Imperialisme Yahudi di Palestina
Oleh: Guntur Soekarno
SETELAH terlibat pertempuran sengit sejak Senin (10/5), kini Palestina dan Israel menyepakati gencatan senjata. Sebelumnya memang terjadi pertempuran gencar ketika serangan rudal Israel bertubi-tubi di Jalur Gaza, Palestina. Secara heroik Palestina pun membalas serangan-serangan tadi dan meluncurkan roket-roket ke arah Tel Aviv, ibu kota Israel.
Ratusan orang, termasuk anak-anak Palestina, gugur serta mengalami luka. Sementra itu, pihak Israel belum mengonfirmasi berapa korban yang jatuh. Sangat disayangkan korban-korban yang jatuh di pihak Palestina kebanyakan warga sipil yang tidak berdosa.
Dalam penyerangan Israel sudah menggunakan peralatan-peralatan canggih seperti pesawat tanpa awak (drone) yang belum dimiliki Palestina. Dari sejarah masa lalu dalam perang antara Arab dan Israel, pihak Arab selalu mengalami kekalahan-kekalahan seperti ketika pecah perang 7 hari antara Republik Persatuan Arab (RPA) dengan Israel di era Presiden Gamal Abdul Nasser.
RPA yang hampir memenangi peperangan pada detik-detik terakhir terpaksa kalah karena campur tangan Amerika Serikat yang kala itu membantu Israel. Amerika mengirimkan pesawat mata-mata U-2 yang membuat posisi pasukan-pasukan dan konsentrasi pesawat tempur Mig-21 RPA dapat diketahui sehingga bisa digempur habis-habisan pihak Israel yang membuat RPA menjadi pecundang.
Jadi, sebenarnya kekuatan pihak Israel mengapa selalu unggul menghadapi, baik Palestina ataupun dunia Arab, karena mendapat dukungan penuh dari Amerika Serikat dan konco-konconya, terutama sekali Inggris Raya.
Masuknya Yahudi ke Palestina
Pada mulanya orang-orang Yahudi sebenarnya tidak punya negara yang bernama Israel. Mereka bertebaran di negara-negara, terutama Amerika Serikat, Inggris, Jerman, Prancis, bahkan Rusia. Walaupun berpencar-pencar, secara kejiwaan mereka dapat bersatu berkat adanya ideologi yang dinamakan zionisme. Hal inilah membuat antarmereka mempunyai rasa solidaritas amat kuat laksana baja.
Pihak Inggris sangat mengetahui hal ini sehingga kemudian mengambil inisiatif untuk mengadakan suatu permukiman mereka di daerah negara Palestina merdeka saat itu. Setelah berakhirnya Perang Dunia II, atas inisiatif Inggris mulailah terjadi eksodus besar-besaran warga Yahudi dari berbagai negara ke Palestina. Secara paksa mereka mulai masuk ke wilayah Palestina.
Di antara pemimpin-pemimpin mereka ketika itu ialah David Ben Gurion, bahkan ada seorang perempuan yang bernama Golda Meir. Ia bahkan menjadi salah satu pendiri negara Israel dan menjadi perdana menteri perempuan pertama Israel. Ia lahir di Rusia dengan nama asli Golda Mabovitz, sedangkan David Ben Gurion bernama asli David Gruen dan menjadi perdana menteri pertama negara Israel.
Di bawah kepemimpinan David Ben Gurion, Israel menjadi negara maju dan modern khususnya di bidang pertahanan dan intelijen sehingga perjuangan rakyat Palestina bahkan negara-negara Arab untuk mengusir Israel dari tanah Palestina belum berhasil hingga saat ini. Bahkan Israel secara masif terus menggempur jalur Gaza di wilayah Palestina dengan bom-bom yang dijatuhkan oleh pesawat-pesawat nirawak secara bertubi-tubi.
Sejarah perjuangan
Pada mulanya perlawanan rakyat Palestina terhadap imperialisme Yahudi dimotori organisasi perjuangan Al-Fatah yang dipimpin Jasser Arafat. Mereka berjuang secara radikal dan revolusioner melawan pasukan-pasukan Israel yang berada di wilayah Palestina. Dalam perkembangannya, organisasi Al-Fatah menjadi besar karena mendapat dukungan mayoritas dari rakyat Palestina.
Akan tetapi, itu sangat disayangkan karena menjadi besar organisasi tersebut terkena/terjangkit penyakit kebesaran yang oleh Bung Karno dikatakan ndelewer dari cita-cita perjuangan semula sehingga Al-Fatah terpecah belah dengan pecahan yang terbesar menjadi embrio organisasi Hamas yang kemudian mendapat dukungan dari rakyat Palestina.
Hal tersebut membuat perjuangan melawan imperialisme Yahudi dengan Israel sebagai negara menjadi set-back (mundur) untuk beberapa tahun lamanya. Walaupun demikian, dukungan-dukungan dari negara progresif di dunia tidak menjadi surut, malah bahkan bertambah kuat. Pada 1961, Negara-Negara Non-Blok menyatakan dukungan tanpa reserve kepada perjuangan Palestina melawan Israel. Bahkan di 1955, Konferensi Asia Afrika di Bandung, Jawa Barat, dalam keputusannya antara lain menyatakan bahwa imperialisme dengan segala bentuk dan manifestasinya di muka bumi harus dimusnahkan.
Hingga saat ini dukungan Indonesia terhadap perjuangan bangsa Palestina melawan Israel tidak berubah. Hanya bentuknya tidak seperti ketika Indonesia berada di bawah kepemimpinan Bung Karno. Ketika itu dukungan Indonesia diberikan secara lebih konkret tanpa tedeng aling-aling. Itu bisa dilihat saat Asian Games 1962 di Jakarta, kita secara tegas tidak mengundang Israel untuk hadir. Akibatnya Indonesia harus menghadapi risiko Asian Games Jakarta tidak diakui.
Berkat diplomasi Indonesia yang tegas dan keras didukung politik luar negeri yang jelas-jelas menentang setiap bentuk imperialisme dan kolonialisme, akhirnya Asian Games Jakarta diakui keberadaannya. Bahkan Indonesia berhasil mengadakan The Games of New Emerging Forces (Ganefo) sebagai tandingan olimpiadenya IOC (International Olympic Committee).
Seperti apa yang selalu dilakukan Bung Karno, saat itu Indonesia secara konfrontatif melawan Nekolim (Neo Kolonialisme, Imperialisme). Prinsip inilah yang membuat pada era itu Indonesia mendukung penuh perjuangan bangsa Palestina melawan Israel. Perlu diketahui juga pada era Orde Baru dukungan terhadap Palestina tetap dijalankan dengan dibukanya perwakilan PLO (Organisasi Pembebasan Palestina) di Indonesia saat menteri luar negeri dijabat Adam Malik pada 1976.
Posisi Indonesia
Bila mendengarkan apa yang dijelaskan Menteri Luar Negeri Retno Marsudi beberapa waktu lalu, Indonesia masih tetap konsisten mendukung perjuangan bangsa Palestina untuk mengusir imperialisme Israel. Hanya dilaksanakan dengan cara yang sangat lembut dan terukur. Mungkin karena saat ini prioritas utama bagi Indonesia ialah memenangi perang melawan siluman covid-19 yang masih terus merajalela.
Sekiranya Indonesia terbebas dari korona dan kemudian ekonomi bangsa dapat pulih sepenuhnya, mungkin kita dapat membantu secara lebih konkret terhadap perjuangan bangsa Palestina melawan kebrutalan Israel. Saat ini Israel masih saja secara bertubi-tubi melakukan pengeboman terhadap kedudukan Palestina di Jalur Gaza.
Perlawanan hebat Palestina dengan jalan menembakan roket-roket udara ke darat secara bertubi-tubi yang bahkan menghantam Tel Aviv, membuat pemerintah Israel terkejut dan terpukul secara psikologis. Mudah-mudahan konsistensi Indonesia dalam mendukung perjuangan bangsa Palestina akan terus berlanjut sampai kaum Yahudi Israel terusir dari tanah tumpah darah Palestina sehingga kembali menjadi negara yang berdaulat serta merdeka penuh di kawasan Palestina seperti semula. Insya Allah. []
MEDIA INDONESIA, 29 Mei 2021
Guntur Soekarno | Pemerhati Sosial
Tidak ada komentar:
Posting Komentar