Senin, 07 Juni 2021

(Ngaji of the Day) Empat Kali Renovasi Ka’bah

Ka’bah adalah bangunan berbentuk kubus yang menjadi pusat ibadah bagi seluruh umat Islam di seluruh dunia. Ia menjadi bangunan pertama yang didirikan atas nama Allah, untuk menyembah dan menyesakan-Nya. Maka Ka’bah kemudian dikenal dengan sebutan baitullah (rumah Allah) di bumi ini.

 

Orang yang pertama kali mendirikan Ka’bah adalah Nabi Ibrahim as. Dibantu anaknya, Nabi Ismail as., Nabi Ibrahim as. mulai membangun Ka’bah sesuai dengan dengan perintah Allah. Hal ini dikisahkan dalam Al-Qur’an Surat al-Baqarah ayat 127: “Dan ingatlah ketika Ibrahim meninggikan (membina) dasar-dasar Baitullah bersama Ismail (seraya berdoa), ‘Ya Tuhan kami, terimalah dari kami (amal kami). Sungguh Engkau Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.”

 

Adapun bahan bangunan Ka’bah pada saat itu didatangkan dari lima gunung, yaitu gunung Thursina (gunung Sinai), Thurzita, Libnan, Judi, dan gunung Nur. Proses akhir pembangunan Ka’bah ditandai dengan peletakan Hajar Aswad di pojok tenggara Ka’bah.

 

Seiring dengan berjalannya waktu, Ka’bah beberapa kali ditimpa bencana –seperti banjir dan kebakaran- hingga menyebabkan bangunan dan dindingnya rusak dan bahkan hancur. Setelah itu juga, Ka’bah dibangun kembali. Merujuk buku The Great Episodes of Muhammad saw. (Dr. Said Ramadhan al-Buthy, 2017), para ulama sepakat bahwa Ka’bah telah mengalami pembangunan atau rehabilitasi sebanyak empat kali.

 

Pertama, pembangunan Ka’bah dilakukan Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Sesuai dengan QS al-Baqarah di atas, Nabi Ibrahim membangun Ka’bah atas perintah Allah. Ketika itu, Nabi Ibrahim meninggikan bangunan Ka’bah hingga 7 hasta, dengan panjang 30 hasta, dan lebar 22 hasta. Sementara pendapat lain menyebutkan kalau tinggi Ka’bah adalah 9 hasta. Saat itu, Ka’bah belum dilengkapi dengan atap.

 

Kedua, pembangunan Ka’bah dikerjakan kaum Quraisy. Beberapa tahun sebelum Muhammad diangkat menjadi Nabi, banjir bandang menerjang Makkah hingga menyebabkan sebagian dinding Ka’bah roboh. Kaum Quraisy kemudian membangun kembali Ka’bah yang rusak itu. Nabi Muhammad yang saat itu diperkirakan berusia 35 tahun juga ikut serta dalam pembangunan Ka'bah. Beliau mengangkut batu di atas pundaknya dengan beralaskan selembar kain. Ia bahkan sempat tersungkur ketika membawa batu-batu itu.

 

Ketika pembangunan selesai, suku-suku berselisih untuk menentukan suku mana yang paling berhak untuk meletakkan Hajar Aswad ke tempat asalnya. Nabi Muhammad mengusulkan agar Hajar Aswad ditaruh di atas selembar kain, sementara perwakilan dari suku-suku yang berselisih itu masing-masing memegang ujung kain untuk kemudian mengarahkan batu hitam itu ke tempatnya semula. Semua sepakat dengan usul Nabi Muhammad itu.

 

Pada pembangunan kedua ini, Ka’bah ditinggikan hingga 18 hasta, namun panjangnya dikurangi menjadi sekitar 6,5 hasta (dari sebelumnya 30 hasta), mereka biarkan dalam area Hijir Ismail. Sebetulnya Nabi Muhammad ‘tidak sepakat’ dengan pembangunan Ka’bah yang dilakukan kaum Quraisy tersebut, karena mengubah posisi Ka’bah sebagaimana ketika dibangun Nabi Ibrahim. Namun Nabi Muhammad memilih untuk menahan ‘egonya’ atas kebenaran sejarah, dengan mendahulukan kepentingan masyarakat secara luas.

 

“Wahai Aisyah, jika bukan karena kaummu baru saja meninggalkan jahiliyah, tentu mereka sudah kuperintahkan untuk menghancurkan Ka’bah agar kumasukkan ke dalamnya apa yang dikeluarkan darinya, kutempelkan (pintunya) ke tanah, kubuatkan baginya satu pintu di timur dan satu pintu di barat, dan aku akan menghubungkannya dengan dasar-dasar yang dibangun Ibrahim,” kata Nabi Muhammad kepada Sayyidah Aisyah mengenai pembangunan Ka’bah yang dilakukan kaum Quraisy itu.

 

Ketiga, pembangunan Ka’bah pada masa Khalifah Yazid bin Muawiyah. Pada akhir tahun ke-36 H, pasukan Yazid bin Muawiyah di bawah komando al-Hushain bin Numair as-Sakuni menyerbu Abdullah bin Zubair dan pengikutnya di Makkah. Peperangan itu menyebabkan sebagian besar dinding Ka’bah roboh dan terbakar.

 

Abdullah bin Zubair meminta saran kepada yang lainnya terkait dengan pembangunan Ka’bah, apakah dibangun bagian-bagian yang rusak saja atau diratakan semuanya baru kemudian dibangun kembali. Setelah menerima beberapa usulan, Abdullah bin Zubair akhir meratakan Ka’bah dengan tanah. Ia kemudian membangun tiang-tiang di sekelilingnya dan menutupinya dengan tirai.

 

Abdullah bin Zubair menambah bangunan Ka’bah 6 hasta, dari yang dulu dikurangi kaum Quraisy. Ia juga menambah tinginya 10 hasta dan membuat dua pintu; satu pintu untuk masuk dan satunya lagi untuk keluar. Dia berani melakukan ini, merombak bentuk dan pososo Ka’bah, karena mengikuti hadits Nabi Muhammad di atas.

 

Keempat, pembangunan Ka’bah dilakukan setelah Abdullah bin Zubari wafat. Setelah Abdullah bin Zubari terbunuh, al-Hajjaj melaporkan kepada Khalifah Dinasti Umayyah saat itu, Malik bin Marwan, bahwa Ibnu Zubair telah mendirikan pondasi Ka’bah yang diperselisihkan oleh para pemuka Makkah.

 

“Kalau tinggi bangunan yang dia (Abdullah bin Zubair), biarkah saja. Namun, panjang bangunan itu yang meliputi Hijir Ismail, kembalikanlah seperti semula. Dan tutuplah pintu yang dia buka,” perintah Malik bin Marwan kepada al-Hajjaj. Al-Hajjaj kemudian meratakan dan membangun kembali Ka’bah seperti sebelum Abdullah bin Zubair mengubahnya.

 

Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa pembangunan Ka’bah dilakukan sebanyak lima kali. Pembangunan pertama dikerjakan oleh Nabi Adam as. Pendapat ini didasarkan pada riwayat al-Baihaqi dari Abdullah bin Umar. Di situ disebutkan bahwa Nabi Adam diperintahkan Allah untuk membangun rumah bagi-Nya. Akan tetapi, riwayat ini dhaif karena salah satu rawinya, Ibnu Luha’iah adalah perawi yang dhaif dan tidak bisa dijadikan hujjah. Pendapat lain menyebut kalau orang yang pertama kali membangun Ka’bah adalah Nabi Syits as. Namun, lagi-lagi riwayat ini dhaif. Waallahu ‘Alam. []

 

(Muchlishon)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar