Rabu, 15 Juni 2016

(Ngaji of the Day) Ramadan dalam Kacamata Biologi



Ramadan dalam Kacamata Biologi
Oleh: Muhamad Jalil

PUASA hadir menghampiri umat muslim. Hampir seluruh isi khotbah di mimbar-mimbar Jumat dihiasi dengan tema-tema bulan Ramadan nan mulia. Acara tarhib Ramadan oleh anak-anak sekolah yang mengular di jalan semakin ramai saja. Gegap gempita bulan Ramadan juga terasa di pelosok-pelosok desa.

Penduduk desa menyambut dengan ritual khas daerahnya seperti megengan, ruwahan, resik-resik langgar, dan nyekar di sarean. Berbeda di jantung-jantung kota, aura penyambutan bulan Ramadan didesain dengan konsep spirit ketahanan ekonomi dan pangan. Di Kudus terkenal dengan Dandangan sedangkan di kota lumpia disebut dengan istilah Dugderan.

Mungkin di daerah lain juga punya nama yang berbeda. Berbagai UMKM dari luar daerah berbondong-bondong ikut sengkuyung dalam pagelaran Dandangan dan Dugderan itu. Spirit psikis-religius sebelum Ramadan yang membuncah ini mestinya berimplikasi positif pada peningkatan amal yaumiyah (aktivitas seharihari) selama bulan suci Ramadan nanti.

Baik aktivitas horizontal (hablum minannas) maupun vertikal (hablum minallah). Namun ada juga sebagian orang menjadikan Ramadan sebagai dalih. Adalah alasan untuk bermalas-malasan, ogah-ogahan, mengurangi kuantitas dan kualitas pekerjaan. Mindset yang kurang tepat itu mestinya dapat diubah.

Secara dhohir (morfologis), orang berpuasa memang tidak ada asupan makromolekul dan mikromolekul yang masuk ke dalam rongga lambung (ventriculus) selama ±14 jam. Dengan kata lain dari fajar shodiq sampai terbenamnya matahari tidak ada energi yang masuk. Hal inilah yang menjadikan orang jadi lemas, lesu, tidak bergairah saat berpuasa.

Dilihat dari aspek biologis-fisiologis kenyataannya malah bukan seperti itu. Sebaliknya ‘’orang berpuasa sebenarnya masih terproduksi energi dari cadangan makanan yang ada’’. Penjelasannya sebagai berikut. Salah satu ciri makhluk hidup adalah makan atau use energy (Johnson, 2014: 143).

Manusia memperoleh energi dari makanan dan minuman. Dalam makanan mengandung makromolekul (karbohidrat, lemak, protein, dan asam nukleat) dan mikromolekul. Makromolekul berperan sebagai sumber energi utama untuk pertumbuhan, perkembangan, hormon, dan regenerasi sel. Sementara mikromolekul umumnya sebagai pemercepat reaksi tubuh (enzim), misal sebagai kofaktor (Cu2+, Mg2+, K+, Fe2+, dan Na+) atau koenzim misal Vitamin B.

Dari empat makromolekul semua dapat dikonversi menjadi glukosa melalui perubahan piruvat (glukoneogenesis). Glukosa inilah yang akan dijadikan bahan baku utama dalam proses katabolisme (perombakan) menjadi energi siap pakai atau disebut Adenosin Tri Pospat (ATP).

Pembentukan ATPmelalui tiga proses sekaligus yaitu glikolisis, siklus krebs, dan transportasi elektron (Prawirohartono & Hadisumarto, 2002: 58-62). Setiap proses perombakan (katabolisme) 1 glukosa akan menghasilkan 38 ATP.

Dalam kondisi energi tubuh sudah tercukupi, maka glukosa akan diubah menjadi glikogen yang disimpan dalam hati dan otot. Sebaliknya jika tubuh kekurangan energi (baca: saat puasa), glikogen akan diubah kembali menjadi glukosa. Glukosa akan dipecah menjadi ATP untuk energi tubuh. Kelebihan lemak akan disimpan dalam bentuk trigliserida atau cadangan energi jangka panjang jika sel tubuh tidak membutuhkan (Lira et al, 2012).

Ketika sedang banyak aktivitas saat puasa, trigliserida yang tersimpan ini dapat terhidrolisis menjadi gliserol dan asam lemak bebas (free fatty acid/FFA) untuk kemudian menghasilkan energi. Proses pemecahan trigliserida ini menjadi asam lemak dan gliserol disebut lipolisis.

Dari analisis di atas, dapat disimpulkan bahwa saat puasa memang perut dalam keadaan kosong. Akan tetapi Allah Swt telah menciptakan mekanisme yang apik sehingga hak-hak sel tubuh untuk melakukan aktivitas puasa tetap terpenuhi melalui proses perombakan glikogen dan trigliserida.

Justru yang terjadi jika cadangan jenis lemak (trigliserida) terurai sempurna karena amal yaumiyah yang padat maka penumpukan lemak jadi berkurang. Implikasi yang bisa dirasakan adalah peredaran darah menjadi lancar, sehingga puasa dapat dijadikan sarana dalam membangun pola hidup sehat.

Hal ini senada dengan Hadis Rasulullah saw yang berbunyi ‘’Berpuasalah, niscaya kalian akan sehat’’. Diriwiyatkan oleh Adi dan Thabrani dalam Mu’jam Al-Ausath (SyaikhUwaidah, 2006: 236). Meskipun dengan bepuasa ketercukupan energi dijamin karena adanya glikogen dan trigliserida tetapi makan sahur sebaiknya tetap diprioritaskan. Bukan malah ditinggalkan.

Makan sahur di sini jangan dimaknai dalam konteks biologis-fisiologis akan tetapi dalam konteks keberkahan. Dari Anas bin Malik, di mana Rasulullah saw bersabda ‘’Makan sahurlah, karena sesungguhnya makan sahur itu mengandung berkah (menguatkan badan dan menahan lapar karena puasa)’’ dalam (Rasjid, 2010: 239).

Jadi sekarang tidak perlu takut lagi menyibukkan diri dengan aktivitas positif selama bulan suci Ramadan. Justru di bulan spesial ini sedapat mungkin memaksimalkan waktu yang ada untuk ibadah baik mahdloh maupu ghoiru mahdloh. Dengan harapan keluar dari Ramadhan mendapat gelar muttaqin. Amin. []

Muhamad Jalil MPd | Dosen Biologi STAIN Kudus

Tidak ada komentar:

Posting Komentar