Rabu, 09 Juni 2021

Khofifah: Memahami Pancasila sebagai Ideologi Pemikiran Bangsa

Memahami Pancasila sebagai Ideologi Pemikiran Bangsa

Oleh: Khofifah Indar Parawansa

 

PEMERINTAH menetapkan hari ini sebagai Hari Lahir Pancasila, pilar ideologi Indonesia. Pancasila terdiri atas dua kata dari bahasa Sanskerta: panca yang berarti lima dan sila yang berarti prinsip.

 

Maknanya cukup dalam. Presiden Ke-4 Indonesia KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur pernah menyampaikan pendapatnya tentang Pancasila. Gus Dur menyebut Islam dan Pancasila memiliki keselarasan yang luar biasa. Karena itu, tidak ada alasan bagi umat Islam di Indonesia menolak Pancasila.

Gus Dur menerapkan pemahaman ideologi tersebut saat beliau menjadi presiden. Penghargaan terhadap keberagaman suku, adat, maupun agama ditunjukkan. Tak ayal jika kepergian beliau meninggalkan duka yang mendalam bagi semua kelompok etnis di Indonesia.

 

Mantan ketua umum PB Nahdlatul Ulama (NU) itu pernah mengupas satu per satu sila yang ada pada Pancasila. Antara lain, sila pertama yang berbunyi Ketuhanan Yang Maha Esa. Prinsip ini menegaskan bahwa Indonesia merupakan negara yang memiliki agama. Tidak berdasar atas satu agama.

 

Pancasila merupakan ideologi bangsa Indonesia. Fungsinya menjadi falsafah pemikiran bangsa Indonesia. Artinya, pembuatan produk hukum, produk kebijakan, dan beragam produk lainnya harus merujuk pada falsafah tersebut.

 

Indonesia sebagai negara majemuk tidak bisa didasarkan pada satu agama. Karena itu, sila pertama Pancasila menyebutkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Bukan berdasar pada satu agama. Pemikiran itu pula yang seharusnya tetap hidup hingga masa sekarang.

 

Prinsip lain yang ada pada Pancasila adalah Persatuan Indonesia. Prinsip yang terkandung dalam sila ketiga itu sangat penting dan berlaku untuk selamanya.

 

Data BPS 2010, ada 1.340 suku di Indonesia. Masing-masing memiliki ragam budaya sendiri. Sebagian besar dari mereka juga memiliki tatanan adat yang menjadi dasar dalam menilai perilaku seseorang. Tatanan adat itu menjadi sebuah norma yang kemudian disebut hukum adat.

 

Sangat variatif. Namun, masyarakat adat memiliki komitmen bersama bahwa mereka adalah bagian dari negara Indonesia. Kehidupan sosial yang unik dan menarik.

 

Ini merupakan salah satu kelebihan bangsa Indonesia. Perbedaan tetap berlangsung sejalan dan harmonis dalam satu wadah Persatuan Indonesia.

 

Masyarakat Jawa Timur juga terdiri atas beberapa ragam suku. Data BPS 2010 menyebut suku Jawa paling mendominasi. Jumlahnya lebih dari 30 juta orang. Lalu, suku Madura lebih dari 6 juta orang. Kemudian, ada ragam suku lain yang tidak terlalu banyak seperti Tionghoa, Batak, Bugis, Bali, Banjar, dan Arab.

 

Masing-masing memiliki prinsip sesuai adat yang dibawanya. Tapi, setiap suku tersebut bisa hidup berdampingan. Ini menjadi bukti bahwa perbedaan suku yang ada di Jawa Timur dibalut dengan rasa persatuan sesuai dengan sila ketiga Pancasila.

 

Tentu, semua orang berharap keselarasan dan keharmonisan terwujud di seluruh pelosok Indonesia. Kehidupan didasarkan rasa kebersamaan. Bukan didasarkan atas kepentingan. Dengan begitu, masyarakat hidup berdampingan, bergotong royong membangun negeri ini.

 

Semangat itu pula yang dibutuhkan bangsa Indonesia saat menghadapi pandemi Covid-19. Semangat kebersamaan untuk mencegah persebaran virus tersebut. Kebersamaan ini menjadi sebuah kekuatan untuk mewujudkan satu cita-cita.

 

Semua berharap Pancasila terus menjadi ideologi pemikiran bangsa Indonesia. Prinsip dasar yang tertuang pada Pancasila sudah terbukti kesaktiannya. Mari bersama-sama menjadikan Hari Lahir Pancasila sebagai momentum menguatkan ideologi pemikiran bangsa. []

 

JAWA POS, 1 Juni 2021

Khofifah Indar Parawansa | Gubernur Jawa Timur

Tidak ada komentar:

Posting Komentar