Kamis, 09 Juni 2016

Kang Komar: Generasi Penikmat



Generasi Penikmat
Oleh: Komaruddin Hidayat

Orang arif-bijaksana mengingatkan kita semua untuk hati-hati dan waspada ketika terjadi peralihan generasi, baik peralihan generasi pada ranah keluarga, perusahaan, maupun bangsa.

Kita mengenal empat tipologi generasi yaitu generasi pendiri, pembangun, penikmat, dan generasi perusak. Dalam konteks berbangsa dan bernegara di depan mata kita terpampang wajah-wajah siapa saja yang masuk ke dalam kategori pendiri bangsa, pembangun bangsa, penikmat hasilpembangunan, dan perusak hasil pembangunan. Naluri orang tua itu selalu ingin membahagiakan anak-anaknya.

Para pejuang 45 misalnya, yang dahulu hidupnya susah semasa zaman Belanda dan Jepang, selalu saja diceritakan kepada anak cucu bagaimana susahnya cari makan, pakaian, dan menempuh pendidikan. Dan, semua itu tidak ingin dialami oleh generasi penerusnya. Maka itu, ketika mereka akhirnya sukses lalu cenderung memanjakan anak-cucunya.

Cukuplah orang tua yang menderita, anak-anaknya yang panen menikmati hidup. Cinta kasih kepada anak adalah mulia, terpuji. Itu ibarat madu yang manis dan menyehatkan. Tetapi, memanjakan sehingga anak-anak tidak memiliki mental juang dan tahan banting adalah racun. Dan, itu akan merugikan perjalanan sebuah bangsa.

Maka itu, kita lihat banyak anakanak yang orang tuanya termasuk pendiri dan pembangun bangsa, tapi mereka lalu hidup dalam zona nyaman sebagai penikmat pembangunan yang diwariskan ayahnya. Pada zona ini terbuka dua kemungkinan, adakah akan bangkit dan maju dengan fasilitas yang serbaberkecukupan ataukah akan tergelincir jadi generasi perusak?

Saya mengamati, ada beberapa pendiri dan pemilik perusahaan besar dan termasuk jajaran puncak piramida orangorang terkaya di Indonesia, tetapi langsung merosot tajam begitu beralih ke generasi anak, belum lagi ke cucu. Ini juga terjadi pada keluarga mantan pejabat tinggi negara, yang gagal melakukan kaderisasi.

Meski begitu, ada juga perusahaan dan karier kehidupan yang semakin maju diteruskan oleh anakanaknya. Orang bilang, keunggulan generasi kelas menengah itu untuk naik ke atas tidak sesulit kelas bawah. Dan, kalaupun jatuh, sakitnya juga tidak sesakit jatuhnya kelas atas. Sungguh menarik mengamati dan belajar dari kebangkitan generasi penerus sebuah bangsa, terutama negara tetangga.

Misalnya saja Jepang, Korea Selatan, Singapura, Filipina, ataupun Malaysia. Belajar keras, bekerja keras, dan disiplin sangat ditekankan pada anak-anak Jepang, Korea Selatan, dan Singapura. Generasi kedua dan ketiga disiapkan untuk maju ikut berkompetisi dalam panggung keilmuan, teknologi, dan ekonomi, meneruskan serta mewujudkan cita-cita pendiri bangsanya. Mereka disadarkan dan disiapkan bahwa hidup itu penuh persaingan. Bahkan lawan selalu mengintipnya. Jika lengah, pasti akan kalah tergilas. []

KORAN SINDO, 03 Juni 2016
Komaruddin Hidayat ;   Guru Besar Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar