Rakus dan
Tamak
Oleh:
Komaruddin Hidayat
Alquran
menyinggung perilaku orang yang rakus. Uniknya, dalam bahasa Indonesia kata
rakus jika diubah posisi hurufnya menjadi kuras dan rusak.
Mari kita
simak terjemahan ayat Alquran berikut ini (2: 96); "Dan sungguh engkau Muhammad akan mendapati mereka
yang sangat rakus terhadap kehidupan dunia, bahkan lebih tamak dari orang
musyrik. Mereka pun berangan‑angan agar bisa hidup seribu tahun. Padahal umur
panjang itu tak akan menjauhkan mereka dari azab Allah. Allah maha melihat apa
yang mereka kerjakan."
Beberapa
ulama tafsir menyebutkan bahwa yang dicontohkan dalam ayat ini adalah kaum
Yahudi di Arab kala itu. Mereka tidak hanya pelit, melainkan juga rakus. Bahkan
jika terdapat sistim riba yang menjerat pihak peminjam itu lalu dinisbatkan
pada kaum Yahudi.
Meski
begitu mengingat pesan Alquran ditujukan untuk semua manusia, sesungguhnya
potensi bertindak rakus itu bisa terjadi pada siapa saja, melintasi zaman dan
ruang geografis. Dalam surat 104, Alquran berbicara lebih tegas lagi mengenai
perilaku rakus ini: "Celakalah
bagi setiap orang yang senang mengumpat dan mencela. Mereka senang mengumpulkan
harta dan menghitung‑hitungnya, mengira harta itu akan mengekalkan
hidupnya."
Kutipan
ayat‑ayat di atas menggambarkan orang yang rakus, cinta dunia secara berlebihan,
memiliki keengganan untuk berpisah dari dunia. Maunya ingin hidup seribu tahun.
Kata seribu sifatnya simbolik, ingin memeluk dunia ini selamanya. Mereka silau,
lupa, dan tertipu oleh gemerlapnya dunia.
Padahal
kenikmatan dunia itu teramat singkat dan pendek. Kata orang bijak, isi dunia
ini kalau saja dibagi rata secara adil dan disikapi dengan rasa syukur dan
saling menyayangi, sudah lebih dari cukup untuk menopang hidup mewah.
Tetapi
karena muncul sikap rakus dan tamak oleh pribadi‑pribadi dan bangsa yang kuat,
sehingga kemiskinan dan kekurangan muncul di mana‑mana. Sementara, sekelompok
kecil penduduk bumi hidup amat sangat mewah yang didapat dari menindas.
Ketimpangan
dan penindasan itu lalu melahirkan piramidal
society. Sebuah masyarakat layaknya bangunan piramid, di mana
sekelompok orang kaya berada di puncaknya sementara lapisan bawah bagian
terbesar hidupnya menderita.
Ini
akibat kerakusan pribadi‑pribadi, ditopang oleh sistem politik ekonomi yang
menindas. Kerakusan struktural ini juga terjadi dan dilakukan oleh negara.
Negara
yang kuat, pintar, dan maju mengeksploitasi negara lain, tak ubahnya sebuah
imperialisme global yang terselubung. Kita lihat banyak negara‑negara yang
berada di wilayah tropis ke selatan alamnya kaya raya, namun penduduknya miskin
akibat dibodohi oleh negara maju di belahan utara.
Dalam
Alquran (89: 17‑20) disinyalir terdapat sekelompok orang yang merampas harta
anak‑anak yatim dan memakan harta pusaka (sebuah bangsa) dengan sangat
tamaknya, nafsu cinta pada dunia berlebihan, hubban jamma. Allah mengancamnya
dengan neraka jahanam.
Ini
sebuah ungkapan yang sangat keras, menunjuklan kebencian Allah pada sikap rakus
karena akan merusak harmoni sosial dan keseimbangan lingkungan hidup. Pesan
agama selalu menekankan kasih sayang, hidup saling berbagi. Agama apapun memuji
sikap filantropis.
Pribadi
yang melimpah, bukannya yang selalu mengambil, menumpuk kekayaan yang akan
mendatangkan kolestrol sosial. Kekayaan alam ini tidak boleh berputar hanya di
antara sekelompok orang kaya. []
TRIBUNNEWS,
22 Juni 2016
Prof Dr Komaruddin
Hidayat | Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar