Jumat, 20 November 2015

(Ponpes of the Day) Pondok Pesantren Al Ittihad, Rawabango, Cianjur - Jawa Barat



Pondok Pesantren Al Ittihad, Rawabango, Cianjur – Jawa Barat


Bila anda sempat mengunjungi kota Cianjur, sempatkanlah sejenak untuk mampir ke Pondok Pesantren Al Ittihad. Pesantren yang awal berdirinya bermodalkan tanah seluas 11.000 meter itu diberi nama Al Itttihad  karena para pendirinya ingin untuk menjadikannya sebagai wujud kebersamaan, persaudaraan dan persatuan keluarga.  Mereka menyetujui bahwa  tanah miliknya di sekeliling pesantren sebagai warisan orangtua  diwakafkan  untuk pengembangan dan pembangunan pesantren.

Keberadaan pesantren ini bermula  ketika tahun 1997 yang merupakan  tahun pencerahan batin Bapak H. Ecep Badruddin, BA (saudagar di Jakarta) yang telah sukses dalam menjalani kehidupan yang penuh tantangan. Beliau terinspirasi dengan kesuksesannya mengelola sebuah lembaga bernama Yayasan Budi Mulya di Jakarta.  Yayasan tersebut bergerak dibidang pendidikan formal dan informal (RA, TKA, TPA, MD). Beliau berfikir jauh tentang tanah wakaf mertuanya H.Mahpud yang berlokasi di Rawabango Karangtengah Cianjur dan berinisiatif untuk membangun sebuah lembaga pendidikan Islam.

Setelah lama merenung, Pak Haji Acep Badruddin  yang beristrikan Hj. Mimin Rukoyah itu, kemudian memutuskan (ber’azam) untuk mendirikan pondok pesantren. Salah satu pertimbangannya adalah karena beliau memiliki anggota keluarga (menantu) yang mahir di bidang pendidikan pesantren, bernama K.H Kamali Abd.Ghani yang menikah dengan putrinya Dra. Hj. Ety Muflihah.  Gayung bersambut,  sang menantu  menerima tawaran tersebut. Bermodalkan keikhlasan, keteguhan dan pasrah (tawakal) itulah, H.Kamali Abd.Ghani beserta isteri dan kedua anaknya (saat itu Anissa Amalia dan Hasbi Rozaq) berangkat ke Cianjur, tepatnya ke lokasi tanah dimana akan dibangun pesantren.

Dinamika Perkembangan Sejarah Pesantren

Pada bulan Juli 1997,  kegiatan belajar mengajar di Pesantren Al Ittihad dilaksanakan.  Dengan bemodalkan 4 lokal kelas, 6 santri  yang terdiri dari 4 perempuan dan 2 lelaki.  Kegiatan pesantren dimulai dengan segala kesederhanaan dan kesahajaan. Semua ini terwujud berkat dorongan dari beberapa orang tua siswa yang ingin menyekolahkan putra-putrinya di pesantren diiringi semangat ingin mewujudkan impian (membina pesantren).

Pesantren Al-Ittihad didirikan dengan membawa misi mengembangkan ilmu pengetahuan keagamaan (Diniyah) yang berorientasi kepada penguasaan kitab salaf (kuning) sebagai ciri pokok pesantren, bahasa Arab dan bahasa Inggris. Dengan misi seperti itulah kemudian pesantren ini mengalami perkembangan dari tahun ke tahun. Perkembangan pesantren Al-Ittihad lebih nampak lagi setelah hadirnya Drs. Aguslani Mushlih ZA (seorang aktivis di berbagai organisasi : PMII, BKPRMI, KNPI, MUI, ICMI, DMI, NU) yang diamanahi menjadi Kepala SMP.

Lambat laun pesantren ini semakin berkembang dan mengadopsi sistem dan kurikulum  pendidikan formal. Periode 1999-2000 dapat  dikatakan sebagai masa kemajuan pertama pesantren. Nama SLTP Al-Ittihad mulai terdengar oleh masyarakat Kabupaten Cianjur, dan ini juga masa pertama kali SLTP Al-Ittihad mengikuti Ujian Nasional. Para siswanya dinyatakan LULUS 100%. Untuk melanjutkan pendidikan pesantren agar berkesinambungan, maka pada periode ini pesantren mendirikan SMU. Sebagai figur kepemimpinan untuk mengelola SMU tersebut, ditunjuk Dra.Hj.Ety Muflihah sebagai Kepala yang pertama. Pada masa ini para santri mulai bertambah dari berbagi daerah yang jumlahnya mencapai 300 an orang.

Pemahaman Islam yang inklusif dan progresif yang  diajarkan oleh pesantren ini kepada para santrinya, terkadang juga menuai pro dan kontra.   Awalnya masih ada sebagian anggota masyarakat yang bertanya-tanya mengenai faham yang dianut oleh pesantren Al-Ittihad. Namun setelah pimpinan pesantren (KH.Kamali Abd.Ghani) terpilih menjdai Ketua Tanfidziyah Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (NU) Kabupaten Cianjur periode belajar mengajar tahun 2000-2001 maka menjadi semakin kuatlah keyakinan masyarakat untuk mengirim putra-putrinya menimba ilmu pesantren ini. Pada periode ini jumlah santri mencapai 600 an orang. Periode ini dapat disebut sebagai  masa kemajuan kedua.

Pesantren Al Ittihad juga dikenal dengan jaringan kerjasamanya yang luas. Oleh karenanya pesantren mulai banyak menerima bantuan  baik untuk yang diperuntukkan bagi pembangunan sekolah melalui Diknas, melalui program imbal-swadaya.  Pesantren Al Ittihad juga pernah menerima dana hibah dari Belanda , bahkan Kepala SLTP/SMP Al-Ittihad  pada tahun 2002- 2003 (Aguslani Mushlih ZA) menerima Piagam Penghargaan dari Bupati Cianjur  terdahulu (Ir.H.Wasidi Swastomo,M.Si)  sebgai Kepala SMP terbaik dalam mengelola dana Hibah Belanda Tahun 2003.

Ibarat pepatah, patah tumbuh hilang berganti. Para pimpinan di lingkungan pesantren baik kepala sekolah, guru, maupun para santri berlomba-lomba mencetak prestasi bagi kepentingan pengembangan pesantren. Kini kepemimpinan telah SLTP telah beralih dari tangan  Ust. Aguslani Mushlih ZA kepada Ust.Hendri Irawan S.Pdi.  Menurut Ustadz Hendri, ada sebuah prinsip  yang harus dicamkan. “Jangan puas dengan apa yang sudah didapatkan, pertahankan sesuatu yang sudah ada dan berusahalah menyempurnakan segala kekurangan yang ada “  Motivasi ini diharapkan dapat  mempersatukan guru  dan menjadi satu strategi untuk membangun sebuah  teamwork yang baik.

Kegiatan Santri  dan Kiprah Pesantren

Pesantren merupakan sebuah lembaga  pendidikan dimana aktivitas sehari-hari para santrinya diatur dalam sebuah jadwal yang ketat dalam kerangka sebuah proses pembelajaran. Pengaturan agenda kegiatan santri ini juga dimaksudkan agar mereka belajar disiplin dan menghargai waktu. Dalam mahfuzhat yang diajarkan,  terdapat sebuah ungkapan “al waqtu atsmanu minadz-dzahabi”. Waktu itu lebih berharga daripada emas.

Secara tidak langsung, kiprah pesantren itu sangat terasa bagi pemberdayaan masyarakat, baik masyarakat internal di lingkungan pesantren maupun masyarakat eksternal (orang tua dan wali santri). Setiap tahun, pimpinan pesantren Al Ittihad membagikan infaq/shadaqah/ zakat kepada masyarakat lingkungan pesantren  yang termasuk kelompok fuqara, masakin dan mustadh’afin. Sedangkan pemberdayaan bagi masyarakat eksternal lebih terfokus kepada para orang tua dan wali santri  melalui  kegiatan forum silaturahmi setiap liburan  pesantren. Secara rutin dilakukan silaturahmi tahunan menjelang tahun pelajaran baru,  dimana melalui forum itulah pimpinan pesantren menyapa seluruh orang tua dan wali santri serta  memberikan taushiyah-nya  sebagai upaya pencerahan  maupun pendalaman wawasan keagamaan.

Peran Serta Perempuan dalam Pengembangan Pesantren

Perempuan memiliki peran yang sangat signifikan dalam perkembangan kehidupan pesantren. Keterlibatannya sangat diandalkan.  Keberadaan pengasuh pesantren seperti Ibu Nyai Ety Muflihah, misalnya telah memberi inspirasi agar para orang tua berkenan menyekolahkan anak perempuannya di pesantren. Disamping  beliau menjalani aktivitasnya sebagai  seorang ibu bagi putera-puterinya,   Bu Ety juga  memiliki  peran penting dalam dalam kegiatan dunia akademis (sebagai pengajar, pelatih, pembina) dalam berbagai kegiatan pesantren.

Selain itu,  keberadaan pesantren Al Ittihad juga sangat didukung oleh  aktivitas para santriwatinya. Mereka memiliki peran penting di pesantren ini. Sebagai contoh dengan dibentuknya group qasidah putri, teater putri, nasyid putri, group shalawat putri, qari’ah/IPQAH, group marhaba/diba-an putrid. Selain itu para santriwati juga belajar berorganisasi melalui Organisasi Ikatan Pelajar Putri Pondok Pesantren Al-Ittihad. Semua aktivitas yang dilakukan perempuan tersebut sangat membantu perkembangan pesantren.

Peran perempuan dalam pengembangan pesantren juga harus bersinergi dengan kesadaran kaum lelaki. Oleh karena itu, hadirnya Ustadz Abul Aswad Adduali, S.Pd yang banyak berkecimpung di berbagai worskshop dan pelatihan mengenai isu kesetaraan gender  bekerjasama dengan Rahima membantu upaya penguatan hak-hak perempuan di lingkup pendidikan pesantren. Hal ini dimaksudkan untuk dapat mengangkat martabat dan derajat perempuan dalam berbagi bidang dan posisi.  

Semenjak tahun  2004, Pak Aswad dan beberapa ustadz dan ustadzah di lingkungan pondok berjuang  untuk membangun kesetaraan relasi lelaki dan perempuan di lingkungan pesantren ini. Upaya ini bermula dari forum belajar bersama komunitas Rahima dalam beberapa kali training dan workshop seperti  Pendidikan Pemilih berperspektif Gender  untuk Guru dan Pengasuh Pesantren, Penguatan Hak-hak Perempuan bagi Komunitas Pesantren  dan lain-lainnya., baik yang diadakan di Pesantren al Ittihad sendiri maupun di kawasan lainnya.  Hasilnya ? Kini sudah banyak dirasakan oleh kaum perempuan di lingkungan pesantren.  Mereka tak lagi merasa minder untuk berkiprah di tengah kaum lelaki. Mereka juga dapat menggunakan sebuah media bernama BP/BK (Bimbingan Penyuluhan dan   Bimbingan Konseling)  di mana perempuan  dapat  berdiskusi bersama ustadz Abul Aswad Adduali.S.Pdi berkaitan dengan persoalan-persoalan  mereka. Maju terus Al Ittihad!

Dari berbagai sumber.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar