Ramadan
dalam Kacamata Biologi
Oleh: Muhamad Jalil
PUASA hadir
menghampiri umat muslim. Hampir seluruh isi khotbah di mimbar-mimbar Jumat
dihiasi dengan tema-tema bulan Ramadan nan mulia. Acara tarhib Ramadan oleh
anak-anak sekolah yang mengular di jalan semakin ramai saja. Gegap gempita
bulan Ramadan juga terasa di pelosok-pelosok desa.
Penduduk desa
menyambut dengan ritual khas daerahnya seperti megengan, ruwahan, resik-resik
langgar, dan nyekar di sarean. Berbeda di jantung-jantung kota, aura
penyambutan bulan Ramadan didesain dengan konsep spirit ketahanan ekonomi dan
pangan. Di Kudus terkenal dengan Dandangan sedangkan di kota lumpia disebut
dengan istilah Dugderan.
Mungkin di daerah
lain juga punya nama yang berbeda. Berbagai UMKM dari luar daerah
berbondong-bondong ikut sengkuyung dalam pagelaran Dandangan dan Dugderan itu.
Spirit psikis-religius sebelum Ramadan yang membuncah ini mestinya berimplikasi
positif pada peningkatan amal yaumiyah (aktivitas seharihari) selama bulan suci
Ramadan nanti.
Baik aktivitas
horizontal (hablum minannas) maupun vertikal (hablum minallah). Namun ada juga
sebagian orang menjadikan Ramadan sebagai dalih. Adalah alasan untuk
bermalas-malasan, ogah-ogahan, mengurangi kuantitas dan kualitas pekerjaan.
Mindset yang kurang tepat itu mestinya dapat diubah.
Secara dhohir
(morfologis), orang berpuasa memang tidak ada asupan makromolekul dan
mikromolekul yang masuk ke dalam rongga lambung (ventriculus) selama ±14 jam.
Dengan kata lain dari fajar shodiq sampai terbenamnya matahari tidak ada energi
yang masuk. Hal inilah yang menjadikan orang jadi lemas, lesu, tidak bergairah
saat berpuasa.
Dilihat dari aspek
biologis-fisiologis kenyataannya malah bukan seperti itu. Sebaliknya ‘’orang
berpuasa sebenarnya masih terproduksi energi dari cadangan makanan yang ada’’.
Penjelasannya sebagai berikut. Salah satu ciri makhluk hidup adalah makan atau
use energy (Johnson, 2014: 143).
Manusia memperoleh
energi dari makanan dan minuman. Dalam makanan mengandung makromolekul
(karbohidrat, lemak, protein, dan asam nukleat) dan mikromolekul. Makromolekul
berperan sebagai sumber energi utama untuk pertumbuhan, perkembangan, hormon,
dan regenerasi sel. Sementara mikromolekul umumnya sebagai pemercepat reaksi
tubuh (enzim), misal sebagai kofaktor (Cu2+, Mg2+, K+, Fe2+, dan Na+) atau
koenzim misal Vitamin B.
Dari empat
makromolekul semua dapat dikonversi menjadi glukosa melalui perubahan piruvat
(glukoneogenesis). Glukosa inilah yang akan dijadikan bahan baku utama dalam
proses katabolisme (perombakan) menjadi energi siap pakai atau disebut Adenosin
Tri Pospat (ATP).
Pembentukan
ATPmelalui tiga proses sekaligus yaitu glikolisis, siklus krebs, dan
transportasi elektron (Prawirohartono & Hadisumarto, 2002: 58-62). Setiap
proses perombakan (katabolisme) 1 glukosa akan menghasilkan 38 ATP.
Dalam kondisi energi
tubuh sudah tercukupi, maka glukosa akan diubah menjadi glikogen yang disimpan
dalam hati dan otot. Sebaliknya jika tubuh kekurangan energi (baca: saat
puasa), glikogen akan diubah kembali menjadi glukosa. Glukosa akan dipecah
menjadi ATP untuk energi tubuh. Kelebihan lemak akan disimpan dalam bentuk
trigliserida atau cadangan energi jangka panjang jika sel tubuh tidak
membutuhkan (Lira et al, 2012).
Ketika sedang banyak
aktivitas saat puasa, trigliserida yang tersimpan ini dapat terhidrolisis
menjadi gliserol dan asam lemak bebas (free fatty acid/FFA) untuk kemudian
menghasilkan energi. Proses pemecahan trigliserida ini menjadi asam lemak dan
gliserol disebut lipolisis.
Dari analisis di
atas, dapat disimpulkan bahwa saat puasa memang perut dalam keadaan kosong.
Akan tetapi Allah Swt telah menciptakan mekanisme yang apik sehingga hak-hak
sel tubuh untuk melakukan aktivitas puasa tetap terpenuhi melalui proses
perombakan glikogen dan trigliserida.
Justru yang terjadi
jika cadangan jenis lemak (trigliserida) terurai sempurna karena amal yaumiyah
yang padat maka penumpukan lemak jadi berkurang. Implikasi yang bisa dirasakan
adalah peredaran darah menjadi lancar, sehingga puasa dapat dijadikan sarana
dalam membangun pola hidup sehat.
Hal ini senada dengan
Hadis Rasulullah saw yang berbunyi ‘’Berpuasalah, niscaya kalian akan sehat’’.
Diriwiyatkan oleh Adi dan Thabrani dalam Mu’jam Al-Ausath (SyaikhUwaidah, 2006:
236). Meskipun dengan bepuasa ketercukupan energi dijamin karena adanya glikogen
dan trigliserida tetapi makan sahur sebaiknya tetap diprioritaskan. Bukan malah
ditinggalkan.
Makan sahur di sini
jangan dimaknai dalam konteks biologis-fisiologis akan tetapi dalam konteks
keberkahan. Dari Anas bin Malik, di mana Rasulullah saw bersabda ‘’Makan
sahurlah, karena sesungguhnya makan sahur itu mengandung berkah (menguatkan
badan dan menahan lapar karena puasa)’’ dalam (Rasjid, 2010: 239).
Jadi sekarang tidak
perlu takut lagi menyibukkan diri dengan aktivitas positif selama bulan suci Ramadan.
Justru di bulan spesial ini sedapat mungkin memaksimalkan waktu yang ada untuk
ibadah baik mahdloh maupu ghoiru mahdloh. Dengan harapan keluar dari Ramadhan
mendapat gelar muttaqin. Amin. []
Muhamad Jalil MPd |
Dosen Biologi STAIN Kudus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar