Pak Syihab yang Dekat
dengan Kiai
Salah satu anggota
keluarga saya ada seseorang namanya Syihabuddin. Ia adalah suami dari sepupu
saya dari jalur ayah. Bagi saya pribadi, sosok seperti Pak Sihab (begitu
kalangan keluarga saya biasa memanggil) adalah orang yang unik. Aktivitasnya
sehari-hari banyak dihabiskan dalam dunia pendidikan, meskipun ia juga aktif
dalam organisasi kemasyarakatan dan juga organisasi politik. Namun masyarakat
mengenalnya sebagai orang pendidikan. Ia merupakan pegawai negeri sipil dalam
lingkungan pendidikan.
Dalam dunia
pendidikan ini, karir Pak Syihab sudah sangat lama dan sudah dituakan dalam
dunia pendidikan formal kelas kabupaten. Banyak di antara guru-guru di
kabupaten Pamekasan tempat tinggal saya yang dulunya juga adalah murid Pak
Syihab. Mahfud MD, mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu, adalah salah satu
muridnya. Hari-harinya banyak diisi dengan mengajar dan mengajar. Senin sampai
Jumat di tempat dinas. Sabtu mengajar di Perguruan Tinggi Swasta setempat.
Minggu ia buat mengajar di sebuah madrasah di pelosok desa.
Dalam bidang yang ia
tekuni itu Pak Syihabuddin sangat dihormati bawahannya. Meskipun tidak pernah
marah murid-murid semuanya sungkan pada dirinya, demikian juga para guru dan
staf bawahannya. Seringnya ketika melihat anak didiknya yang melanggar atau nakal
Pak Syihab hanya melempar senyum saja pada si anak dan seketika anak itu
langsung malu dan sungkan. Si anak pun menjadi jera. Pak Syihab merupakan sosok
yang berkharisma. Hal demikian ini membuat posisinya sebagai kepala madrasah
sering dimutasi dengan tujuan promosi dan memperbaiki kualitas madrasah yang
lain.
Dalam posisinya
sebagai pemimpin, Pak Syihab lebih mengutamakan contoh daripada instruksi.
Bayangkan, ketika ada anak buahnya lembur, ia juga lembur, menyibukkan diri
dengan tugas-tugasnya sendiri. Ketika guru atau stafnya pulang semua barulah ia
pulang juga. Jadi dirinya selalu pulang terakhir sendiri.
Keteladanan Pak
Syihab sebagai Kepala Madrasah sangat berkesan bagi bawahannya. Salah seorang
guru madrasah yang dipimpin Pak Syihab pernah bercerita kepada penulis.
Bahwasanya ketika Pak Syihab harus menghadiri rapat di Kementerian Agama yang
jaraknya sekitar 22 (dua puluh dua) KM dari madrasahnya, Pak Syihab tidak
langsung pulang ke rumah yang jaraknya dekat dengan kantor kemag tersebut. Melainkan
masih menyempatkan diri kembali ke madrasahnya dan memantau apa masih ada salah
seorang guru atau staf yang masih di situ. Waktu itu padahal sudah sore.
Dalam kehidupan
beragama, Pak Syihab ini tidak seperti keluarga besar kami. Rupanya ia tidak
mau tahlilan, memang ia duduk sebagai salah satu pengurus Muhammadiyah
setempat. Namun demikian bukan berarti Pak Syihab lalu menunjukkan rasa anti
terhadap keluarga kami. Dan keluarga besar kami pun baik kepada dirinya dan
keluarganya. Ketika perayaan Idul Fitri keluarga kami ke makam para kakek dan
nenek kami, Pak Syihab pun juga ikut. Tapi jika kami baca tahlil Pak Syihab
hanya berdoa di samping makam mendoakan ahli kubur. Kesimpulan saya, berarti
Pak Syihab bukan tidak percaya sampainya doa melainkan hanya tidak mau
tahlilan.
Meskipun demikian
bukan berarti Pak Syihab anti pada kiai. Dirinya juga sering silaturahim pada
kiai dan meminta doanya. Bahkan dalam banyak hal jika ia harus mengambil
kebijakan atau menghadapi masalah dalam pekerjaannya, ia menghadap kiai-kiai.
Dulu, dikabarkan ia juga pernah nyantri di Pesantren.
Di daerah Pamekasan,
Pak Syihab memiliki ikatan silaturahim dan emosional dengan para kiai ternama
di sana. Bahkan ketika ia hendak perpisahan karena harus mutasi dari MTs Negeri
tempat kami, Pak Syihab kirim salam pada Kiai Madani, ia mohon maaf dalam
perpisahan tidak bisa memberi kabar sang kiai karena pastilah dirinya (Pak
Syihab) tidak kuat menahan air mata karena haru. Rupanya Pak Syihab mendapat
tempatnya tersendiri dalam hati Pak Kiai. Demikian pula denga kiai yang lain.
Awal tahun yang lalu
Pak Syihabuddin wafat. Kewafatannya ini sebagaimana pribadinya memunculkan
peristiwa yang unik pula karena dihadiri oleh kalangan kiai-kiai NU dan
Pengurus Muhammadiyah Pamekasan Madura. Pada acara pemulasaraan jenazah Pak
Syihab, semula para Pengurus Muhammadiyah menginginkan diselenggarakan saja
oleh pengurus Muhammadiyah dan diperlakukan ‘ala Muhammadiyah.’ Saya tidak tahu
bagaimana pemulasaraan mayat ala Muhammadiyah. Namun ketika itu seorang kiai
(kalau tak keliru) namanya Kiai Hamid Mannan dari Pengurus Cabang Nahdlatul
Ulama Kabupaten Pamekasan melakukan interupsi.
“Maaf saya
menyanggah. Saya kira jenazah Kiai Syihab ini harus saya laksanakan ala NU dan
nanti harus ditahlili. Mengapa? Karena Almarhum adalah sahabat saya, dan ia
pernah mondok di pesantren bersama saya. Jadi saya merasa wajib menghormati
Almarhum,” katanya.
Mendengar interupsi
itu maka masyarakat yang hadir langsung melaksanakan pemulasaraan terhadap
jenazah Pak Syihab dan dilaksanakan ala NU serta di tahlili. Alhamdulillah
mungkin itulah berkah kedekatan dengan Kiai. Kepada beliau Al-Fatihah. []
(R. Ahmad Nur Kholis)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar