Taubatan
Pajak Nasuha secara Bersama
Oleh:
Dahlan Iskan
Apakah
setiap orang yang ikut tax
amnesty berarti selama ini menggelapkan pajak? Banyak yang
menyangka begitu. Tapi belum tentu. Saya misalnya. Sudah merasa membayar pajak
dengan semestinya. Bahkan, perusahaan saya pernah dapat penghargaan pajak. Saya
juga sudah melaporkan daftar kekayaan sejak diangkat menjadi Dirut PLN dulu.
Lalu lapor lagi saat diangkat menjadi menteri BUMN. Tapi, saya tetap bertekad
untuk ikut tax amnesty.
Saya sendiri belum tahu yang mana yang akan saya mintakan pengampunan. Tim sayalah yang akan
mengurus. Yakni mereka yang selama ini mengurus administrasi perpajakan saya.
Saya minta mereka mengkajinya. Siapa tahu ada pembayaran pajak yang kurang
sempurna. Kesempatan tax
amnesty itu harus saya manfaatkan. Ibarat mengucapkan istigfar
untuk dosa yang tidak disadari.
Saya
memang tidak pernah menangani sendiri administrasi perpajakan saya. Itu akan
memakan banyak waktu. Bahkan kalau saya tangani sendiri bisa-bisa malah salah.
Saya tidak hafal peraturan perpajakan yang begitu banyak. Maka soal pajak saya
serahkan saja kepada tim anak buah saya yang ahli. Yang mengerti
perhitungan-perhitungan pajak yang sangat tipikal itu.
Setidaknya,
kalau ikut tax amnesty,
saya bisa merasa lebih tenang ke depan. Tidak akan ditanya-tanya soal pajak.
Kalau hanya ditanya-tanya sih pasti bisa jawab. Tapi repotnya itu lho. Harus
bongkar-bongkar dokumen. Belum lagi kalau ada satu dua lembar dokumen yang ketlisut. Lalu dikira
menyembunyikan. Lalu dikira menggelapkan. Lalu jadi isu politik. Dan isu hukum.
Capek deh.
Kalau
ikut amnesti pajak, sudah ada jaminan: tidak ditanya-tanya lagi. Saya bahkan
punya pikiran baru. Ada baiknya semua pejabat dan mantan pejabat ikut tax amnesty. Bupati, wali
kota, anggota DPR, kalau perlu semua mantan presiden dan mantan wakil presiden,
bahkan presiden dan wakil presiden yang masih menjabat sekalipun ikut tax amnesty.
Termasuk
para pimpinan partai, para ketua umum dan para politikus pada umumnya. Bahkan,
saya pikir para profesional pun harus ikut serta: pengacara, dokter, akuntan,
hakim, jaksa, polisi, ustad-ustad dan kiai ternama, pendeta-pendeta, dan juga
artis. Bersih-bersih bersama. Mumpung ada kesempatan pintu tobatnya dibuka.
Kalau tobat masal itu bisa terjadi, maka tax
amnesty bisa menjadi gerakan yang serentak. Taubatan nasuha di
bidang pajak. Kesan kebersamaannya juga bagus.
Bukankah
para politikus akan cenderung gampang berubah posisi. Satu saat jadi kawan,
saat yang lain bisa jadi musuh. Yang tidak punya lawan pun bisa punya musuh
kalau yang tidak punya musuh itu berkawan dengan lawannya kawan.
Kian
banyak yang ikut tax amnesty
juga kian menyehatkan pejabat pajak. Kesempatan mereka untuk
cari-cari sasaran siapa yang bisa ”digarap” kian tertutup. Saya melihat amnesti
pajak ini
merupakan pertobatan yang penting. Kepada Allah kita biasa diajari harus terus
minta ampun, membaca astaghfirullah,
meskipun kita tidak tahu apakah baru berbuat dosa atau tidak.
Sejak
dulu saya tidak hanya melihat berapa hasil dari uang tebusan pengampunan pajak
ini. Itu hanya salah satu dari sekian banyak hasil penting yang diharapkan.
Hasil lain: kian besarnya basis pajak. Maka saya teriak WOW! ketika membaca
berita bahwa pengusaha besar seperti Murdaya Poo, teman baik saya, sudah
menyatakan diri ikut tax
amnesty. Juga teman saya yang lain seperti Chairul Tanjung. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar