Senin, 13 Juni 2016

Cak Nun: Ia Saudaraku. Tetap Saudaraku



Ia Saudaraku. Tetap Saudaraku
Oleh: Emha Ainun Nadjib

Sesungguhnya saya pribadi tidak bisa terima bahwa semua orang sekampung memberikan gelar yang tak bisa ditawar lagi kepada saudara saya itu: brutal, radikal, fundamentalis, bahkan teroris, tidak berperikemanusiaan, dan segala macam gelar yang terburuk.

Benar sekali ia brutal. Ia radikal. Ia fundamentalis. Pada saat-saat tertentu ia melakukan sesuatu yang membuat ia disebut teroris.

Tetapi, itu semua, ada sebabnya.

Itu semua, adalah akibat, yang merupakan produk dari sebab.

Wahai saudara-saudara para penduduk  dan pemerintah di kampungku, serta wahai saudara-saudaraku seluruh ummat manusia, juga wahai para Jin, Setan, Malaikat dan semua jenis makhluk ciptaan Tuhan di bumi maupun di mana saja: itu semua, ada sebabnya. Itu semua, adalah akibat, yang merupakan produk dari sebab.

***

Sebabnya adalah penjajahan, tipu daya dan pembodohan yang dilakukan oleh sebagian penduduk dunia atas sebagian penduduk lainnya di dunia. Demikian juga oleh sebagian penduduk kampung atas penduduk lainnya di kampung.

Penjajahan yang semua terang-terangan, kemudian penjajahan yang disamarkan, dan sekarang penjajahan yang wujudnya sama sekali bukan penjajahan, sehingga yang dijajah justru merasa dijunjung dan disantuni. Yang terakhir itu bisa berlangsung karena cara utama penjajahan mutakhir adalah tipu daya melalui pendidikan, hukum, kebudayaan dan kepalsuan-kepalsuan politik. Bisa sedemikian mulus dan dominannya penjajahan dan tipu daya itu karena syarat strategis untuk menjalankannya, yakni proses pembodohan global, melalui penguasan-penguasan nasional, regional dan lokal – berjalan sangat mulus.

Metode dan strategi yang paling mendasar dari penjajahan yang wujudnya adalah santunan dan kasih sayang, adalah pola berpikir yang disembunyikan oleh para penjajah. Yakni pola Dajjalisme, yakni tipu daya atas cara berpikir manusia sedunia: “Neraka diyakinkan sebagai sorga, dan sorga diyakinkan sebagai neraka”.

***

Bahkan tahukah Anda bahwa pada waktu-waktu terakhir sekarang ini, kecanggihan penjajahan, tipu daya dan pembodohan itu membuat saudara brutalku itu sering mengutuk dan mengamuk kepada justru kami sekeluarganya sendiri.

Saudaraku itu seakan-akan pembenci para penjajah, tetapi sasaran amukannya adalah keluarganya sendiri. Saudaraku itu tepat ketika menyatakan bahwa “selama ketidakadilan ini tak berhenti menimpa penduduk kampung dan ummat manusia di bumi, maka kemarahanku ini adalah kewajaran hidup”. Tetapi tetap saja sasaran amukannya adalah keluarga kami sendiri.

Para penguasa tipudaya dan lingkaran-lingkaran rahasianya di kampung kami sejak lama mengkawatirkan ketangguhan hidup keluarga kami. Terutama karena ketangguhan itu, di samping berasal dari jenis karakter kemanusiaan kami, juga diperkuat oleh kepercayaan yang dianut oleh keluarga kami.

Maka satu-satunya jalan untuk melawan itu adalah dengan mengadudomba kami sekeluarga. Dari soal-soal yang kecil-kecil hingga tema-tema yang besar dan mendasar keluarga kami diprovokasi dan diadudomba. Hasilnya dua. Pertama, keutuhan keluarga diretakkan. Kekuatan kepercayaan kami dilunturkan.

Demikianlah maka yang berlangsung kini adalah tuduhan terburuk menimpa saudaraku, dan nama baik seluruh keluarga kami dicoreng-moreng semena-mena semau-mau para penipu daya. Dengan situasi seperti itu, maka mereka dengan mudah merampok kekayaan-kekayaan kami secara tersamar melalui berbagai cara yang diterapkan oleh penguasa dunia, yang pelaksana lapangannya adalah para penguasa di kampung kami.

***

Dengan ini aku menyatakan dua hal kepada siapa saja, terutama kepada pelaku penjajahan, tipu daya dan pembodohan pada skala seberapapun dan pada level apapun.

Bahwa saudaraku si brutal itu adalah saudaraku, dan tetap saudaraku.

Aku dan keluargaku tidak sependapat dengannya dalam sangat banyak hal yang mendasar maupun yang tidak mendasar. Tetapi ia tetap saudaraku.

Aku dan keluargaku sangat tersiksa oleh perilakunya dan ada saat-saat kami kehabisan kesabaran atasnya, tetapi ia adalah saudaraku. Dan tetap saudaraku.

Aku dan keluargaku sangat banyak bertentangan dalam hal nilai-nilai kemanusiaan, kealamsemestaan dan ketuhanan. Dan situasi itu bisa saja membuat kami akan berkelahi bahkan berperang sendiri di antara kami. Tetapi ia adalah saudaraku. Dan tetap saudaraku.

Di antara aku dan keluargaku sendiri menjadi korban dari perilakunya, sampai ke tingkat nyawa. Tetapi ia adalah saudaraku. Dan tetap saudaraku.

Kalau ia berlaku salah, kalau ia mengamuk, kami sekeluargalah yang paling menderita. Dan biarlah kami sekeluarga yang menanganinya. Para tetangga tidak usah mengejeknya, jangan mentertawakannya, jangan menghina dan merendahkannya.

Aku memaafkan almarhum saudaraku yang suka bersama para tetangga mentertawakan saudaraku itu. Aku memaafkan, melupakan dan menghapusnya.

Akan tetapi, ini hal kedua yang saya nyatakan: para tetangga yang meneruskan tertawa terbahak-bahak, mengejek, melecehkan, merendahkan dan menghina saudaraku dan kami sekeluarga, kunyatakan bahwa besok pagi ada matahari, dan segala sesuatunya belum selesai. []

Dari CN kepada anak-cucu dan JM
6 Pebruari 2016

Tidak ada komentar:

Posting Komentar