Tidur Sebagai Cara Membaca
Oleh: Emha Ainun Nadjib
Apaan itu si Markesot meledak-ledakkan cambuk? Memangnya film
silat. Kisah khayalan para pendekar. Di abad ke berapa lelaki memakai cambuk
digulung melingkari pinggangnya difungsikan sebagai sabuk. Apa di abad 21 ini
masih ada romantisme Kiai Sabuk Tampar, yang melawan halilintar dengan
meletuskan gemerincing ujung cambuk ke angkasa.
Apaan itu berlari-lari sambil tertawa-tawa. Perilaku siapa yang
seperti itu selain ekspressi orang tak waras. Orang dewasa di zaman kapanpun
dalam sejarah, tidak lazim berperilaku seperti itu. Anak-anak kecil pun tidak
mengekspresikan kebebasan kekanak-kanakannya dengan berlari-lari sambil tertawa-tawa,
kemudian berhenti bertolak pinggang memelototkan mata ke berbagai arah.
Andaikan Markesot hanya tokoh fiktif, tidak sepantasnya juga untuk
diberi adegan menggelikan semacam itu. Tidak ada novel, skrip teater,
tradisional ataupun modern, yang mengarang pelakon yang kalau bicara
seolah-olah seorang filosof. Kalau berkomunikasi sering memakai bahasa orang
terpelajar, tapi berperilaku layaknya gelandangan yang tidak berpendidikan.
Atau preman setengah-setengah yang sok sakti dengan senjata tajam,
meskipun tajamnya hanya di rangkaian besi-besi kecil di ujung cambuk.
***
Pertanyaan, penilaian dan pernyataan seperti itu sama sekali tidak
bisa disalahkan pada siapapun yang melihat Markesot.
Akan tetapi andaikan ada yang benar-benar berjumpa dengannya,
mohon tidak usah melontarkannya kepada Markesot. Bahkan sinar mata dan pancaran
wajah siapapun jangan membuat Markesot mendengar bahwa di dalam hatinya
berbunyi pertanyaan dan pernyataan seperti itu. Markesot jangan dipancing untuk
meluncurkan puluhan argumentasi untuk menjelaskan dan membela apapun yang ia
lakukan.
Dan hendaknya dimafhumi oleh siapapun saja bahwa yang sanggup
melawan argumentasi Markesot hanyalah Markesot sendiri.
Sudahlah diterima saja ia apa adanya. Daripada nanti kerepotan
sendiri harus mendengarkan Markesot menguraikan panjang lebar tentang “Ilmu
Peta Diri”, di mana ia menjelaskan karakter dan perilakunya secara amat sangat
gamblang dan benar-benar tak terbantahkan. Mending mengalah dan bertoleransi
saja menerima Markesot sebagaimana sejatinya dia.
Toh dia tidak akan minta ditraktir makan. Ia pantang numpang
tinggal di rumah siapapun. Mustahil akan melamar minta pekerjaan. Pasti tidak
akan mengganggu siapapun dan di manapun. Terlebih lagi sangat-sangat mustahil
ia merayu untuk dijadikan menantu siapapun yang punya anak gadis secantik
apapun.
Direlakan dan dilupakan saja cambuk itu, ledakannya dan tertawa
gilanya. Toh memang benar Markesot mengumpulkan empat puluh anak-anak,
teman-teman, orang-orang, atau entah bagaimana tepatnya menyebut mereka, di
Patangpuluhan.
Mengumpulkan, berpesan sesuatu kepada masing-masing, semacam ‘PR’,
untuk saling menghidangkannya satu sama lain dalam pertemuan yang disepakati.
Yakni setiap yang hadir harus membawa tulisan, dua tiga sampai empat halaman.
Tidak ada batasan. Masing-masing berdaulat untuk menentukan apa yang
ditulisnya. Bebas bentuknya. Tidak dipersyarakatkan bermutu tidaknya.
Markesot bukan Guru mereka, senior mereka atau tokoh ini itu yang
mereka segani. Bahkan kalau bicara level sosial, mereka rata-rata lebih tinggi
pencapaian sosialnya dibanding Markesot. Lebih jelas pekerjaannya, jelas
pangkat dan jabatannya, jelas sukses ekonomi dan kariernya. Sementara Markesot
boleh dikatakan tidak bisa dicatat apa prestasinya.
Jadi kenapa mereka tidak berkeberatan diminta berkumpul dan
dikasih ‘PR’ oleh Markesot?
Itu tidak ada hubungannya dengan peran, fungsi, level sosial,
prestasi, reputasi, kewibawaan, apalagi kekuasaan dan ketinggian derajat.
Mereka juga bukannya segan, apalagi patuh, kepada Markesot.
Mereka beramai-ramai datang dari berbagai tempat berkumpul di
Patangpuluhan didorong oleh satu sebab yang sangat sederhana. Kalau bersama
Markesot mereka selalu gembira. Bertahun-tahun di waktu yang lalu hampir tiap
hari mereka bergaul dengan Markesot, yang terutama mereka dapatkan adalah
kegembiraan dan semangat hidup. Rasa tenteram, hati ringan menghadapi segala
sesuatu. Tenaga hidup serasa berlipat-lipat. Jiwa dan mental tetap kokoh kuat
meskipun menghadapi persoalan-persoalan seberat apapun.
***
Jadi kenapa tiba-tiba Markesot marah-marah? Memenggal proses,
berlaku gila, bikin suara-suara letusan, tertawa-tawa, menghentikan pembacaan
tulisan-tulisan yang mereka telah membuatnya dengan tidak mudah? Kenapa?
Yang paling terganggu adalah tujuh orang yang sejak awal tadi
intensif mendengarkan tulisan demi tulisan, mengajaknya masuk ke berbagai
wilayah-dalam persoalan-persoalan. Kenapa dipotong oleh Markesot? Apa dia tidak
suka, tidak setuju atau menilai bahwa karya-karya itu kurang memenuhi syarat?
Atau karena kebanyakan pendengarnya tidur? Bahkan ada yang
mengorok terang-terangan. Ada yang belum tuntas mendengar satu tulisan sudah
tergeletak badannya. Siapa tahu ia memang capek? Karena perjalanan sangat jauh
di seberang pulau ke Patangpuluhan? Bukankah tidur adalah solusi yang paling
benar dan tepat untuk capek? Ajaran apa yang menganjurkan badan capek diatasi
dengan mendengarkan filsafat dan pemikiran?
Siapa juga yang bisa memastikan bahwa orang yang tidur adalah
orang yang terputus hubungannya dengan suara dan peristiwa di sekitarnya?
Apakah ada orang yang tidur total? Apakah jantung pernah tidur? Apakah darah
pernah berbaring? Apa sesungguhnya yang terjadi pada hati seseorang tatkala
tubuhnya tidur? Apa pula yang berlangsung pada pikirannya?
Apakah pikiran pernah tidur? Apakah pikiran pernah tidak bekerja?
Siapa yang pernah menyempatkan diri berwawancara dengan pikirannya
masing-masing, tentang apa yang dilakukannya ketika tidur?
Bukankah Markesot sendiri yang sering menyeret-nyeret semua di
sekitarnya ke wilayah imajinasi dan eksplorasi probabilitas seperti itu? Apakah
Markesot menyangka tiga puluh tiga teman yang tidur itu dipastikan terputus hubungannya
dengan tulisan-tulisan yang dibacakan?
Bagaimana kalau ternyata mereka mendengarkan sambil tidur?
Mendengarkan dalam tidur? Mendengarkan dengan cara tidur? Bukankah pernah ada
dua Kepala Negara mengadakan pembicaraan resmi dan salah satunya tidur? []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar