Kamis, 10 Juni 2021

(Ngaji of the Day) Keutamaan Waktu Menjelang Dhuhur

Dalam kajian ilmu tauhid, sebagaimana tertulis dalam kitab Jawahirul Kalamiyah karya Syekh Thahir bin Shalih, cara beriman kepada Allah dapat dilakukan melalui dua cara. Pertama, beriman kepada Allah secara universal, yaitu meyakini bahwa Allah tidak memiliki sifat kekurangan. Kedua, beriman secara terperinci, yaitu dengan mengetahui sifat-sifat wajib dan muhal (mustahil) bagi Allah.

 

Secara keseluruhan dapat dipahami bahwa tiada yang sia-sia segala yang Allah ciptakan di alam semesta ini, termasuk penciptaan waktu untuk umat manusia. Untuk menunjukkan pentingnya waktu, Allah bersumpah dengannya. Demikian ini dapat dilihat dalam Surat Al-‘Ashr ayat 1

 

وَالْعَصْرِ (١)

 

“Demi masa.”

 

Cukup bijak rasanya jika seorang Muslim berpikir tentang makna di balik sumpahnya Allah dengan waktu. Tidak mungkin sang maha segalanya bersumpah dengan waktu jika tidak ada rahasia di dalamnya.

 

Tentu banyak mufasir menuangkan pendapatnya terkait hal ini. Namun secara garis besar ayat tersebut mengajak kepada manusia untuk menghargai waktu yang diberikan oleh Allah kepadanya. Waktu, usia, harta, pangkat dan jabatan tidak lain adalah jatah yang telah ditentukan awal dan batas akhirnya. Oleh karenanya langkah terbaik bagi setiap manusia adalah mengatur waktu dengan sebaik-baiknya agar setiap pergantian detik ke detik berikutnya bernilai ibadah.

 

Bersyukur kepada Allah yang telah mengutus para rasul hingga pewarisnya para ulama. Atas jasa merekalah umat manusia dapat mengetahui keutamaan dalam setiap hitungan waktu. Syekh Nawawi al-Jawi dalam Syarah Maraqil Ubudiyah adalah an-naum fi nishfi an-nahari salah satunya, beliau menjelaskan manajemen waktu yang semestinya diikuti oleh para Muslimin agar memperoleh keberuntungan dunia juga akhirat.

 

Terdapat satu bab menarik untuk dikaji bersama adalah Adab al-Isti’dad Lisairi ash-Shalawat. Bab ini diawali pembahasan persiapan menjelang shalat Dhuhur. Amalan pertama yang disebutkan dalam tulisan belaiau adalah fataqaddim al-qailulata (maka dahulukan qailulah). Menurut Syekh Nawawi, qailulah adalah tidur di tengah hari. Salah satu keutamaannya adalah dapat menolong agar dapat bangun malam. Dan banyak artikel mengaji tentang ini, terutama arti dan ketentuannya.

 

Sebagaimana telah disebutkan di atas, qailulah merupakan tidur sebentar menjelang datangnya waktu shalat Dhuhur. Dalam kitabnya Syekh Nawawi menambahkan, hendaknya bangun dari qailulah sebelum matahari tergelincir (sebelum datang waktu Dhuhur). Kemudian mengambil air wudlu hingga terdengar suara adzan dan menjawab setiap seruannya. Amaliah selanjutnya berdasarkan sunnah Rasulullah adalah shalat sunnah empat rakaat sebelum melaksanakan shalat Dhuhur. Sebagaimana redaksinya tertulis

 

(كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم يُطَوِّلُهُنَّ) اي هذه الركعات (وَيَقُوْلُ هَذَا) اي وقت الزوال (وَقْتٌ تُفْتَحُ فِيْهِ أَبْوَابُ السَّمَاءِ فَأُحِبُّ أَنْ يُرْفَعُ لِيْ فِيْهِ) (عَمَلٌ صَالِحٌ) كما رواه أبو أيوب ألأنصاري

 

“Rasulullah shallallahu alaihi wasallama memanjangkan shalatnya (empat rakaat), dan bersabda, ‘Waktu tergelincirnya matahari adalah waktu dibukanya pintu-pintu langit, maka saya lebih suka amal baik saya diangkat pada waktu tersebut’. Sebagaimana diriwayatkan oleh Abu Ayub al-Anshari” (Syekh Nawawi al-Jawi dalam Syarah Maraqil Ubudiyah, Semarang: Toha Putra, hal. 36-37).

 

Melanjutkan sabdanya, Rasulullah menjelaskan keutamaan shalat empat rakaat dari Abi Hurairah radliallahu ‘anhu

 

(أَنَّ مَنْ صَلَاهُنَّ) اي اربع ركعات بعد زوال الشمس (فَأَحْسَنَ رَكُوْعَهُنَّ وَسُجُوْدَهُنَّ) اي وقراءتهن (صَلَّى مَعَهُ سَبْعُوْنَ أَلْفِ مَلَكٍ يَسْتَغْفِرُوْنَ لَهُ إِلَى اللَّيْلِ)

 

“Sungguh barang siapa shalat empat rakaat (setelah matahari tergelincir) dengan menyempurnakan ruku’, sujud, dan bacaannya, maka shalat bersamanya tujuh puluh ribu malaikat, dan mereka memohonkan ampunan baginya sampai waktu malam.”

 

Demikian itulah keutamaan yang sepertinya banyak dari umat Islam belum mengetahuinya. Atau mengetahui namun belum sempat mempraktikannya. Bagaimana tidak, waktu tersebut adalah waktu sibuk-sibuknya orang dengan urusan duniawi. Bukan saja tidak sempat untuk qailulah, makan saja sering kali terabaikan.

 

Dengan senantiasa memohon pertolongan kepada Allah dan ber-muhasabah diri, setidaknya dapat mulai mengatur waktu, menyeimbangkan amal dunia dan akhirat agar setiap waktunya bernilai positif. Dan pada akhirnya akan mendapatkan keberkahan waktu, umur dan mencapai kesempurnaan diri sebagai khalifah dan hamba Allah di bumi. []

 

Jaenuri, Dosen Fakultas Agama Islam UNU Surakarta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar