KHAZANAH ULAMA
NUSANTARA DI TIMUR TENGAH
Karya Kiai Ma’shum
Semarang Ini Dicetak di Mesir, Dikoleksi di Kanada
Ini adalah halaman
muka dari naskah kitab Hasyiah Tasywiqul Khallan ‘ala Syarhil Ajurumiyyah
karangan KH Muhammad Ma’shum ibn Salim al-Safuthani al-Samarani, seorang ulama
Nusantara asal Seputon, Semarang (Jawa Tengah). Kitab ini dicetak dan
diterbitkan oleh ‘Isa al-Babi al-Halabi di Mesir pada tahun 1303 H (1886 M).
Naskah ini menjadi koleksi Robarts Library, University of Toronto, Kanada.
“Tasywiqul Khallan”
merupakan hasyiah (komentar panjang) atas syarh (penjelasan) “Mukhtashar
Jiddan” (karangan Syaikh Ahmad Zaini Dahlan, w. 1866 M) atas matan (teks)
al-Ajurumiyyah, kitab monumental gramatika Arab (nahw) karangan Muhammad ibn
Jurum al-Shanhaji, w. 1323 M.
Halaman muka kitab
mengisyaratkan jika KH. Muhammad Ma’shum mengarang hasyiah ini saat ia masih berusia
muda. Tertulis di sana: “Ta’lif al-syab an-najib wal-fadhil al-labib” (karangan
seorang pemuda cendikia, pemilik keutamaan yang cerdas).
Dalam kata
pengantarnya, KH. Muhammad Ma’shum mengatakan jika ia mengarang kitab ini
karena permintaan beberapa koleganya yang hendak memahami kitab al-Ajurumiyyah
dan syarh-nya, Mukhtashar Jiddan, secara lebih mendalam. Para kolega itu
meminta KH Muhammad Ma’shum untuk menuliskan komentar dan penjelasan panjang
atas dua kitab (matan dan syarh) tersebut, agar lebih mudah difahami.
KH Muhammad Ma’shum
mulai menulis hasyiah ini di Mekkah saat ia pergi haji dan merampungkanya di
Semarang. Dalam menulis hasyiah ini, KH. Muhammad Ma’shum merujuk pada beberapa
referensi utama, yaitu (1) Hasyiah al-Sanwani ‘ala Syarh al-Syaikh Khalid
al-Azhari ‘ala Matn al-Ajurumiyyah, (2) Syarh al-Astarabadi ‘ala Kafiyah Ibn
al-Hajib, dan (3) Mughni al-Labib karangan Ibn Hisyam.
Sayangnya, belum
banyak informasi lebih terkait biografi KH. Muhammad Ma’shum beserta
karya-karyanya. Dalam kata pengantarnya, beliau menyebutkan jika Syaikh Ahmad
Zaini Dahlan adalah “syaikh syaikhi” (guru dari guruku).
Menimbang tahun
kepengarangan kitab tersebut (1303 H/ 1886 M), maka bisa diperkirakan jika KH.
Muhammad Ma’shum ini satu generasi dengan santri-santri Jawi yang belajar di
Mekkah pada masa itu, seperti KH. Hasyim Asy'ari Jombang (w. 1366 H), KH.
Mukhtar Atharid Betawi (w. 1349 H), KH. Abdul Karim ibn Ahmad Khatib Minang (w.
1357 H), KH. Abdul Rasyid Bugis (w. 1361 H), KH. Wahyuddin Abdul Ghani Palembang
(w. 1360 H), KH. Jamaluddin Khaliq Patani (w. 1355 H), dan lain-lain.
Meski demikian, kitab
Hasyiah Tasywiqul Khullan banyak dicetak ulang dan diterbitkan kembali oleh
banyak penerbit, baik di Arab atau pun Nusantara, seperti Dar al-Kutub al-‘Arabiyyah
al-Kubra (Kairo, 1326 H/ 1908 M), al-Maktabah al-‘Ilmiyyah (Kairo, 1358 H/ 1940
M), Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah (Beirut, 2003), dan Maktabah al-Hidayah
(Surabaya).
Matn al-Ajurumiyyah
terhitung sebagai kitab pegangan wajib bagi pelajaran gramatika Arab (nahw)
tingkatan pemula di pesantren-pesantren tradisional (NU) di Indonesia. Matn
(teks) tersebut sangat popuker dan banyak yang menulis pejelasan (syarh)
atasnya, diantaranya adalah syarh yang ditulis oleh Syaikh Ahmad Zaini Dahlan,
mufti madzhab Syafi’i di Makkah al-Mukarromah sekaligus mahaguru bagi para
santri dan ulama asal Nusantara di akhir abad ke-19 M. Maka tidaklah
mengherankan jika kitab-kitab karangan beliau banyak diaji dan dikaji di dunia
pesantren hingga sekarang.
Syaikh Ahmad Zaini
Dahlan sezaman dan sejawat dengan Syaikh Nawawi Banten, yang juga mahaguru para
santri dan ulama Nusantara di Makkah. Jika Syaikh Zaini Dahlan menulis Syarh
Mukhtashar Jiddan atas teks al-Ajurumiyyah, maka Syaikh Nawawi menulis Kasyf
al-Maruthiyyah yang merupakan syarh atas teks yang sama.
Pada bulan Ramadhan
tahun 1999 dulu, saya khatam mengaji kitab Syarh Mukhtashar Jiddan karangan
Syaikh Ahmad Zaini Dahlan ini di pesantren HM Putra Lirboyo Kediri (Jawa Timur)
dari bacaan (qira’ah) KH. Imam Yahya Mahrus. Di akhir pengajian, KH. Imam Yahya
memberikan sanad (mata rantai keilmuan) kitab tersebut yang menyambung sampai
pengarangnya: KH. Imam Yahya Mahrus, dari KH. Mahrus Ali, dari KH. Abdul Karim,
dari KH. Kholil Bangkalan, dari Syaikh Nawawi al-Bantani, dari Syaikh Ahmad
Zaini Dahlan. []
(A. Ginanjar Sya’ban)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar