Kamis, 23 Juni 2016

Buya Syafii: Fazlur Rahman dalam Simposium (V)



Fazlur Rahman dalam Simposium (V)
Oleh: Ahmad Syafii Maarif

Alangkah beratnya mengubah paradigma berfikir suatu masyarakat tradisional yang sudah berlangsung ratusan tahun. Mungkin karena alasan inilah Fazlur Rahman, sebagaimana dikatakan oleh Gazo, cara revolusi tidak akan ada hasilnya. Jalan terbaik adalah melaui metode perbaikan bertahap (reform) dan penyuntikan tenaga baru (revitalization) pada tradisi keagamaan. Komentar Imtiyaz Yusuf atas nasib Ismail al-Faruqi dan Fazlur Rahman yang mencoba mengubah cara berfikir umat, tetapi lebih banyak gagalnya itu, sebagai berikut: “Kecemburuan internal, kebencian, dan tiadanya sportivitas terhadap dedikasi mereka berdampingan dengan kelesuan yang masih saja melemahkan umat Islam dari dalam hingga hari ini.”

Presiden Ayup Khan yang berupaya melindungi Fazlur Rahman akhirnya tidak berdaya berhadapan dengan tembok konservatisme yang sangat  tebal itu memberi catatan berikut ini, seperti dikutip oleh Imtiyaz Yusuf: Dr Fazlur Rahman, direktur Institut Riset Islam, berada di bawah kritik permusuhan dari kawasan pedalaman, dikipasi oleh para mulla bodoh.

dengan motif politik. Tuduhan-tuduhan, yang sepenuhnya palsu dibuat untuk menentang beberapa perkataan yang terdapat dalam karyanya, Islam, yang ditulis beberapa tahun yang lalu dan yang kemudian diterbitkan oleh Oxford University Press. Buku ini adalah karya kesarjanaan kelas tinggi, ditulis untuk masyarakat Eropa dan merupakan sebuah upaya menghilangkan kesan-kesan palsu tentang Islam…Orang-orang ini tidak mengizinkan Islam menjadi wahana kemajuan. Bagaimana corak hari depan Islam yang semacam itu di abad penalaran dan ilmu pengetahuan tidak sulit untuk diperkirakan.

Diaspora Ismail al-Faruqi dan Fazlur Rahman dari bumi Muslim ke dunia belahan Barat berlangsung sampai keduanya menemui ajalnya masing-masing: yang pertama dibunuh oleh seorang Muslim fanatik, yang kedua wafat karena penyakit diabetes yang telah lama dideritanya.

Berbeda dengan Fazlur Rahman yang menempatkan al-Qur’an sebagai pusat perhatian utamanya, Ismail al-Faruqi banyak berenang dalam fenomenologi berbagai agama, menilai sisi-sisi positif dan negatif agama-agama itu. Inilah di antara kesan Imtiyaz Yusuf tentang suasana kuliah Ismail al-Faruqi di Universitas Temple: “Kuliah pertama yang saya ikuti dengannya adalah mengenai al-Qur’an, di mana meskipun terdapat perbedaan pribadi dan pemikiran dengan Fazlur Rahman dari Universitas Chicago, buku teks kuliah tidak lain dari karya Fazlur Rahman terbaik The (sic) Major Themes of the Qur’an.” Artinya Ismail al-Faruqi di mata Imtiyaz Yusuf sangat menghargai kesarjanaan seseorang, sekalipun bisa saja berbeda dalam beberapa butir pemikiran.

Untuk mengenang kematian Ismail al-Faruqi secara tragis tahun 1986, Fazlur Rahman menulis artikel yang dikutip Imtiyaz Yusuf di bawah judul: “Palestine and My Experiences with the Young Faruqi 1958-1963”: Ismail, dalam pandangan saya, memiliki salah satu minda terbaik di kalangan generasi muda Arab dan dapat menghargai dengan baik butir-butir 

filosofis yang sangat pelik, meskipun punya kecenderungan kecil untuk menggunakan hasrat intelektualnya atas kajian khazanah Islam klasik. Semuanya ini baginya terlihat sebagai sebuah potongan serba putih, sementara Barat modern semua dilihatnya sebagai sebuah potongan serba hitam.

Secara pribadi Ismail sangat menyenangkan. Dia selalu tersenyum dan tidak pernah sekali pun kejadian selama kami hampir tiga tahun bersama di McGill saat dia bertengkar dengan seseorang.

Tampaknya dia mengembangkan persahabatan erat khusus dengan saya dan kami berbincang tentang masalah-masalah intelektual kadang-kadang berlangsung berjam-jam, tidak jarang lewat telepon. Saya tidak punya mobil karena tidak bisa menyopir lantaran pandangan mata yang lemah. 

Sering dan dalam waktu yang lama dia akan jemput saya ke rumah untuk berangkat ke Institut. Saya menikmati persahabatan itu dan kegiatan intelektualnya yang tak pernah padam.

Akhirnya, tidak semua catatan makalah dalam simposium tentang Fazlur Rahman di Universitas Inönü yang sempat saya rekamkan di sini. Analisis Fazlur Rahman tentang proses turunnya wahyu yang menyulut protes di Pakistan, mohon tuan dan puan baca sendiri dalam karya-karyanya yang sebagian sudah terdapat terjemahan dalam bahasa Indonesia. Selamat. []

REPUBLIKA, 21 Juni 2016
Ahmad Syafii Maarif | Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar