Ancaman
Global NIIS
Oleh:
Zuhairi Misrawi
Aksi bom
bunuh diri dan penembakan brutal di Paris yang diklaim sebagai bagian dari
Negara Islam di Irak dan Suriah telah membukakan kesadaran publik global bahwa
NIIS merupakan ancaman nyata.
Sebelum
peristiwa di Paris, NIIS juga mengklaim bertanggung jawab atas jatuhnya pesawat
Rusia di Syarm Syaikh dan bom bunuh diri di Lebanon yang menewaskan puluhan
warga sipil.
NIIS
Perancis dalam rilisnya pasca aksi mematikan itu menegaskan bahwa aksi mereka
adalah perang yang diberkati dan mendapatkan perlindungan dari Tuhan. Serangan
ini bertujuan untuk menimbulkan rasa takut rakyat Perancis.
Di akhir
rilis, NIIS Perancis menulis, ”Hendaknya Perancis memaklumi bahwa mereka dan
siapa pun yang memilih jalan seperti Perancis (dalam memerangi NIIS) akan
menjadi daftar sasaran/target NIIS. Aroma perlawanan tidak akan pernah luntur
selama mereka membawa kampanye kaum Salibis, merendahkan sosok Nabi Muhammad
SAW, memerangi umat Islam di Perancis, dan membunuh umat Islam di wilayah yang
diduduki NIIS. Aksi ini adalah peringatan pertama bagi siapa pun agar mengambil
pelajaran.”
Membaca
rilis tersebut, jelas sekali bahwa ancaman NIIS bukan isapan jempol. Mereka
melakukannya dengan matang sehingga mampu mengecoh pihak intelijen Perancis
yang tidak mampu mendeteksi dini. Serangan dilakukan di beberapa tempat pada
hari dan waktu bersamaan.
Aksi NIIS
yang makin masif dalam beberapa bulan terakhir tidak bisa dipisahkan dari fakta
bahwa NIIS semakin terjepit di Irak dan Suriah. Setelah Rusia turun tangan
melakukan serangan udara ke kantong-kantong NIIS di Suriah—yang didukung penuh
beberapa negara Barat, termasuk Iran—NIIS mulai kehilangan kekuatan.
Hemat
saya, NIIS cepat atau lambat akan kehilangan kekuasaan di Irak dan Suriah.
Maka, mereka mencari strategi lain untuk melawan gempuran aliansi negara-negara
yang bersatu melawan NIIS.
Serangan
NIIS di basis Syiah Yaman dan Lebanon ingin mengirimkan pesan agar Iran sebagai
sekutu Syiah di Yaman dan Lebanon tidak menyerang basis NIIS di Irak dan
Suriah. NIIS telah mempersatukan Amerika Serikat dan Iran untuk bersama-sama
melumpuhkan NIIS.
Jatuhnya
pesawat Rusia di Mesir yang diklaim sebagai aksi NIIS juga merupakan sinyalemen
penting agar Rusia menghentikan serangan ke basis NIIS. Setiap serangan yang
dilakukan musuh-musuh NIIS akan mendapatkan balasan dengan cara-cara yang
brutal.
Aksi NIIS
di Paris yang menewaskan ratusan warga sipil adalah mimpi buruk bagi
negara-negara Eropa, khususnya Perancis, bahwa kebijakan untuk menggempur NIIS
akan dibalas dengan serangan balik.
Ubah
pendekatan
Pertanyaannya,
mungkinkah NIIS dihancurkan dengan menggunakan pendekatan militeristik semata?
Sejarah membuktikan, langkah yang diambil Amerika Serikat, Rusia, negara-negara
Eropa, dan Iran tidak akan menghancurkan NIIS.
Pertama,
NIIS tidak hanya menjadi gerakan yang berbasis di Irak dan Suriah saja. Mereka
memiliki jaringan cukup luas, tidak hanya di Timur Tengah, tetapi juga di
Amerika Serikat, negara-negara Eropa, dan Asia. Kesamaan ideologi, militansi
perjuangan, dan sokongan dana yang lumayan besar akan memudahkan mereka untuk
melancarkan aksi kekerasan.
Kedua,
aksi-aksi NIIS belakangan mampu mengonsolidasikan simpul-simpul kelompok
ekstremis yang mempunyai visi sama perihal ”melawan Barat”. Faktanya, NIIS
dianggap berhasil melakukan aksi-aksi yang selama ini dilakukan Al Qaeda. Sebab
itu, dukungan kelompok-kelompok ekstremis terhadap NIIS mengalir cukup deras.
Ketiga,
NIIS memiliki ideologi dan sokongan dana yang kuat. Mereka bisa menggunakan
media sosial untuk merekrut dan mengonsolidasikan gerakannya di mana pun.
Mereka tidak pernah merasakan kekurangan pasukan dan pendukung yang setiap saat
merapat ke NIIS. Beberapa hari terakhir kita dikejutkan oleh keluarga pegawai
negeri sipil di Batam yang bergabung dengan NIIS lewat jalur Turki dengan
medium umrah.
Menurut
Jessica Stern dan J M Berger dalam ISIS: The State of Terror, NIIS adalah
penjelmaan dari ideologi ”jihadism” yang belakangan telah menjadi gerakan yang
sangat masif. Mereka mempunyai ideologi siap membunuh siapa punyang dianggap
lawan. Mereka memilih kematian daripada mencintai kehidupan.
Di
sinilah, respons Pemerintah Perancis untuk melakukan aksi perang melawan NIIS
harus dipikirkan matang-matang. Sebab, respons yang sporadis bisa berdampak
yang tidak kalah buruk, yaitu membangunkan mereka yang selama ini sudah
mengalami deradikalisasi.
Sikap
Perancis yang disokong sepenuhnya oleh negara-negara Barat, termasuk Amerika
Serikat dan Rusia, hampir bisa dipastikan akan membuat kelompok ekstremis
semakin solid. Kekerasan hanya akan direspons dengan kekerasan karena memang
demikianlah sosiologi kekerasan.
Meskipun
harus dimaklumi bahwa Pemerintah Perancis berhak melakukan pembalasan, Perancis
perlu belajar dari apa yang dilakukan George W Bush—yang salah mengambil
kebijakan luar negeri pasca tragedi 11 September—karena akan menjadikan dunia
semakin bermasalah.
Poros
damai
Yang
perlu dilakukan oleh ”Dunia Barat” sebenarnya adalah merangkul poros ”Dunia
Islam” yang mampu menggelorakan pesan damai dan anti kekerasan. Deradikalisasi
terhadap para pengikut NIIS atau mereka yang mempunyai hasrat bergabung dengan
NIIS sangat diperlukan. Jika para pengikut NIIS mau ”bertobat” dan keluar dari
kelompoknya, dampaknya akan signifikan.
Indonesia
dapat berperan besar mengomandani poros ”Dunia Islam” dengan pengalaman
panjangnya dalam menyebarluaskan pesan damai. Di sini, Nahdlatul Ulama dan
Muhammadiyah bisa berperan aktif di pentas global. Sudah saatnya Islam
Indonesia yang ramah dan toleran mengambil inisiatif menetralkan pengaruh NIIS
yang makin mondial.
Jika
selama ini kita hanya mengimpor paham-paham keislaman yang datang dari luar,
khususnya Timur Tengah, mestinya kita sekarang bisa mengekspor pikiran-pikiran
keislaman yang progresif dan humanis agar dunia tahu bahwa ada wajah Islam yang
ramah dari Indonesia.
Di
samping itu, ”Dunia Barat” harus mulai memperbaiki kebijakannya terhadap ”Dunia
Islam”. Kemerdekaan Palestina dan menghentikan kolonialisme Israel harus
menjadi agenda utama. Terlalu mahal ongkos yang mesti dibayar akibat kebijakan
politik luar negeri negara-negara Barat yang selama ini lebih menguntungkan
Israel daripada Palestina. Setelah itu, perlu upaya mendorong demokrasi,
pengentasan orang dari kemiskinan, dan pengembangan pendidikan.
Jika itu
semua dilakukan, ancaman global NIIS lambat laun akan semakin berkurang.
Kelompok ekstremis akan mengalami deradikalisasi dengan sendirinya. []
KOMPAS,
19 November 2015
Zuhairi
Misrawi | Peneliti The Middle East Institute dan Intelektual Muda Nahdlatul
Ulama
Tidak ada komentar:
Posting Komentar