Rabu, 18 November 2015

Kang Komar: Menembus Batas



Menembus Batas
Oleh: Komaruddin Hidayat

Di mana batas akhir perjalanan manusia? Dari sisi kapasitas intelektualnya menurut neurosains, capaian manusia saat ini belum seberapa. Potensi intelektual rata-rata manusia belum sampai 5% yang digunakan.

Jadi, kita yang hidup hari ini sulit membayangkan inovasi sains dan teknologi di masa depan yang semua itu akan memengaruhi pola hidup manusia. Dengan ditemukannya teknologi internet dan telepon seluler saja moda kerja, jejaring sosial, dan metode belajar serta relasi sosial sudah berubah drastis, tak terbayangkan oleh generasi orang tua yang lahir prakemerdekaan.

Pertanyaan tentang batas akhir perjalanan manusia akan semakin sulit dipahami kalau dialamatkan pada perjalanan rohani. Bagi orang yang beriman, kehidupan ini tak akan berakhir dengan pisahnya roh dari badan wadak. Jika kita amati, terdapat dua karakter yang melekat pada manusia, yaitu pertumbuhan dan pengembaraan. Yang namanya hidup selalu bergerak, tidak statis.

Secara fisik manusia terkena hukum pertumbuhan layaknya dunia flora. Namun secara intelektual dan spiritual orang berharap agar semakin tambah usia seseorang tumbuh menjadi semakin bijak dan bermanfaat sebanyak-banyaknya bagi lingkungan. Orang yang tidak produktif sungguh merugi dan menyia-nyiakan fasilitas umurnya.

Bagi seorang sopir taksi, umur itu bagaikan argometer yang selalu bergerak. Jika argometer berjalan, tetapi tidak mendapatkan penumpang, dia akan merugi karena tidak mencapai target setoran. Dia telah mengeluarkan bahan bakar, waktu, dan tenaga, tetapi tidak produktif. Demikianlah, sering kali tak disadari bahwa kita telah terpenjara oleh kemalasan, kebodohan, dan kebutaan dalam membaca dan memahami kehidupan.

Hidup menjadi rutin dan tumpul. Dunia menjadi penjara yang menahan pertumbuhan dan perjalanan lebih lanjut, menembus batasbatas yang kita ciptakan sendiri. Meminjam bahasa Taufik Ismail, kita hidup dalam kotak, lalu sibuk membuat kotak-kotak yang semakin kecil lagi sampai kita tidak bisa bergerak karena terjepit oleh kotak terkecil yang kita ciptakan sendiri.

Alquran mengingatkan, Allah tidak akan mengubah nasib satu kaum kecuali mereka mengubah terlebih dahulu mindset mereka. Mengubah jiwa dan mental mereka sendiri. Baik secara individual maupun kelompok dan generasional, sejarah manusia selalu memiliki agenda menembus batas. Dalam bahasa akademis disebut riset, terdiri atas dua kata re dan search .

Mencari dan mencari kembali agar batas pengalaman, pengetahuan, dankeilmuan senantiasa melebar. Dan ini dilakukan sambung-menyambung dari generasi ke generasi untuk memperluas dunia manusia. Ibarat ulat yang bergulat untuk bermetamorfosis menjadi kupu-kupu agar bisa terbang menikmati indahnya taman yang luas.

Setiap manusia dan masyarakat selalu dibatasi geraknya oleh garis perbatasan (boundary), oleh batasan fisik, bahasa, dan tradisi. Teknologi internet telah merobohkan tembok perbatasan ini. Masyarakat modern telah menciptakan benua yang keenam, yaitu benua maya, dunia simbolik (virtual world) yang dihubungkan oleh internet yang memfasilitasi warganya berkomunikasi dengan simbol kata dan gambar.

Di dunia yang baru ini komunikasi warganya tidak bisa dihalangi oleh sekat-sekat negara, etnis, budaya, dan agama. Mereka bebas mengemukakan imajinasinya. Di dunia virtual, orang bebas berbicara, berdiskusi, dan berdebat tanpa kehadiran fisik. Ide dan gagasan apa pun mesti siap diuji, dipuji, dan dicaci sekalipun itu merupakan pemikiran keagamaan.

Di dunia virtual akan dijumpai ribuan agama dan kepercayaan. Orang pun bebas untuk menerima atau menolaknya. Bagi mereka yang tak tahan dengan kritik dan cacian, cara termudah tinggal klik, matikan internetnya atau TV-nya. Mau teriak pun boleh di kamar sendiri asal tidak mengganggu orang lain atau tetangga.

Sedemikian mudah dan bebasnya orang melakukan pengembaraan di dunia maya bagaikan berselancar di lautan informasi tanpa hambatan. Kebebasan ini tentu tidak semahal dan sesulit kalau kita hendak melihat-lihat negeri dan budaya orang dari dekat dalam wujudnya yang nyata. Faktor kesehatan, kesempatan, dan finansial mesti mendukung.

Esai ini pun saya tulis di airport Istanbul, 7 November 2015 pukul 6 pagi, sambil menunggu jadwal penerbangan ke Wina dalam rangka berwisata menembus batas geografis untuk melihat dari dekat negara-negara Eropa Timur. Sejak berangkat dari Jakarta saya sudah niatkan perjalanan ini merupakan wisata budaya (cultural tour ) untuk melihat kota-kota tua di Eropa Timur yang tidak semegah dan seglamor kalau kita jalan-jalan misalnya ke Paris, London, New York, Frankfurt, Tokyo.

Namun kota-kota bekas rezim sosialis ini menyimpan monumen sejarah peradaban manusia yang amat berharga untuk diapresiasi, merekam inovasi dan eksperimentasi politik dan budaya yang telah memperkaya khazanah peradaban dunia. Menurut Alquran, semesta dan sejarah manusia merupakan ayat-ayat Tuhan yang mesti dibaca dan dipahami. []

KORAN SINDO, 13 November 2015
Komaruddin Hidayat ;  Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah

Tidak ada komentar:

Posting Komentar