Kamis, 16 Juni 2016

BamSoet: Prajurit Polri untuk Sasaran Tembak



Prajurit Polri untuk Sasaran Tembak
Oleh: Bambang Soesatyo

SERANGAN mematikan dan penganiayaan terhadap prajurit Polri di lapangan tiba-tiba menjadi kecenderungan baru. Kecenderungan ini harus dihentikan untuk mencegah terbentuknya persepsi masyarakat bahwa prajurit Polri semakin melemah dari waktu ke waktu.

Prajurit Polri, kini, menjadi incaran pelaku teror, pengedar narkoba hingga begal di jalanan. Pelaku kejahatan di kota-kota besar sudah membekali diri dengan senjata api, umumnya pistol.

Bagaimana semua senjata api ilegal itu bisa dimiliki warga sipil di perkotaan, tentu persoalannya pun terpulang kepada Polri. Kini, banyak orang sudah beranggapan bahwa tidak sulit memiliki senjata api. Konon, ada pasar gelapnya. Senjata api selundupan banyak dimasukkan dari pelabuhan Dumai.

Lalu, mendapatkan izin untuk memiliki dan membawa senjata api jenis pistol tidak sulit-sulit amat. Anggapan publik ini mudah-mudahan diterima sebagai masukan sekaligus kritik. Karena senjata api mudah didapatkan, pelaku kejahatan tentu saja berupaya memiliki dan menggenggam pistol.

Kesan yang muncul menjadi kontradiktif. Soalnya, sementara banyak pelaku kejahatan lalu lalang di jalan dengan pistol di saku, banyak polisi yang bertugas di lapangan justru sering hanya bermodalkan seragam, minus senjata.

Jadi, alih-alih menangkap pelaku kejahatan, polisi justru bisa menjadi korban pelaku kejahatan dengan senjata api. Belasan tahun lalu, ketika senjata api seperti pistol masih menjadi barang langka karena ketatnya pengawasan, para pelaku kejahatan hanya melengkapi aksi dengan senjata tajam.

Risiko bagi prajurit Polri di lapangan relatif minim saat berhadap-hadapan dengan pelaku tindak kriminal dalam jarak tertentu. Zaman berubah, tantangan pun berubah. Itulah kecenderungan baru yang perlu dicermati pimpinan Polri dan seluruh jajarannya.

Selain pelaku teror, penggunaan senjata api oleh pelaku kejahatan mulai marak terutama di lingkungan perkotaan. Kecenderungan itu bahkan sangat menonjol belakangan ini di seputar Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi dan wilayah lain di sekitarnya.

Kini, ancaman terhadap prajurit Polri yang sedang bertugas di lapangan tidak hanya dimunculkan oleh kelompokkelompok teroris. Pengedar narkoba dan pelaku begal motor pun sudah menjadi ancaman nyata.

Fakta Beruntun

Anggota Reskrim Polsek Pesanggarahan, Bripka Saefudin, harus kehilangan satu ginjal akibat tembakan begal motor di Cipondoh, Tangerang. Operasi pengangkatan satu ginjal itu dilakukan pada Jumat (10/6) malam di RS Omni, Alam Sutera, Serpong.

Kondisinya sempat drop karena kehilangan banyak darah akibat tembakan. Bripka Saefudin bersama rekannya, Aipda Gofur, terlibat baku tembak dengan dua begal motor. Bripka Saefudin tertembak di perut, sedangkan Aipda Gofur luka tembak di tangan sebelah kiri.

Bulan Januari lalu, warga Jakarta dikejutkan oleh aksi perlawanan kelompok pengedar narkoba terhadap lima anggota polisi Satuan Narkoba Polres Metro Jakarta Pusat. Peristiwa itu terjadi di Jalan Slamet Riyadi, Matraman Jakarta Timur, pada Senin 18 Januari 2016.

Perlawanan kelompok pengedar narkoba berujung dengan tewasnya Bripka Taufik Hidayat. Almarhum meninggal dengan cara diduga dilempar ke Sungai Ciliwung. Dalam hitungan jam setelah peristiwa di Matraman itu, giliran polisi Reserse Narkoba Polres Metro Jakarta Barat menjadi korban penembakan, Selasa (19/1).

Kasubnit Reserse Narkoba Polres Metro Jakarta Barat, Iptu Supriyatin dan anggotanya Bripka Aris Dinanta, ditembak oleh pengedar narkoba bernama Faisal Rahman alias Ical (30).
Pada pekan pertama Maret 2016, dua anggota polisi dari Polsek Bandung Kidul, Bripka Meki dan Brigadir Mardiansyah, harus dilarikan ke rumah sakit setelah ditembak secara brutal oleh Ujang, tersangka begal motor.

Ujang menembaki kedua polisi itu menggunakan senjata yang dia rampas dari Mardiansyah. Tidak hanya ditembak, prajurit Polri pun dianiaya. Sepuluh lelaki cepak dan berbadan tegap menganiaya seorang anggota polisi lalu lintas di traffic light Mampang Prapatan, Jakarta Selatan, Minggu (15/5).

Lalu, jelang akhir Mei 2016 lalu, Aiptu Djoko Suwahyo (53), anggota Satuan Lalu Lintas Polres Metro Jakarta Selatan, menjadi korban pemukulan pengendara yang tidak terima ditilang.

Peristiwa itu terjadi di depan Bank Jabar, Jalan Ciledug Raya, Cipulir, Kebayoran Lama. Tidak mengada-ada jika rangkaian peristiwa itu dimaknai sebagai kecenderungan baru. Siapa pun tentu tidak ingin kecenderungan seperti itu berlanjut.

Sebagai pengayom dan pelindung masyarakat, Polri harus kuat. Kesan tentang Polri yang kuat dan sigap harus selalu melekat di benak masyarakat. Itulah pentingnya bagi Polri berupaya menghentikan penembakan dan penganiayaan terhadap prajurit yang sedang bertugas di ruang publik.

Jika kecenderungan itu berkelanjutan, akan muncul kesan atau persepsi bahwa prajurit Polri yang sedang bertugas dalam posisi lemah. Sangat relevan untuk mengaitkan catatan ini dengan momentum pergantian Kapolri.

Presiden Joko Widodo telah memastikan bahwa keputusan soal calon Kapolri baru ditetapkan sebelum Lebaran. Salah satu agenda kerja pimpinan Polri yang baru adalah menjadikan prajurit yang sedang bertugas di ruang publik lebih waspada dan sigap merespons ancaman. []

SUARA MERDEKA, 14 Juni 2016
Bambang Soesatyo | Ketua Komisi III DPR RI, Fraksi Partai Golkar

Tidak ada komentar:

Posting Komentar