Hukum Melamar Janda yang
Masih dalam Masa Iddah
Sepasang calon pengantin hadir di Kantor
Urusan Agama untuk melakukan pemeriksaan berkas dan data untuk kepentingan
pernikahan mereka. Proses ini mesti dilalui untuk memastikan apakah pernikahan
calon pengantin bisa dilaksanakan atau tidak.
Lembar demi lembar data telah diperiksa dan
menunjukkan kebenarannya. Hanya saja ketika sang penghulu sampai pada lembar
akta cerai calon pengantin wanita ia terhenti karena data yang tertulis di
dalamnya. Data pada akta itu menunjukkan bahwa calon pengantin wanita sampai
dengan hari pernikahan nanti masih dalam masa iddah dan baru selesai dua minggu
berikutnya.
“Bahkan, semestinya Anda tidak boleh melamar
perempuan ini karena masih dalam masa iddah, apalagi sampai menikahinya. Tidak
sah akadnya,” sang penghulu memberi tahu calon pengantin pria.
Ya, seorang perempuan yang telah putus
hubungan perkawinan karena dicerai oleh suaminya tidak serta merta bisa menikah
lagi dengan laki-laki lain. Berbeda dengan seorang laki-laki, seorang perempuan
yang bercerai dengan suaminya memiliki masa iddah di mana selama masa iddah itu
belum selesai ia tidak diperbolehkan menikah. Pun seorang laki-laki tidak
dibenarkan mengutarakan keinginannya untuk menikah dengan perempuan yang masih berada
di dalam masa iddah.
Penyampaian keinginan untuk menikah ini di
dalam bahasa fiqih disebut dengan khitbah atau meminang. Syekh Muhammad Qasim
Al-Ghazi dalam kitabnya Fathul Qarîbil Mujîb mendefinisikan khitbah atau
pinangan sebagai berikut:
وهي
التماس الخاطب من المخطوبة النكاح
Artinya: “Khitbah (meminang) adalah
permintaan seorang laki-laki yang meminang kepada seorang perempuan yang
dipinang untuk menikah.”
Ada dua cara penyampaian pinangan dari
seorang laki-laki kepada seorang perempuan yang hendak dinikahinya, yakni
dengan cara tashrîh (dengan kalimat yang jelas) dan cara ta’rîdl (dengan
kalimat sindiran).
Pinangan yang dilakukan secara tashrîh adalah
pinangan dengan menggunakan kalimat yang secara pasti menunjukkan adanya
keinginan kuat untuk menikah dengan perempuan yang dipinang. Sedangkan pinangan
yang dilakukan secara sindiran adalah pinangan dengan kalimat yang tidak secara
pasti menunjukkan keinginan yang kuat untuk menikah. Demikian Syekh Ibrahim
Al-Baijuri dalam kitab Hâsyiyah-nya mendefinisikan.
Sebagai contoh ketika seorang laki-laki
merasa senang dengan seorang perempuan dan menginginkan untuk menikahinya, lalu
kepada sang perempuan ia mengatakan “aku ingin menikahimu” maka ini adalah
pinangan secara tashrîh. Sedangkan bila ia menyampaikan pinangannya dengan
semisal kalimat “banyak lelaki yang menyukaimu” maka ini adalah pinangan secara
ta’rîdl.
Meminang seorang perempuan untuk dinikahi,
baik secara jelas ataupun sindirian, secara tashrîh atau ta’rîdl, tidaklah
mengapa bila tujukan kepada seorang perempuan yang masih lajang dan tak
memiliki halangan untuk menikah. Namun bila pinangan itu ditujukan kepada
seorang perempuan yang sedang memiliki halangan untuk menikah seperti seorang
janda yang masih dalam masa iddah maka ada hukum tersendiri yang dirinci oleh
para ulama.
Syekh Abu Syuja’ Al-Ishfahani menuturkan
dalam kitab Ghâyatut Taqrîb:
ولا
يجوز أن يصرح بخطبة معتدة ويجوز أن يعرض لها وينكحها بعد انقضاء عدتها
Artinya: “Dan tidak boleh meminang secara
jelas perempuan yang sedang dalam masa iddah, namun boleh meminangnya dengan
cara sindiran dan menikahinya setelah selesainya masa iddah.”
Seorang perempuan yang masih menjalani masa
iddah, baik karena ditinggal mati atau karena ditalak suaminya, baik ditalak
dengan talak raj’i atau talak bain, maka haram bagi seorang laki-laki
mengutarakan keinginan untuk menikahinya secara tashrîh atau jelas. Ini tidak
diperbolehkan karena dengan menampakkan rasa senangnya kepada perempuan
tersebut bisa menjadikan sang perempuan berbohong akan masa iddahnya.
Umpamanya, semestinya seorang perempuan baru akan berakhir masa iddahnya dua
bulan yang akan datang, namun karena saat ini ada laki-laki yang mau
menikahinya maka ia berbohong dengan mempercepat masa iddahnya agar bisa segera
menikah dengan laki-laki tersebut sehingga tak lagi menyandang status janda.
Bagaimana dengan penyampaian keinginan
menikahi secara sindiran atau ta’rîdl?
Hukum penyampaian keinginan untuk menikahi
seorang janda secara sindiran atau ta’rîdl dengan melihat pada status sang
perempuan. Bila ia sedang dalam masa iddah karena ditalak raj’i oleh suaminya
maka haram hukumnya menyampaikan hal itu secara sindiran, karena pada
hakekatnya seorang perempuan yang dalam masa iddah karena talak raj’i adalah
masih menyandang status seorang istri dari suami yang mentalaknya sampai masa
iddahnya habis.
Sedangkan bila ia dalam masa iddah karena
ditinggal mati atau yang semakna dengannya, seperti ditalak bain dan fasakh, maka
tidak haram meminangnya dengan sindiran semisal dengan ungkapan “nanti kalau
masa iddahmu habis kasih tahu aku, ya.”
Dalam hal yang terakhir ini pinangan yang
disampaikan secara sindiran diperbolehkan karena di dalamnya mengandung
kemungkinan sang laki-laki mau menikahinya atau tidak.
Berkaitan dengan itu semua Syekh Abu Bakar
Al-Hishni dalam kitab Kifâyatul Akhyâr menuturkan:
الْمَرْأَة
إِن كَانَت خلية عَن النِّكَاح وَالْعدة جَازَت خطبتها تَصْرِيحًا وتعريضاً قطعا
وَإِن كَانَت مُزَوّجَة حرما قطعا وَإِن كَانَت مُعْتَدَّة حرم التَّصْرِيح
بخطبتها وَأما التَّعْرِيض فَإِن كَانَت رَجْعِيَّة حرم التَّعْرِيض لِأَنَّهَا
زَوْجَة وَإِن كَانَت فِي عدَّة الْوَفَاة وَمَا فِي مَعْنَاهَا كالبائن والمفسوخ
نِكَاحهَا فَلَا يحرم التَّعْرِيض
Artinya: “Seorang perempuan bila ia bebas
dari ikatan perkawinan dan masa iddah ia boleh dipinang baik secara jelas
maupun sindiran. Bila ia masih berstatus sebagai istri seseorang maka haram ia
dipinang baik secara jelas ataupun sindiran. Sedangkan bila ia dalam masa iddah
maka haram ia dipinang secara jelas. Adapun dipinang secara sindiran, bila ia
dalam masa iddah karena talak raj’i maka haram meminangnya secara sindiran
karena ia masih berstatus sebagai seorang istri. Sedangkan bila ia dalam masa
iddah karena ditinggal mati atau yang semakna dengannya seperti talak bain dan
fasakh maka tidak haram meminangnya dengan sindiran.”
Sebagai penutup satu hal yang mesti
diperhatikan, bila menyampaikan keinginan secara sindiran untuk menikahi
seorang perempuan yang masih dalam masa iddah karena talak raj’i saja
diharamkan, bagaimana dengan menyampaikan keinginan itu secara jelas kepada
seorang perempuan yang jelas-jelas masih berstatus istri orang? Wallâhu a’lam.
[]
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar