KHOTBAH JUMAT
Berpikir dan Bertindak Sederhana untuk
Membangun Masyarakat yang Sehat
Dalam membangun pola hidup sederhana ( إقامة المجتمع المقتصد - Iqamatul mujtama’ al-muqtashid) baik sederhana dalam pola
berpikir, dalam tindakan dan tingkah laku. Sesungguhnya kehidupan yang
sederhana diawali dari tindakan yang sederhana. Tindakan yang sederhana diawali
dari ucapan yang sederhana, dan ucapan yang sederhana bersumber dari pola pikir
yang sederhana. Dan pola pikir sederhana adalah memikirkan sesuatu yang
bermanfaat, dan menjauhkan diri dari sesuatu yang dinilai tidak perlu.
اَلحمد للهِ،
اَلْحَمْدُ للهِ الَّذِىْ جَعَلَ الْاِسْلَامَ طَرِيْقًا سَوِيًّا، وَوَعَدَ
لِلْمُتَمَسِّكِيْنَ بِهِ وَيَنْهَوْنَ الْفَسَادَ مَكَانًا عَلِيًّا. اَشْهَدُ
أَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لَاشَرِيْكَ لَهُ، شَهَادَةَ مَنْ هُوَ
خَيْرٌ مَّقَامًا وَأَحْسَنُ نَدِيًّا. وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا
عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الْمُتَّصِفُ بِالْمَكَارِمِ كِبَارًا وَصَبِيًّا.
اَللَّهُمَّ
فَصَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ كَانَ صَادِقَ الْوَعْدِ وَكَانَ
رَسُوْلاً نَبِيًّا، وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ الَّذِيْنَ يُحْسِنُوْنَ
إِسْلاَمَهُمْ وَلَمْ يَفْعَلُوْا شَيْئًا فَرِيًّا، أَمَّا بَعْدُ فَيَا أَيُّهَا
الْحَاضِرُوْنَ رَحِمَكُمُ اللهُ، اُوْصِيْنِيْ نَفْسِىْ وَإِيَّاكُمْ بِتَقْوَى
اللهِ، فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
قَالَ
اللهُ تَعَالَى : بِسْمِ اللهِ الرَّحْمَنِ الرَّحِيْمِ، يَا اَيُّهَا الَّذِيْنَ
آمَنُوْا اتَّقُوْا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَاَنْتُمْ
مُسْلِمُوْنَ.
Khotbah kali ini merupakan keterangan panjang
dari satu hadits yang sangat pendek sekali, tentang anjuran meninggalkan segala
centang preneng yang tidak penting. Menghindarkan diri dari segala macam hal
yang bersifat skunder dan mementingkan yang primer. Inilah yang oleh Ibn Rajab
dinilai sebagai akar dari hadits pendidikan. Yaitu hadits yang berupa ajaran
dasar yang harus difahami dan diamalkan oleh seorang muslim. Hadits pendek itu
berbunyi:
عن
أبي هريرة رضي الله عنه قال : قال رسول الله صلى الله عليه وسلم : ( من حسن إسلام
المرء تركه ما لا يعنيه ) حديث حسن رواه الترمذي وغيره
Salah satu tanda kesempunaan islamnya
seseorang adalah meninggalkan segala yang dinilai tidak perlu.
Hadits yang tergolong pendek ini memuat
beberapa hikmah yang sangat luas. Dalam kitab al-Wafi fi Syarahil Arbain
an-Nawawi, Musthafa al-Bugha menjelaskan bahwa sebagian ulama mengatakan
inilah hadits yang muatan isinya setengah dari ajaran agama. Karena agama sejatinya
berisikan tentang laku yang berasal dari perintah dan tinggal yang berasal dari
larangan. Sedangkan hadits ini merupakan sumber dari pemahaman segala larangan.
Larangan berbuat sesuatu yang tidak penting, baik tidak penting dari tinjauan
dunyawi maupun ukhrawi.
Ma’asyiral Muslimin Rahimkumullah
Marilah kita refleksikan hadits ini dalam
kehidupan masing-masing diri kita. Benarkah selama ini kita telah
mengamalkannya, dengan meninggalkan segala yang terasa tidak perlu? Ataukah
malah sebaliknya mementingkan segala yang tidak penting? Berapakah HP yang kita
miliki, apakah kecanggihan dan harga mahal itu seseuai dengan kebutuhan kita?
Benarkan kita membeli HP karena terjadi kerusakan ataukah karena gengsi dan
mengikuti arus trend pasar? Berapakah motor yang kita punya? Benarkah anak kita
yang berada di SMP benar-benar memerlukan motor? Ataukah itu sekedar menuruti
gengsi saja? Berpakah baju koko yang kita punya dan seberapa rajin kita shalat?
dan seterusnya. deretan ini masih bisa diperpanjang hingga tak terhingga. Dan
semoga kita segera bersadar bahwa apa yang kita lakukan jauh dari aplikasi
hadits ini. Meninggalkan apa yang tidak perlu.
Jama’ah jum’ah yang Berbahagia
Hadits ini dapat dijadikan inspirasi dari
tiga hal besar, pertama; membangun masyarakat sosial yang idealis (إقامة المجتمع الفاضل iqamatul mujtama’ al-fadhil).
Islam sangat menjaga akan kesehatan sosial kemasyarakatan. Diantara ciri-ciri
masyarakat yang sehat adalah masyarakat yang hidup dengan tatanan yang rapi.
Masyarkat yang saling menghargai kepentingan dan kebutuhan yang lain. Sehingga
kepentingan seseorang tidak akan mengganggu kebutuhan orang lain. Demikian pula
dengan kebebasannya, tidak akan melanggar kebebasan orang lain. Hal ini bisa
tercapai jika seorang individu berkonsesntrasi dan bertindak dalam batas
kepentingannya masing-masing, jika individu tidak ada keinginan untuk mengurus
urusan orang lain yang sebenarnya tidak perlu baginya. Karena jika diamati
virus sosial itu bermula dari ketumpang tindihan (at-tadakhul) yang membuat
kehidupan makin semrawut secara sosial dan sangat merugikan secara mental.
Bukankah perasaan ingin tahu dengan keadaan orang lain awal dari hasud, iri dan
dengki. Penyakit hati yang akut dan berbahaya.
Kedua, membangun pola hidup sederhana ( إقامة المجتمع المقتصد - Iqamatul mujtama’ al-muqtashid) baik sederhana dalam pola
berpikir, dalam tindakan dan tingkah laku. Sesungguhnya kehidupan yang
sederhana diawali dari tindakan yang sederhana. Tindakan yang sederhana diawali
dari ucapan yang sederhana, dan ucapan yang sederhana bersumber dari pola pikir
yang sederhana. Dan pola pikir sederhana adalah memikirkan sesuatu yang
bermanfaat, dan menjauhkan diri dari sesuatu yang dinilai tidak
perlu.
Memang, sepintas lalu keterangan ini bersifat
sangat individualis. Tetapi apabila difahami secara mendalam tidak demikian.
Karena kesibukan seorang muslim pada dirinya sendiri -dalam hadits ini- tidak
lain adalah kesibukan menata diri agar siap menghadapi masyarakatnya. Karena
masyarakat yang sehat diawali oleh individu-individu yang sehat pula. Dengan
kata lain, untuk membangun masyarakat yang islami, tentunya harus bermodal dari
individu yang islami pula. Individu-individu yang saleh akan memiliki standar
penilaian terhadap realita yang sama. Sesuatu yang bernilai negatif pasti
disepakati kenegatifannya, begitu juga yang baik pasti mutlak disepakati
kebaikannya. Inilah yang dimaksud oleh Rasulullah saw dalam salah satu
haditsnya:
عن
معاذ :أنه سأل النبي صلى الله عليه وسلم عن أفضل الإيمان ، فقال أن تحب للناس ما
تحب لنفسك ، وتكره لهم ما تكره لنفسك
Sesungguhnya Rasulullah saw pernah ditanya
tentang iman yang utama, maka beliau menjawab “apabila Engkau menyukai orang
lain sebagaimana engkau menyukai diri sendiri, dan membenci mereka sebagaimana
engkau membeci dirmu sendiri”
Secara tidak langsung hadits ini ingin
mengatakan bahwa iman yang utama akan menyamakan standar nilai kebaikan bagi
diri pribadi dan orang lain. Apa yang buruk bagi kita pastilah buruk bagi
masyarakat dan begitupun sebaliknya.
Ketiga, membangun masyarakat yang beiman
(religius) bukan individualis (إقامة المجتمع الإيماني
لا الأناني iqamatul
mujtama’ al-iymany lal ananiy). Secara teoritis mempertentangkan individualis
dengan religius adalah kurang tepat. Akan tetapi karakter religius pasti
bertentangan dengan karakter individualis. Mengutamakan kepentingan bersama dan
mengalahkan kepentingan pribadi adalah syarat mutlak sempurnanya iman
seseorang. Sebagaimana dinyatakan dalam sebuah hadits yang berbunyi:
ترى
المؤمنين في توادهم وتعاطفهم وتراحمهم مثل الجسد إذا اشتكى منه عضو تداعى له سائر
الجسد بالحمى والسهر".
“Engkau melimat orang-orang yang beriman
saling mencintai dan menyayangi seperti hanya satu badan yang apabila salah
satu anggot badannya mengalami luka akan sekujur badan terasa meriang dan
panas”
Begitu juga sebaliknya, seorang hamba yang di
hatinya tidak ada rasa iman, pastilah tiada pula rasa sayang kepada sesama,
porsi kebencian lebih dominan dari pada rasa sayang. Yang ada di dalam
pikirannya adalah upaya mensejahterakan diri dan keluarganya. Usahanya adalah
menumpuk kekayaan demi kesejahteraan anak, cucu hingga tujuh turunan. Masa
bodoh dengan tetangga, masa bodoh dengan anak-anak kaum buruh yang bekerja di
pabriknya. Dia merasa sudah cukup dengan memberi gaji bulanan. Padahal keringat
para buruh itulah yang melipat gandakan keuntungannya. Na’udzu billahi min
dzalik. Bukankah masyarakat seperti ini yang sedang merebak di sekeliling kita
dengan berbagai farian dan ukuran yang berbeda?
Sesungguhnya seseorang yang mementingkan diri
sendiri (Individulis) pastilah terjebak dalam pola pikir materialistik apapun
diukur dengan harta dan benda. Sehingga dalam upaya melanggengkan harta
bendanya itu mereka akan bertindak sebagai seorang kapitalis yang berdasar pada
kaidah ‘mengambil untung sebanyak-banyaknya dengan modal sesedikit mungkin’.
Para Jama’ah Jumah yang berbahagia
Seseungguhnya hal-hal seperti ini bisa kita
hindarkan dengan berpegang pada satu hadits yang sungguh mudah di hafal من حسن إسلام المرء تركه ما لا يعنيه Salah satu tanda
kesempunaan islam seseorang adalah meninggalkan segala yang dinilai tidak
perlu.
Demikianlah khutbah jum’ah kali ini semoga
membawa banyak manfaat bagi diri khatib dan kita semua. Amin.
بَارَكَ
اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ فِى
اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، اِنَّهُ هُوَ الْبَرُّ الرَّؤُوْفُ
الرَّحِيْمُ.
Khutbah II
اَلْحَمْدُ
للهِ عَلىَ اِحْسَانِهِ وَالشُّكْرُ لَهُ عَلىَ تَوْفِيْقِهِ وَاِمْتِنَانِهِ.
وَاَشْهَدُ اَنْ لاَ اِلَهَ اِلاَّ اللهُ وَاللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ
وَاَشْهَدُ اَنَّ سَيِّدَنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ الدَّاعِى اِلىَ
رِضْوَانِهِ. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ وِعَلَى اَلِهِ
وَاَصْحَابِهِ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كِثيْرًا
اَمَّا بَعْدُ فَياَ اَيُّهَا النَّاسُ اِتَّقُوااللهَ فِيْمَا اَمَرَ وَانْتَهُوْا عَمَّا نَهَى وَاعْلَمُوْا اَنَّ اللهّ اَمَرَكُمْ بِاَمْرٍ بَدَأَ فِيْهِ بِنَفْسِهِ وَثَـنَى بِمَلآ ئِكَتِهِ بِقُدْسِهِ وَقَالَ تَعاَلَى اِنَّ اللهَ وَمَلآ ئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِى يآ اَيُّهَا الَّذِيْنَ آمَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اللهُمَّ صَلِّ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلِّمْ وَعَلَى آلِ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ وَعَلَى اَنْبِيآئِكَ وَرُسُلِكَ وَمَلآئِكَةِ اْلمُقَرَّبِيْنَ وَارْضَ اللّهُمَّ عَنِ اْلخُلَفَاءِ الرَّاشِدِيْنَ اَبِى بَكْرٍوَعُمَروَعُثْمَان وَعَلِى وَعَنْ بَقِيَّةِ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِيْنَ وَتَابِعِي التَّابِعِيْنَ لَهُمْ بِاِحْسَانٍ اِلَىيَوْمِ الدِّيْنِ وَارْضَ عَنَّا مَعَهُمْ بِرَحْمَتِكَ يَا اَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَاْلمُؤْمِنَاتِ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَاْلمُسْلِمَاتِ اَلاَحْيآءُ مِنْهُمْ وَاْلاَمْوَاتِ اللهُمَّ اَعِزَّ اْلاِسْلاَمَ وَاْلمُسْلِمِيْنَ وَأَذِلَّ الشِّرْكَ وَاْلمُشْرِكِيْنَ وَانْصُرْ عِبَادَكَ اْلمُوَحِّدِيَّةَ وَانْصُرْ مَنْ نَصَرَ الدِّيْنَ وَاخْذُلْ مَنْ خَذَلَ اْلمُسْلِمِيْنَ وَ دَمِّرْ اَعْدَاءَالدِّيْنِ وَاعْلِ كَلِمَاتِكَ اِلَى يَوْمَ الدِّيْنِ. اللهُمَّ ادْفَعْ عَنَّا اْلبَلاَءَ وَاْلوَبَاءَ وَالزَّلاَزِلَ وَاْلمِحَنَ وَسُوْءَ اْلفِتْنَةِ وَاْلمِحَنَ مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَمَا بَطَنَ عَنْ بَلَدِنَا اِنْدُونِيْسِيَّا خآصَّةً وَسَائِرِ اْلبُلْدَانِ اْلمُسْلِمِيْنَ عآمَّةً يَا رَبَّ اْلعَالَمِيْنَ. رَبَّنَا آتِناَ فِى الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِى اْلآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا اَنْفُسَنَاوَاِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ اْلخَاسِرِيْنَ. عِبَادَاللهِ ! اِنَّ اللهَ يَأْمُرُنَا بِاْلعَدْلِ وَاْلاِحْسَانِ وَإِيْتآءِ ذِى اْلقُرْبىَ وَيَنْهَى عَنِ اْلفَحْشآءِ وَاْلمُنْكَرِ وَاْلبَغْي يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ تَذَكَّرُوْنَ وَاذْكُرُوااللهَ اْلعَظِيْمَ يَذْكُرْكُمْ وَاشْكُرُوْهُ عَلىَ نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ وَلَذِكْرُ اللهِ اَكْبَرْ
Sumber: NU Online
Tidak ada komentar:
Posting Komentar