staff pengajar di Al Mizan, Kang Maman seringkali
mendapatkan pertentangan dari pihak-pihak yang tidak setuju dengan Kang Maman,
namun usaha Kang Maman untuk menyebarkan nilai-nilai perdamaian tidak pernah
surut. Penentangan tersebut biasanya berasal dari kelompok-kelompok Muslim
tertentu yang cenderung kepada fundamentalis, yang menurut Pak Arif, cukup
solid di Majalengka. Untuk mempromosikan nilai-nilai pluralisme dan perdamaian,
Kang Maman menggunakan jalur seni dan dialog. Di pesantren seringkali diadakan
pementasan seni seperti, gamelan dan juga barongsai.
Selain itu, dialog
antaragama sudah beberapa kali diadakan di pesantren. Pesantren sering pula
kedatangan tamu-tamu yang berasal dari tokoh-tokoh nasional seperti Ibu Santi
Nuriah Abdurrahman Wahid, Ratna Sarumpaet dan lain-lain, bahkan tokoh asing
seperti Martin van Bruinessen.
Untuk menanamkan
nilai-nilai tersebut di kalangan santri, Kang Maman melakukannya dengan
melibatkan santri sebagai panitia dalam even-even besar di pesantren. Dari situ
santri akan bertanya-tanya dan menemukan jawaban, mengapa dialog antaragama
diperlukan dan bagaimana pentingnya menjalin harmoni antarpemeluk agama yang
berbeda-beda. Hal ini diakui oleh seorang santri yang juga menjadi staff di
yayasan Al Mizan, menurutnya, awalnya ia merasa aneh dengan yang dilakukan Kang
Maman, akan tetapi setelah ia melihat dan terlibat langsung, baru ia mengerti.
Sama halnya dengan Yanti dan Wahyu dua santri Al Mizan, mereka tidak lagi
melihat perbedaan agama sebagai sesuatu yang menghalangi mereka untuk dapat
berinteraksi dan bekerjasama. Bahkan saat ini, di pesantren ada seorang guru
bahasa Mandarin yang beragam Budha dari etnis Tionghoa yang mengajarkan bahasa
Mandarin.
Mengenai sistem
pembelajaran, Pondok Pesantren Al Mizan adalah pondok pesantren plus yang tidak
hanya menyelenggarakan pendidikan pesantren, seperti pengkajian kitab kuning,
tetapi juga menyelenggarakan pendidikan formal dari tingkat Taman Kanak-kanak
sampai dengan Sekolah Menengah Umum (SMU). Santri Al Mizan diberi kebebasan
untuk memilih dimana mereka akan bersekolah. Akan tetapi, mayoritas memilih
untuk sekolah di sekolah yang dikelola oleh pesantren. Siswa-siswa yang
bersekolah di sekolah tesebut tidak seluruhnya mukim di pesantren, dan mereka
notabene berasal dari masyarakat sekitar pesantren. Sekolah yang dikelola
pesantren dari TK sampai MTs menginduk ke Departemen Agama. Sedangkan untuk
SMU, menginduk ke Departemen Pendidikan Nasional. Aktivitas belajar di sekolah
dilaksanakan sejak pagi hingga sore hari, seperti sekolah-sekolah pada umumnya.
Sedangkan pengajian kitab dilaksanakan setiap selesai sholat maghrib dan
setelah sholat shubuh.
Santri Pondok
Pesantren Al Mizan terdiri dari santri mukim dan non mukim. Santri mukim
berarti santri yang tinggal di kobong/asrama pesantren. Akan tetapi,
santri-santri yang menetap di kobong tidak selalu santri yang bersekolah formal
di sekolah yang diselenggarakan oleh pesantren. Beberapa santri memilih untuk
sekolah di luar pesantren. Mengenai hal ini, pesantren sama sekali tidak merasa
berkeberatan apabila santri lebih memilih bersekolah di luar. Santri yang
bersekolah di luar sama sekali tidak dibedakan dengan santri lain. Mereka tetap
wajib mengikuti kegiatan pesantren dan berkesempatan terlibat dalam event-event
yang diorganisir oleh pesantren. Jumlah santri yang menetap di asrama adalah
sebanyak 51 orang, yang terdiri dari 28 laki-laki dan 23 perempuan. Jumlah
santri yang tidak mukim lebih banyak dari jumlah tersebut di atas. Komposisi
santri tidak mukim terdiri dari murid-murid sekolah formal dari tingkat Taman
Kanak-kanak (TK), Madrasah Diniyah (MD), Madrasah Tsanawiyah (MTs) dan Sekolah
Menengah Umum (SMU) yang jumlah nya 336 siswa. Terdiri dari 122 siswa Madrasah
Diniyah, 45 siswa Raudhatul Athfal, 59 Siswa TK-TPA, 184 siswa MTs dan 36 orang
siswa SMU.
Meski ada dari
sebagian masyarakat yang kontra terhadap ide-ide Al Mizan, tetapi hubungan
pesantren dengan masyarakat pada umumnya baik. Dan belum pernah ada santri yang
ditarik dari pesantren karena ide-de yang dipromosikan oleh pesantren.
Pesantren seringkali mengadakan kegiatan dengan mengundang masyarakat. Selain
itu, majelis ta’lim yang diadakan di pesantren juga mendapat apresiasi yang
sangat baik dari masyarakat. Setiap pengajian yang diadakan, masyarakat yang
hadir mencapai 50-150 orang. Sistem pendidikan di Pesantren Al Mizan juga
diakui baik oleh masyarakat. Bahkan menurut ibu Widya yang menyekolahkan
anaknya di RA Al Mizan, RA Al Mizan adalah RA terbaik di Ciborelang. Sehingga
ia tidak ragu untuk menyekolahkan anaknya di sana.
Seringkali kualitas
suatu lembaga pendidikan dihubungkan dengan latar belakang pendidikan
guru-gurunya. Guru-guru di Pesantren Al Mizan yang jumlahnya 40 orang mayoritas
lulusan perguruan tinggi, baik D1, D3, S1 dan S2 dari berbagai bidang. Untuk
infrastruktur bangungan, sebetulnya bangunan sekolah di Al Mizan masih sangat
terbatas. Sehingga, kegiatan belajar mengajar tidak selalu dilakukan di dalam kelas,
tetapi juga di masjid ataupun di bawah pohon. Begitupula dengan perpustakaan.
Perpusatakaan di pesantren memiliki jumlah buku yang sangat minim sekali.
Hingga saat ini pesantren masih belum memiliki laboratorium, baik itu
laboratorium IPA, bahasa maupun komputer. Komputer yang diperuntukan untuk
siswa baru berjumlah 2 unit. Sehingga siswa dalam mempelajari komputer lebih
kepada teori dan belum sampai praktik. Padahal santri sangat berpotensi dan
ingin sekali menguasai keahlian komputer. Sehingga mereka akan sangat bersyukur
ketika ada pihak yang mau memberikan bantuan internet ke pesantren.
Mengenai hubungan
dengan pemerintah, pesantren Al Mizan melakukan kerjasama-kerjasama baik dalam
penyelenggaraan pendidikan, yang dilakukan dengan Depag, maupun dalam hal
agribisnis. Pesantren pernah mendapatkan bantuan dari Departemen Koperasi dan
Usaha Kecil Menengah (UKM) berupa peternakan dan bibit jambu merah, yang
sekarang akan dikembangkan untuk produksi jus jambu merah, yang arealnya sudah
dipersiapkan. Dalam hal ini, pesantren tidak hanya melibatkan pihak-pihak
yayasan saja, tetapi juga santri. Pesantren mengirim dua santrinya untuk
mengikuti pelatihan pembuatan jus jambu merah yang diselenggarakan oleh
Departemen Koperasi dan UKM. Selain itu pesantren juga pernah bekerja sama
dengan Departemen Pemberdayaan Perempuan untuk mengadakan pelatihan kesetaraan
jender.
Pesantren Al Mizan
memiliki dua sumber pembiayaan utama yaitu Rumah Makan Langen Sari milik
pendiri pesantren Haji Muhammad Kosim Fauzan dan Hj. Ummi Kultsum. Sumber kedua
adalah dari pribadi pengasuh pesantren KH. Maman Imanulhaq Faqieh. Beliau
membiayai keseluruhan operasional SMU Islam Al Mizan, yang para siswanya tidak
ditarik biaya sekolah/gratis. Untuk MTs, pembiayaan operasional selain berasal
dari sumber-sumber tersebut di atas, pesantren mendapatkan bantuan dari
pemerintah melalui program Bantuan Operasional Sekolah (BOS). [*****]
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar