Lajnah Pentashih Buku Ajar PAI
Oleh: Azyumardi Azra
Bahwa ada buku ajar Pendidikan Agama Islam (PAI) sejak dari
tingkat SD/MI, SMP/MTs sampai SMA/MA yang mengandung kalimat atau paragraf
paham dan praksis Islam radikal sudah lama menjadi pemgetahuan publik. Tapi
selama itu pula nampak belum ada usaha serius dan sungguh dari instansi
pemerintah—dalam hal ini Kemendikbud dan Kemenag—memperbaiki keadaan.
Kenyataan ini misalnya terlihat dalam penelitian mutakhir Pusat
Pengkajian Islam dan Masyarakat (PPIM) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta. Dalam seminar hasil penelitian akhir September lalu
(29/9/2016), yang menghadirkan Mendikbud Muhadjir Effendy; Muhammad Abduhzen,
pengamat pendidikan; M. Amin Haidari, mantan Direktur PAI Kemenag; dan penulis
Resonansi ini, terungkap bahwa persoalan ini jelas tidak bisa diabaikan.
Penelitian PPIM mengungkapkan adanya buku-buku ajar PAI yang
mengandung paham dan praksis radikal Islam. Jelas paham dan praksis radikal
tidak hanya merupakan penafsiran literal sepihak yang tidak cocok dengan
karakter substantif Islam sebagai agama damai rahmatan lil ‘alamin, juga tidak sejalan
dengan tradisi Islam wasathiyah yang dipahami dan dipraktekkan mayoritas
terbesar umat Islam Indonesia.
Tak kurang pentingnya, adanya paham dan praksis radikal Islam
dalam buku ajar PAI dapat mengancam masa depan Indonesia. Hal ini tak lain
karena paham dan praksis keislaman literal menolak negara-bangsa Indonesia yang
berdasarkan
Pancasila. Sebaliknya paham dan praksis radikal menyerukan
pembentukan dawlah Islamiyah atau khilafah universal atau regional.
Padahal para pemimpin umat Islam Indonesia yang ada dalam ormas
semacam NU, Muhammadiyah dan banyak lagi organisasi serupa di Nusantara sejak
waktu lama telah menyatakan Pancasila final sebagai dasar negara-bangsa
Indonesia. Dengan finalitas Pancasila, tidak ada tempat bagi dasar negara atau
bentuk negara lain semacam dawlah Islamiyah atau khilafah universal atau
regional.
Dilihat dari semua perspektif itu, agak mengherankan jika paham
dan praksis radikal bisa masuk ke dalam buku ajar PAI di seluruh jenjang
pendidikan formal Indonesia. Apakah pihak bertanggungjawab di Kemendikbud dan
Kemenag tidak menyadari hal ini? Apa yang dilakukan mereka yang
bertanggungjawab.
Tanggungjawab memeriksa kandungan buku ajar PAI dan buku ajar
mata-pelajaran lain, ternyata berada bukan pada Kemenag, tetapi pada Pusat
Kurikulum dan Buku (Puskurbuk) Kemendikbud. Adanya penyusupan paham dan praksis
radikal dalam buku ajar mengindikasikan, Puskurbuk tidak menjalankan tugas
dengan baik atau lalai atau mungkin tidak paham mengenai paham dan praksis
radikal yang disisipkan pengarang buku ajar terkait.
Kelalaian atau ketidakseriusan Puskurbuk meneliti naskah buku ajar
PAI sebelum dicetak penerbit kontras dengan upaya serius dan militan dari
penulis buku ajar yang hampir bisa dipastikan menganut paham radikal. Adanya
paham radikal dalam buku ajar PAI tidak bisa disebut sebagai ketidaktahuan atau
ketidakpahaman penulisnya tentang Islam yang mengajarkan kedamaian rahmatan lil ‘alamin;
jelas hal ini kesengajaan yang dilakukan cukup sistematis.
Bukan rahasia lagi, orang-orang berpaham ekstrim dan radikal
sedikitnya dalam dua dasawarsa terakhir berusaha menginfiltrasi dan menguasai
berbagai pranata dan lembaga milik ormas mainstream. Sasaran infiltrasi itu
mulai dari
mushalla, masjid, madrasah, pesantren, sekolah, rumah sakit,
klinik sampai pada rumah penyantunan sosial.
Mengetahui inflitrasi itu dalam waktu yang tidak terlalu lama,
pimpinan nasional Muhammadiyah dan NU segera mengingatkan seluruh fungsionaris
dari pusat sampai desa untuk menjaga lembaga mereka dari penyusupan orang
penganut paham radikal. Tidak diketahui pasti sejauh mana penangkalan infiltrasi
itu berhasil; perlu dilakukan penelitian komprehensif dan saksama.
Karena itu, adanya kalimat dan paragraf yang mengandung paham dan
praksis keagamaan ekstrim bukan urusan sederhana, Masalah ini tidak cukup
dengan menarik buku terkait dari peredaran atau menghilangkan bagian yang
mengandung paham ekstrim dan radikal.
Sebaliknya diperlukan pembacaan, pengkajian dan penelitian
mendalam atas naskah buku ajar PAI sebelum diterbitkan. Tak kurang pentingnya
juga perlu diteliti rekam jejak masing-masing penulis.
Semua ini bisa dilakukan dengan lembaga khusus dengan tugas khas
tadi. Penulis Resonansi ini mengusulkan pembentukan semacam ‘Lajnah Pentashih
Buku Ajar dan Buku Pendamping PAI’. Lajnah ini dibentuk berdasarkan model
‘Lajnah Pentashih Alquran yang sudah lama eksis di lingkungan Balitbang dan
Diklat Kemenag RI.
Hanya dengan Lajnah Pentashih yang mensahkan naskah-naskah yang
ada bebas dari penyusupan paham radikal. Lajnah ini juga dapat membangun data-base mengenai rekam
jejak penulis serta penerbit yang terindikasi berusaha menyebarkan paham dan
praksis radikal melalui buku ajar, khususnya PAI. []
REPUBLIKA, 13 October 2016
Azyumardi Azra | Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Mantan
Anggota Dewan Penasihat Undef (New York) dan International IDEA (Stockholm)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar