Akuan
Besar Vs Realitas yang Getir (I)
Oleh:
Ahmad Syafii Maarif
Resonansi
ini bukan untuk mendorong orang jadi pesimistis menatap masa depan yang
sepenuhnya berada di tangan umat ini. Jika kadang-kadang terasa nada pesimisme
dalam tulisan saya, tujuannya tunggal: agar kita sadar dan mau berubah ke arah
kondisi yang lebih baik dan lebih adil. Islam berdasarkan Alquran adalah sebuah
agama yang punya akuan besar untuk kemuliaan dan kehebatan manusia dibandingkan
dengan makhluk mana pun (lih. misalnya s. al-Isrâ’: 70; al-Tîn: 4). Lebih dari
itu, Alquran s. al-Taubah: 33 dan s. al-Shaff: 9 dengan redaksi yang persis
sama, menegaskan bahwa Islam mesti lebih unggul dibandingkan dengan agama mana
pun. Kita kutip maknanya: “Dialah yang telah mengutus rasulnya dengan membawa
petunjuk dan agama kebenaran agar mengungguli semua agama [yang lain),
sekalipun orang-orang musyrik tidak menyukainya.”
Dua ayat
pertama adalah gambaran tentang keperkasaan umat manusia secara umum, beriman
atau tidak beriman. Untuk menjadi perkasa itu terbuka buat semua orang, asal
syarat-syaratnya dipenuhi dengan menggunakan anugerah Allah berupa akal, rasa,
dan ketrampilan secara maksimal melalui penguasaan hukum-hukum alam yang dapat
dipelajari. Semua manusia dilengkapi dengan anugerah ini, tanpa kecuali. Agama
di sini tidak menjadi syarat. Ilmu dan teknologi adalah capaian manusia yang
spektakuler, dengan sisinya yang positif dan sisinya yang merusak, tergantung
kepada si penggunanya. Dalam penggunaan ini, agama dan pertimbangan moral
menjadi sangat mustahak.
Sekarang,
layangkanlah pandangan ke dunia Muslim dengan jumlah penduduk sekitar 1,6
miliar manusia, bertebaran di seluruh keping bumi. Ada sedikit yang makmur dan
kaya raya, bukan karena penguasaan ilmu dan teknologi, tetapi karena pemberian
alam yang melimpah. Apakah di bumi Muslim yang kaya ini terwujud keadilan dan
kebebasan manusia? Jawabannya pasti negatif. Penguasa dan sebagian ‘ulama
cenderung memperlakukan rakyatnya sebagai hamba yang selalu taat. Fenomena
Musim Semi Arab yang gagal itu adalah bukti teranyar dari ketidakpekaan elite
mereka. Saya gagal memahami elite Suria: penguasa dan pihak oposisi, sama-sama
tega membiarkan rakyatnya dalam jumlah jutaan “berkeliaran” mencari tempat
berlindung ke berbagai negara. Ini adalah krisis kemanusiaan yang terparah
pasca Perang Dunia II.
Barangkali,
ketertinggalan di ranah ilmu dan teknologi tidak akan menjadi masalah yang
terlalu besar, asal prinsip keadilan, moral, dan kebersamaan dirasakan oleh
seluruh anggota masyarakat. Yang sedang berlaku adalah: ilmu dan teknologi
berada pada tingkat yang rendah, sedangkan keadilan dan moral juga jauh
kenyataan. Para elite sibuk dan manja dengan kekuasaannya, rakyat jelata
diperlakukan sebagai setengah manusia. Coba tunjukkan kepada saya: bangsa
Muslim mana sekarang yang dapat dijadikan contoh tentang tegaknya keadilan dan
unggulnya moralitas?
Ceramah
para khatib dan tuturan para muballigh telah lama kehilangan daya pikatnya.
Sebagian malah biasa menghibur umat yang menderita dan tekapar di bumi dengan
janji-janji surgawi yang nun jauh di sana. Inikah yang bernama “umat terbaik
yang dilahirkan untuk jadi contah manusia lain?” Mari kita bersedia berfikir
tenang, jujur, cerdas, dan berani, mengapa semuanya berlaku? Apakah kita tidak
malu mengaku bahwa Tuhan masih berpihak kepada kita dalam kondisi yang serba
runyam di lingkungan realitas yang getir ini?
Dalam
situasi keos ini, muncullah gerombolan ISIS dan Boko Haram dengan slogan-slogan
palsunya. Tetapi ajaibnya, ada saja Muslim yang percaya dan siap pula untuk
menumpahkan orang lain yang tidak sefaham. Tragedi ini sedang melanda sebagian
bumi Muslim yang malang. Tuan dan puan bisa membayangkan nasib kaum perempuan
dan anak-anak yang mesti meninggalkan kampung halamannya karena ulah kaum
elitenya yang berseteru dan telah lama mati rasa itu.
Firman
Allah pasti benar, tetapi pemahaman terhadap firman itu bisa saja keliru karena
ketidakjujuran dan kelemahan kita dalam memahami sumber agama yang sudah
menyejarah dalam bilangan kurun yang panjang. []
REPUBLIKA,
11 October 2016
Ahmad Syafii Maarif | Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar