Jumat, 10 Juni 2016

(Hikmah of the Day) Pak Syihab yang Dekat dengan Kiai



Pak Syihab yang Dekat dengan Kiai

Salah satu anggota keluarga saya ada seseorang namanya Syihabuddin. Ia adalah suami dari sepupu saya dari jalur ayah. Bagi saya pribadi, sosok seperti Pak Sihab (begitu kalangan keluarga saya biasa memanggil) adalah orang yang unik. Aktivitasnya sehari-hari banyak dihabiskan dalam dunia pendidikan, meskipun ia juga aktif dalam organisasi kemasyarakatan dan juga organisasi politik. Namun masyarakat mengenalnya sebagai orang pendidikan. Ia merupakan pegawai negeri sipil dalam lingkungan pendidikan.

Dalam dunia pendidikan ini, karir Pak Syihab sudah sangat lama dan sudah dituakan dalam dunia pendidikan formal kelas kabupaten. Banyak di antara guru-guru di kabupaten Pamekasan tempat tinggal saya yang dulunya juga adalah murid Pak Syihab. Mahfud MD, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu, adalah salah satu muridnya. Hari-harinya banyak diisi dengan mengajar dan mengajar. Senin sampai Jumat di tempat dinas. Sabtu mengajar di Perguruan Tinggi Swasta setempat. Minggu ia buat mengajar di sebuah madrasah di pelosok desa.

Dalam bidang yang ia tekuni itu Pak Syihabuddin sangat dihormati bawahannya. Meskipun tidak pernah marah murid-murid semuanya sungkan pada dirinya, demikian juga para guru dan staf bawahannya. Seringnya ketika melihat anak didiknya yang melanggar atau nakal Pak Syihab hanya melempar senyum saja pada si anak dan seketika anak itu langsung malu dan sungkan. Si anak pun menjadi jera. Pak Syihab merupakan sosok yang berkharisma. Hal demikian ini membuat posisinya sebagai kepala madrasah sering dimutasi dengan tujuan promosi dan memperbaiki kualitas madrasah yang lain.

Dalam posisinya sebagai pemimpin, Pak Syihab lebih mengutamakan contoh daripada instruksi. Bayangkan, ketika ada anak buahnya lembur, ia juga lembur, menyibukkan diri dengan tugas-tugasnya sendiri. Ketika guru atau stafnya pulang semua barulah ia pulang juga. Jadi dirinya selalu pulang terakhir sendiri.

Keteladanan Pak Syihab sebagai Kepala Madrasah sangat berkesan bagi bawahannya. Salah seorang guru madrasah yang dipimpin Pak Syihab pernah bercerita kepada penulis. Bahwasanya ketika Pak Syihab harus menghadiri rapat di Kementerian Agama yang jaraknya sekitar 22 (dua puluh dua) KM dari madrasahnya, Pak Syihab tidak langsung pulang ke rumah yang jaraknya dekat dengan kantor kemag tersebut. Melainkan masih menyempatkan diri kembali ke madrasahnya dan memantau apa masih ada salah seorang guru atau staf yang masih di situ. Waktu itu padahal sudah sore.

Dalam kehidupan beragama, Pak Syihab ini tidak seperti keluarga besar kami. Rupanya ia tidak mau tahlilan, memang ia duduk sebagai salah satu pengurus Muhammadiyah setempat. Namun demikian bukan berarti Pak Syihab lalu menunjukkan rasa anti terhadap keluarga kami. Dan keluarga besar kami pun baik kepada dirinya dan keluarganya. Ketika perayaan Idul Fitri keluarga kami ke makam para kakek dan nenek kami, Pak Syihab pun juga ikut. Tapi jika kami baca tahlil Pak Syihab hanya berdoa di samping makam mendoakan ahli kubur. Kesimpulan saya, berarti Pak Syihab bukan tidak percaya sampainya doa melainkan hanya tidak mau tahlilan.

Meskipun demikian bukan berarti Pak Syihab anti pada kiai. Dirinya juga sering silaturahim pada kiai dan meminta doanya. Bahkan dalam banyak hal jika ia harus mengambil kebijakan atau menghadapi masalah dalam pekerjaannya, ia menghadap kiai-kiai. Dulu, dikabarkan ia juga pernah nyantri di Pesantren.

Di daerah Pamekasan, Pak Syihab memiliki ikatan silaturahim dan emosional dengan para kiai ternama di sana. Bahkan ketika ia hendak perpisahan karena harus mutasi dari MTs Negeri tempat kami, Pak Syihab kirim salam pada Kiai Madani, ia mohon maaf dalam perpisahan tidak bisa memberi kabar sang kiai karena pastilah dirinya (Pak Syihab) tidak kuat menahan air mata karena haru. Rupanya Pak Syihab mendapat tempatnya tersendiri dalam hati Pak Kiai. Demikian pula denga kiai yang lain.

Awal tahun yang lalu Pak Syihabuddin wafat. Kewafatannya ini sebagaimana pribadinya memunculkan peristiwa yang unik pula karena dihadiri oleh kalangan kiai-kiai NU dan Pengurus Muhammadiyah Pamekasan Madura. Pada acara pemulasaraan jenazah Pak Syihab, semula para Pengurus Muhammadiyah menginginkan diselenggarakan saja oleh pengurus Muhammadiyah dan diperlakukan ‘ala Muhammadiyah.’ Saya tidak tahu bagaimana pemulasaraan mayat ala Muhammadiyah. Namun ketika itu seorang kiai (kalau tak keliru) namanya Kiai Hamid Mannan dari Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama Kabupaten Pamekasan melakukan interupsi.

“Maaf saya menyanggah. Saya kira jenazah Kiai Syihab ini harus saya laksanakan ala NU dan nanti harus ditahlili. Mengapa? Karena Almarhum adalah sahabat saya, dan ia pernah mondok di pesantren bersama saya. Jadi saya merasa wajib menghormati Almarhum,” katanya.

Mendengar interupsi itu maka masyarakat yang hadir langsung melaksanakan pemulasaraan terhadap jenazah Pak Syihab dan dilaksanakan ala NU serta di tahlili. Alhamdulillah mungkin itulah berkah kedekatan dengan Kiai. Kepada beliau Al-Fatihah. []

(R. Ahmad Nur Kholis)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar