Kekuatan Ikhlas
Oleh: Komaruddin Hidayat
Alkisah di sebuah desa hiduplah seorang ulama yang
sangat disegani meski secara ekonomi pas-pasan. Dia telah berusaha mengajak
penduduk di sekitarnya untuk menyembah Tuhan dan meninggalkan tradisi serta
kepercayaan lama.
Selama ini mereka suka menyembah gunung dan pohon-pohon
besar karena diyakini keduanya memiliki kekuatan gaib yang bisa menyejahterakan
maupun mencelakakan penduduk sekitar. Suatu hari ulama tadi mendapat laporan,
tak jauh dari desanya terdapat sebuah pohon yang sering didatangi penduduk untuk
membuat sesaji dan ritual.
Mendengar berita itu, sang ulama mengambil parang dan
bergegas ke sana untuk memberikan khotbah, kalau perlu menebang pohon itu. Di
tengah jalan, rupanya setan menjelma menjadi pemuda gagah dan kekar.
Dia gembira kalau banyak warga desa yang jadi temannya.
"Mau pergi kemana ustaz?" tanya pemuda tadi. "Aku akan
mengingatkan penduduk desa agar meninggalkan kepercayaan sesat dan aku akan
tebang pohon yang membuat orang menjadi musyrik," jawab sang ustaz.
"Aku pemilik dan penjaga pohon itu. Siapapun yang
hendak menebang mesti melawan aku dulu," gertak sang pemuda. Setelah ulama
tadi mencoba berbicara baik-baik tidak mempan, akhirnya terjadilah perkelahian
fisik, antara ustaz yang kecil dan kurus melawan pemuda yang kekar dan gagah.
Akhir perkelahian, pemuda tadi kalah. Ustaz kemudian
mendatangi dan menasihati penduduk yang sedang menyembah pohon, agar
membubarkan diri.
Selang beberapa hari, rupanya masih saja terjadi ritual
menyembah pohon. Lagi-lagi sang ustaz pergi memberi khotbah. Di tengah jalan,
setan yang menjelma menjadi pemuda kekar dan gagah mencegatnya, membujuk agar
jangan menebang pohon sambil menyodorkan uang.
Ustaz marah, merasa terhina, sehingga perkelahian tidak
terhindarkan. Lagi-lagi, pemuda yang tampaknya lebih kekar dan perkasa itu
kalah. Penduduk kembali dinasihati dan kalau masih mengulangi pohon akan
ditebang.
Ustaz tadi merasa lega karena telah berusaha berdakwah
mengajarkan tauhid, mengajak warganya ke jalan yang benar, hanya menyembah
Allah. Namun sungguh kaget, suatu hari ada berita penduduk lain berdatangan
untuk melakukan ritual serupa.
Demikianlah, di tengah jalan ustaz sudah mengira, pasti
seorang pemuda akan mencegatnya lagi. Dalam hati berbisik, berapa banyak uang
kompromi yang mau ditawarkan kali ini. Kalau saja tawarannya di atas Rp 25
juta, lumayan jugalah untuk perbaiki rumah, pikir ustaz tadi.
Memang benar jumlah penduduk yang menyembah pohon masih
banyak. Maka dicabutlah parangnya untuk menebang pohon itu. Namun pemuda tadi
menghadang sehingga terjadi perkelahian, disaksikan orang banyak.
Nasib kurang beruntung, ustaz kali ini kalah. Dia
pulang dengan wajah merunduk. Sampai di rumah dia merenung. "Mengapa dulu
aku menang dengan mudahnya melawan pemuda itu, tetapi mengapa sekarang aku
kalah," keluhnya.
Ia lalu mengambil air wudu, terus salat memohon ampun
dan petunjuk Tuhan. Dalam salat itu dia sadar dan mendapat jawaban mengapa dia
kalah. "Perkelahian pertama dan kedua aku menang karena ikhlas, semata
karena Allah. Sedangkan yang terakhir dalam hatiku sudah ternoda dan tergoda
membayangkan uang kompromi atau sogokan dalam jumlah yang lebih besar, sehingga
keikhlasanku tidak bulat, bahkan rusak. Aku tidak lagi sakti, bahkan jadi
tertawaan setan dan konco-konconya meski aku seorang ulama."
Masih ada kisah lain yang juga menjelaskan kekuatan dan
keajaiban ikhlas. Di suatu desa terdapat seorang ulama yang juga disegani oleh
warganya. Karena didorong oleh cintanya kepada ustaz, ada seorang warga desa
yang menghadap minta didoakan sambil membawa oleh-oleh singkong dari kebunnya
sendiri.
"Ustaz, ini sekadar hadiah tak seberapa nilainya,
sebagai rasa cinta dan syukur, saya membawa singkong dari hasil panen kebun
sendiri. Semoga ustaz bersedia menerima hadiah ini," ujar warga kepada
ulama.
Sang ulama terharu pada kepolosannya, sehingga
menggerakkan hatinya untuk membalas dengan memberi hadiah. "Terima kasih
kunjunganmu dan hadiah yang engkau bawa. Semoga ke depan panennya semakin
banyak. Sebagai rasa terima kasih, terimalah hadiah dari saya, seekor kambing
ini. Mudah-mudahan ke depan akan beranak-pinak yang banyak dan
sehat-sehat", kata ulama.
Selang beberapa hari rupanya ada tetangga yang tahu
kebaikan ustaz tadi. Pagi-pagi dia bertamu ke rumah ustaz sambil membawa hadiah
seekor kambing. "Semoga ustadz akan membalasnya dengan memberi hadiah
seekor sapi pada saya," bisiknya dalam hati.
"Terima kasih atas kebaikan hatimu. Sekadar
sebagai tanda terima kasih, ini saya hadiahkan sekeranjang singkong, pasti
istri dan anak-anakmu akan senang," jawab ustaz sambil tersenyum. Dengan
hati kecewa, ia pulang sambil membawa sekeranjang singkong.
Dia menyesal, alih-alih mendapat hadiah sapi yang dia
bayangkan, kambingnya malah ditukar dengan singkong. Dua kisah tadi kelihatanya
sepele. Namun ada pelajaran yang amat berharga.
Keikhlasan merupakan sumber kekuatan dan kebahagiaan
hidup. Ikhlas adalah energi dan cahaya hati. Tanpa keikhlasan daya hidup akan
melemah dan dunia menjadi pengap. []
TRIBUNNEWS, 21 Juni 2016
Prof Dr Komaruddin Hidayat | Guru Besar UIN Syarif
Hidayatullah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar