Filantropi Ramadhan dan Lebaran (2)
Oleh: Azyumardi Azra
Wabah Covid-19 sudah berlangsung lebih dua kali puasa Ramadhan dan Lebaran (1441, 1442 H/2020, 2021 M). Selama itu, pemerintah menerapkan banyak pembatasan personal dan sosial, termasuk dalam beribadah untuk memutus mata rantai penyebaran Covid-19.
Namun, upaya itu belum sepenuhnya berhasil. Akhir-akhir ini di banyak negara (termasuk Indonesia) terjadi peningkatan jumlah warga terinfeksi dan meninggal akibat Covid-19.
Di negara seperti India, gelombang kenaikan disebut ‘tsunami Covid-19’ karena mereka yang terinfeksi dan meninggal jauh lebih banyak dibandingkan masa sebelumnya. Semua orang berharap, pandemi Covid-19 segera berakhir.
Umat Muslim juga berdoa agar pada Ramadhan 1443 H/2022 M wabah korona tak ada lagi. Jika dilihat riwayat pandemi Covid-19 selama ini, perlu vaksin dengan efikasi tinggi mencegah dan melindungi orang supaya tidak terjangkit.
Juga perlu obat mujarab menyembuhkan mereka yang terjangkit. Jika vaksin atau obat semacam itu belum ditemukan, umat manusia tampaknya harus siap hidup di tengah pandemi. Untuk itu perlu penyesuaian gaya hidup dan perilaku sehari-hari agar tetap bisa bertahan. Entah berapa lama; tidak ada yang tahu pasti.
Mengantisipasi kemungkinan itu, perlu penguatan solidaritas lebih luas terhadap mereka yang terdampak. Dengan kemampuan dan kapasitas negara yang terlihat semakin terbatas, penguatan solidaritas memerlukan peran golongan masyarakat lebih mampu secara keuangan dan ekonomi.
Sebagai negara berpenduduk mayoritas Muslim, Indonesia beruntung memiliki potensi besar filantropi Islam. Potensi itu terus meningkat dari tahun ke tahun, walau sempat mengalami penurunan pada dua Ramadhan dan Lebaran musim pandemi Covid-19 (1441H/2020 M dan 1442 H/2021 M).
Menurut Institut Potensi Zakat (IPZ), potensi zakat (belum termasuk infak, sedekah, dan wakaf) pada 2019 mencapai sekitar Rp 233,8 triliun. Kemudian untuk 2020, potensi zakat yang dapat dikumpulkan Baznas dan unit pengumpul zakat (UPZ), menurut Wapres Ma’ruf Amin berkisar Rp 327,6 triliun.
Potensi zakat (plus infak, sedekah, dan wakaf) sangat mungkin jauh lebih besar dari estimasi IPZ dan Wapres Ma’ruf Amin. Masalahnya, sangat banyak bagian umat Islam, termasuk kelas bawah yang bukan muzaki (belum terkena kewajiban berzakat) yang berinfak dan bersedekah lewat kotak amal di masjid atau di toserba swalayan.
Realisasi potensi zakat yang demikian besar memang masih jauh dari harapan. Menurut catatan Baznas, realisasi zakat 2018 adalah Rp 8,1 triliun; 2019 sebanyak Rp 10,07 triliun; 2020 mencapai Rp 12,5 triliun.
Wapres Ma’ruf Amin memberikan angka lebih besar; realisasi zakat 2020 melalui Baznas dan UPZ mencapai Rp 71,4 triliun. Angka realisasi zakat (plus infak, sedekah, dan waqaf) pasti jauh lebih besar.
Masih sangat banyak Muslimin atau Muslimat yang merasa lebih afdal langsung membayar ziswaf kepada pihak mustahik: fakir miskin, dhuafa, masjid, mushala, pesantren, madrasah, sekolah Islam, dan seterusnya.
Filantropi Ramadhan dan Lebaran. Jelas kedua momen ini secara tradisional dan konvensional menjadi puncak realisasi ziswaf atau filantropi Islam. Kedua kesempatan tersebut menjadi puncak amal ibadah, tidak hanya puasa Ramadhan, tetapi juga ibadah-ibadah dan amal saleh lain, termasuk mengeluarkan ziswaf.
Salah satu indikator lain peningkatan filantropi Islam sepanjang Ramadhan dan Lebaran adalah meningkatnya peredaran dana pada H-10 (10 hari sebelum Lebaran) sampai H+10 (10 hari sesudah Lebaran).
Bank Indonesia (BI) dari tahun ke tahun menyiapkan uang kartal khususnya pada 20 hari pra dan pasca-Lebaran. Jumlah dana yang beredar seputar 20 hari itu hampir selalu meningkat, kecuali dua tahun terakhir.
Angka-angka itu sebagai berikut: 2015 sebesar Rp 140 triliun, 2016 sebanyak Rp 146,10 triliun, 2017 mencapai Rp 163,20 triliun, 2018 sebesar Rp 191,30 triliun, dan pada 2019 jumlahnya Rp 192 triliun.
Kemudian karena pandemi Covid-19, pada 2020 jumlahnya anjlok menjadi Rp 109,20 triliun, lalu diproyeksikan naik kembali pada 2021 mencapai Rp 152,14 triliun.
Bisa dipastikan, sebagian dana perlu dibelanjakan pemilik dana untuk kepentingan keluarga nuklir (keluarga inti). Juga bisa dipastikan bagian cukup besar dana filantropi diberikan kepada warga berhak lainnya.
Filantropi sepanjang Lebaran, biasanya berbentuk paket sembako, paket pakaian Lebaran dan dana kontan. Berapa besar filantropi pada masing-masing bagian itu? Perlu penelitian khusus untuk mengetahuinya.
REPUBLIKA, 20 Mei 2021
Tidak ada komentar:
Posting Komentar