Jumat, 13 November 2015

Buya Syafii: Selokan Mataram (Riwayatmu Dulu, Riwayatmu Kini)



Selokan Mataram (Riwayatmu Dulu, Riwayatmu Kini)
Oleh: Ahmad Syafii Maarif

Demi menghindari perintah penguasa Jepang atas rakyat Yogyakarta untuk kerja paksa (romusha) yang harus dikirim ke luar Jawa, Sultan HB IX membelokkan paksaan itu untuk membangun Selokan Mataram yang fenomenal.

Airnya diambil dari Sungai Progo di bagian barat, dialirkan ke arah timur sepanjang sekitar 30 kilometer sampai ke Sungai Opak di Klasan. Manfaat selokan ini sungguh luar biasa buat para petani dan rakyat banyak sampai hari ini.

Luar biasa, saya katakan, karena air selokan ini tak pernah berhenti mengalir di musim panas panjang sekalipun. Air sebagai sumber kehidupan dibuktikan oleh karya besar HB IX ini. Entah berapa ratus ribu rakyat yang menggantungkan kehidupannya kepada selokan ini, termasuk saya yang tinggal di kawasan Desa Nogotirto, Sleman, Yogyakarta.

Adapun berapa puluh ribu tenaga yang harus dikerahkan untuk merampungkan selokan ini, tentu ada pula yang binasa dalam tugas rodi ini, dan berapa tahun waktu yang dipakai, saya belum pelajari. Seandainya saya tahu karena itu jelas penting, tidak akan direkamkan di ruang ini.

Jika pada beberapa kawasan sudah menderita kekurangan air, rakyat yang tinggal di sebelah selatan selokan patut benar bersyukur. Air itu selalu ada, termasuk yang disimpan dalam tanah untuk kepentingan sumur buatan. Sudah berjalan lebih dari 70 tahun Selokan Mataram terus saja mengalir dan mengalir, tanpa henti, tanpa bosan.

Selokan ini dalam posisi landai sehingga arus air yang warnanya tidak pernah jernih itu berjalan santai, penaka santainya kultur Jawa Mataram yang serbahalus. Tetapi, saluran-salurannya ke arah selatan yang jumlahnya mungkin ratusan ada yang cukup deras karena posisinya miring, bahkan pada bagian-bagian tertentu seperti air terjun.

Amat disesalkan ikan-ikan alit yang semestinya dibiarkan hidup bebas sepanjang selokan dan cabang-cabangnya sering pula disetrum dengan listrik sehingga bayi-bayinya pun menjadi korban. Sekiranya sekadar dipancing, dapatlah dipahami, tetapi mengapa anak-anak ikan sebesar ujung lidi daun kelapa itu juga harus binasa akibat kelakuan jahil manusia.

Saya yang biasa naik sepeda di lingkungan persawahan sering benar merenung tentang betapa vitalnya fungsi selokan ini bagi kehidupan rakyat. Memang amat disayangkan, sebagian persawahan telah berubah menjadi area bangunan: perumahan, toko, gudang, dan jalan raya.

Kabarnya proses alih fungsi lahan yang terparah berlaku di lingkungan Kabupaten Sleman. Dalam kabupaten ini pulalah, di samping di kota, hotel-hotel megah telah bermunculan yang semuanya pasti menyedot secara besar-besaran air tanah. Akibatnya, penduduk miskin yang telah bermukim di sekitarnya secara berketurunan akan menjerit kelangkaan air.

Nasib si miskin yang tak berdaya ini secara lahap dimanfaatkan oleh pemilik hotel dengan membeli lahannya untuk perluasan bangunan. Si miskin tak punya pilihan lain, kecuali melepaskan haknya atas tanah untuk kemudian pergi entah ke mana.

Pengusaha hotel mana pula yang mau bersusah payah menelusuri ke mana menghilangnya mantan pemilik tanah yang baru saja dibelinya itu. Inilah Indonesia yang katanya punya sila kedua: kemanusiaan yang adil dan beradab. Sudah sejak era kolonial, kawula alit belum banyak nasibnya beringsut ke arah perbaikan. Perkara nenek-moyang mereka dulu telah membantu pasukan gerilya di masa revolusi untuk mempertahankan kemerdekaan tidak perlu dipertimbangkan lagi dalam logika sistem ekonomi neoliberal yang serakah.

Tetapi, di atas itu semua, Selokan Mataram masih akan terus mengalir untuk puluhan, bahkan ratusan tahun ke depan. Begitulah riwayatnya dulu, riwayatnya kini, dan diharapkan demikian pula riwayatnya di masa depan untuk menjalankan pengabdian tunggal: berkhidmat! Terima kasih HB IX.

Akhirnya sebuah catatan penting perlu diturunkan di sini: kebiasaan penduduk membuang sampah rumah tangga sepanjang selokan yang legendaris ini perlu dihentikan sekarang dan untuk selama-lamanya! []

REPUBLIKA, 10 November 2015
Ahmad Syafii Maarif | Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar