Pertanyaan:
Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh. Izin bertanya, Ustadz. Ada seorang peternak kambing yang baru membeli 39 ekor kambing, dan peternak tersebut memerintahkan orang untuk menggembalakannya. Dalam waktu 1 tahun hanya terkumpul 41 ekor. Secara nishab (batas minimal wajib zakat, red), sudah memenuhi syarat. Namun, di sisi lain peternakan tersebut mengalami kerugian untuk membayar penggembala, apakah masih terkena kewajiban zakat? Mohon penjelasannya, Ustadz!
Jawaban:
Wa’alaikumussalam warahmatullahi wabarakatuh. Semoga rahmat Allah subhanahu wata’ala senantiasa tercurah ke kita sehingga kita tercatat sebagai hamba yang beriman kepada-Nya. Shalawat dan salam kita sampaikan atas Baginda Nabi Besar Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam beserta keluarga dan sahabat beliau.
Penanya yang budiman! Zakat merupakan perintah Allah secara langsung di dalam Al-Qur’an. Oleh karena itu, hukumnya adalah wajib secara mutlak, tanpa kecuali, khususnya bila syarat dan ketentuan itu sudah terpenuhi.
Karena merupakan perintah langsung dari Allah maka menunaikan zakat merupakan bagian dari praktik ibadah, persisnya ibadah hartawi. Ibadah merupakan salah satu wujud praktik pernyataan ketundukan seorang hamba kepada Khaliqnya. Tunduk dalam hal ini sudah pasti adalah bermakna patuh terhadap aturan dan ketentuan yang mengatur akan zakat tersebut. Para ulama merumuskannya sebagai syarat sah berzakat.
Syarat dan rukun zakat harta berupa binatang ternak (khususnya untuk kambing) adalah bilamana binatang tersebut: (1) digembalakan, (2) minimal 40 ekor, dan (3) mencapai haul (1 tahun). Di luar ketiga hal ini, tidak menjadi pertimbangan dasar dalam pengeluaran zakat.
Jangankan untuk binatang ternak, untuk zakat pertanian pun sama, yaitu bila hasil panen telah mencapai 1 nishab. Tidak disebutkan dalam syariat, apakah 1 nishab itu diperoleh dari luas lahan 1 hektare atau 3 hektare, yang tentunya secara ekonomis orang akan berpikir bahwa bila 1 nishab (+ 1,4 ton gabah kering) diperoleh dari luas lahan 3 hektare, tentu hasil tersebut diperoleh dengan banyak kerugian biaya dan hasil panen.
Yang ditekankan dalam syariat adalah asalkan kuantitasnya sudah mencapai 1 nishab maka wajib zakat itu dikeluarkan sebab batas nishab itu adalah batas yang sifatnya ditetapkan oleh nash yang manthuq (literal) dan bukan yang mafhum (kontekstual).
Para ulama ahli ushul mendefinisikan manthuq itu sebagai:
المنطوق هو ما دل عليه اللفظ في محل النطق
“Manthuq adalah sesuatu yang secara tegas dinyatakan oleh lafadh (dalil) mengenai tujuan dari penyampaian dalil tersebut.”
Karena manthuq merupakan pernyataan yang tegas secara nash literal, sehingga tidak memerlukan lagi suatu bentuk pemahaman lain atau penakwilan, maka mengikuti bunyi nash itu hukumnya adalah yang harus didahulukan. Adapun nash yang menyampaikan adalah surat yang ditulis oleh sahabat Abu Bakar radliyallahu ‘anhu, mengenai perincian nishabnya zakat ternak.
Alhasil, sebagai kesimpulan adalah dalam kasus sebagaimana yang saudara penanya sampaikan, hukum mengeluarkan zakat kambing yang digembalakan itu adalah tetap wajib, bilamana telah terpenuhi syarat nishab, haul, dan digembalakan, tanpa mempertimbangkan soal biaya menggembalakan.
Percayalah bahwa jika Allah SWT sudah memerintahkan syariat mengenai zakat, maka dalam setiap pengeluaran zakat, ada berkah berupa berkembangnya harta yang dizakati. Inilah bagian dari keimanan kita kepada Allah dan Rasul-Nya! []
Ustadz Muhammad Syamsudin, Pegiat Kajian Fiqih Terapan dan Pengasuh Pondok Pesantren Hasan Jufri Putri, P. Bawean.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar