Napak Tilas Andalusia (3)
Oleh: Azyumardi Azra
Napak tilas Andalusia berlanjut. Setelah mengunjungi Malaga dan
Sevilla, perjalanan jasmani dan rohani belum lengkap tanpa mendatangi Kordoba
dan Granada. Kedua kota ini menyimpan banyak cerita dan warisan (heritage) mengenai
kebangkitan dan kejayaan Islam yang kemudian mengalami kenestapaan karena
perpecahan dan perkelahian sesama Muslim.
Kordoba (bahasa Arab, Qurtubah) merupakan kota tua sejak masa
Romawi, yang kemudian di bawah kekuasaan Muslim berkembang pesat sampai
memiliki keistimewaan tersendiri. Kini kota yang berpenduduk sekitar 350 ribu
jiwa adalah ibu kota Provinsi Kordoba, yang menjadi bagian dari Komunitas
Otonom Andalusia. Kordoba adalah kota ke-11 dalam hal jumlah penduduk di Spanyol
dewasa ini.
Kordoba, seperti juga banyak wilayah Andalusia lain, ditaklukkan
kekuasaan Islam sejak 711. Namun, berbeda dengan wilayah-wilayah lain yang
dikuasai secara lokal, Kordoba sejak 716 menjadi ibu kota provinsi yang
diperintah secara langsung oleh Dinasti Umayyah dari Damaskus. Namun, pada 766
Kordoba menjadi pusat kekuasaan Dinasti Umayyah Andalusia yang terpisah dari
kekuasaan Umayyah di Damaskus.
Puncak kejayaan Kordoba terjadi sepanjang abad 9-10. Kota ini
menjadi pusat penduduk yang datang dari banyak tempat di Semenanjung Iberia dan
wilayah Eropa lainnya dan juga dari kawasan Maghrib. Hal ini terkait dengan
ekonominya yang bertumbuh pesat berkat hasil pertanian dan produksi industri
rumah tangga.
Didukung kekuatan ekonomi, Kordoba juga tumbuh menjadi pusat ilmu
pengetahuan. Selain mendirikan banyak perpustakaan umum, penguasa Dinasti
Umayyah juga mendirikan Universitas Kordoba. Banyak penuntut ilmu datang ke
kota ini di mana banyak ilmuwan sumber ilmu bermukim. Kordoba menjadi kota kosmopolitan.
Menjadi saksi hidup perjalanan Islam sepanjang sejarah, Kordoba
pertama-tama terkenal dengan Mezquita-Catedral de Cordoba. Ini adalah monumen
unik yang mencerminkan eksistensi dan kontestasi dua agama (Islam dan Katolik)
di Andalusia atau di Eropa secara keseluruhan.
Masjid Kordoba dibangun sejak 784 dalam masa kekuasaan Abdurrahman
I. Dengan arsitekturnya yang grandeur,
masjid ini menjadi salah satu dari empat keajaiban di Dunia Muslim. Riwayat
Masjid Kordoba dengan tempat ibadah Muslim berakhir dengan tamatnya kekuasaan
Muslim di Kordoba berikut reconquista
balatentara koalisi Katolik pada 1236.
Meski bangunan masjid umumnya tetap dipertahankan penguasa
Katolik, dia kemudian dikembangkan menjadi katedral. Bagian tertentu katedral
itu sampai sekarang juga masih terus digunakan untuk kebaktian, sedangkan
ibadah Islam tidak diizinkan.
Karena itulah, sejak awal 2000 pemimpin Muslim Spanyol berjuang ke
pihak pemerintah dan otoritas gereja Katolik untuk mengizinkan Muslim melakukan
shalat di Mezquita Kordoba. Namun, permintaan ini belum dipenuhi. Pada April
2010, dua Muslim ditahan polisi karena berusaha melaksanakan shalat di dalam
masjid ini. Keduanya adalah bagian dari rombongan sekitar 114 turis Muslim
Austria.
Perjalanan napak tilas Islam di Andalusia berakhir di Granada
(bahasa Arab, Gharnathah), yang mungkin berarti ‘bukit orang-orang asing’.
Granada disebut banyak sejarawan sebagai tempat perlindungan terakhir kaum
Muslimin. Ketika satu persatu wilayah dan kota di Andalusia mengalami reconquista Katolik,
banyak Muslimin mengungsi ke Granada. Akhirnya Granada pada 1492 juga jatuh ke
tangan kekuasaan Katolik.
Kekuasaan Islam juga silih berganti di Keamiran Granada, mulai
dari bagian wilayah Dinasti Umayyah Damaskus kemudian sejak awal abad 11
menjadi Kesultanan Berber yang merdeka dari Damaskus. Selanjutnya, Granada
dikuasai Dinasti al-Murawid sejak 1090, al-Muwahid sejak 1166, dan Dinasti
Nasiriyah sejak 1228.
Berada di bawah kekuasaan Muslim berbeda dari satu waktu ke waktu
lain, Ibn Battutah—pengembara Muslim terkenal—sampai di Granada pada 1350.
Menurut Ibn Battutah, Granada adalah negeri yang kuat dan berdikari secara
ekonomi. “Granada adalah metropolis dan pengantin kota-kota Andalusia,”
tulisnya.
Kini Granada (penduduk sekitar 236 ribu jiwa) adalah ibu kota
Provinsi Granada di dalam Komunitas Otonom Andalusia. Tidak diketahui pasti
jumlah Muslim Granada. Namun, mereka beruntung karena sejak 2003 memiliki
Mezquita Mayor de Granada, setelah berjuang untuk mendapatkan izin selama 22
tahun.
Alhambra (bahasa Arab, Qalat al-Hamra, biasa diterjemahkan sebagai
‘benteng merah’) adalah salah satu warisan terbesar peradaban Islam Andalusia
di Granada. Merupakan benteng dan istana, Alhambra yang terletak di atas
perbukitan dibangun secara bertahap sejak 1238 sehingga akhirnya menjadi salah
satu ‘keajaiban dunia’. []
REPUBLIKA, 11 April 2019
Tidak ada komentar:
Posting Komentar