Bolehkah Menginterupsi
Khutbah Jum’at?
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum wr wb. Dalam beberapa
kesempatan khutbah saya sering menemukan khotib menyampaikan materi yang sangat
menyinggung perasaan, misalnya menjelek-jelekkan orang lain dan memusuhi
kelompok lain secara terang-terangan. Dalam kondisi demikian, apakah boleh kami
mengintrupsi khutbah, atau sebaiknya kami mufaroqoh atau bagaimana? Kondisi
demikian seringkali menyebabkan shalat Jum’at kita tidak khusu’. Terimakasih
atas penjelasannya.
Hasannuddin, Jakarta
Jawaban:
Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati
Allah swt. Bahwa rukun khutbah itu ada lima, pertama memuji Allah dengan lafazh
al-hamd, kedua membaca shalawat kepada Rasulullah saw dengan lafazh ash-shalat,
ketiga, wasiat untuk bertakwa kepada Allah swt, keempat, mendoakan orang-orang
mukmin, dan kelima, membaca ayat al-Qur`an minimal satu ayat. Namun jika salah
satu rukun tersebut tidak terpenuhi maka khutbahnya tidak sah, dan konsekwensinya
adalah tidak sahnya shalat jumat. Dalam kondisi seperti maka yang dilakukan
adalah melakukan i’adah shalat dhuhur.
Sedang yang jadi persoalan di atas adalah
menyangkut isi khutbah itu sendiri. Apakah diperbolehkan menginterupsi khatib
yang isi khutbahnya adalah menjelek-jelekkan orang lain. Pada prinsipnya,
menurut para fuqaha` berbicara pada saat khutbah itu tidak diperbolehkan. Namun
ada yang menarik dari pandangan madzhab Maliki.
Namun sebelum kami mengemukakan pandangan
madzhab Maliki terlebih dahulu kami kemukakan bahwa menurut mereka, khotib dan
imam shalat jumat itu harus satu orang kecuali ketika ada udzur. Artinya, yang
menjadi khatib juga sekaligus menjadi imam.
Dalam pandangan madzhab Maliki diharamkan
berbicara ketika imam sedang berkhutbah atau ketika ia duduk di antara dua
khutbah. Larangan berbicara ini ditujukan untuk semua jamaah baik yang
mendengarkan khutbah atau tidak, baik yang di serambi masjid atau jalan yang
terhubung dengan masjid.
Lebih lanjut menurut mereka jika isi khutbah
imam ternyata tidak tidak jelas atau ngawur, seperti memuji orang yang tak
layak untuk dipuji atau mencaci orang yang sebenarnya tidak layak dicaci, maka
larang berbicara tersebut menjadi gugur. Demikian sebagaimana dikemukan
Abdurrahman al-Juzairi dalam kitab al-Fiqh ‘ala Madzahib al-Arba`ah:
اَلْمَالِكِيَّةُ
قَالُوا يَحْرُمُ الْكَلَامُ حَالَ الْخُطْبَةِ وَحَالَ جُلُوسِ الْإِمَامِ عَلَى
الْمِنْبَرِ بَيْنَ الْخُطْبَتَيْنِ وَلَا فَرْقَ فِي ذَلِكَ بَيْنَ مَنْ يَسْمَعُ
الْخُطْبَةَ وَغَيْرِهِ فَالْكُلُّ يَحْرُمُ عَلَيْهِ الْكَلَامُ وَلَوْ كَانَ
بِرَحْبَةِ الْمَسْجِدِ أَوِ الطُّرُقِ الْمُتَّصِلَةِ بِهِ وَإِنَّمَا يَحْرُمُ
الْكَلَامُ الْمَذْكُورُ مَا لَمْ يَحْصُلْ مِنَ الْإِمَامِ لَغْوٌ فِي
الْخُطْبَةِ كَأَنْ يَمْدُحُ مَنْ لَا يَجُوزُ مَدْحُهُ أَوْ يَذُمُّ مَنْ لَا
يَجُوزُ ذَمُّهُ فَإِنْ فَعَلَ ذَلِكَ سَقَطَتْ حُرْمَتُهُ (عبد الرحمن الجزيري،
الفقه على مذاهب الأربعة، بيروت-دار الكتب العلمية، الطبعة الثانية،
1424هـ/2003م، ج، 1، ص. 361(
“Menurut madzhab Maliki haram berbicara
ketika khutbah dan ketika imam duduk di atas mimbar di antara dua khutbah. Dan
dalam hal ini tidak ada perbedaan di antara orang yang mendengarkan khutbah atau
tidak. Semua haram berbicara meskipun berada di teras masjid atau jalan yang
terhubung dengan masjid. Hanya saja keharaman berbicara tersebut sepanjang
tidak terdapat dalam khutbahnya imam kesia-siaan atau ngawur (laghw), seperti
memuji orang yang tak boleh dipuji, atau menghina orang yang tidak boleh
dihina. Jika imam melakukan itu maka gugurlah keharamannya (berbicara ketika
khutbah berlangsung atau ketika ia duduk di atas mimbar di antara dua khutbah)”
(Abdurrahman al-Juzairi, al-Fiqh ‘ala Madzhabib al-Arba’ah, Bairut-Dar al-Kutub
al-‘Ilmiyyah, cet ke-2, 1424 H/2003 M, juz, 1, h. 361)
Jika pandangan madzhab maliki ini ditarik ke
dalam konteks pertanyaan di atas, maka menginterupsi khatib yang dalam
khutbahnya menjelek-jelekkan kelompok lain bisa saja diperbolehkan, sepanjang
hal itu adalah masuk dalam kategori laghw. Dan tentunya harus didukung dengan
pengetahuan yang benar.
Meskipun mengiterupsi khatib itu boleh
menurut madzhab Maliki, namun jangan sekali-kali dilakukan tanpa dasar
pengetahun yang kuat. Dan jika khatib tidak menanggapi interupsi atau
peringatan kita maka jangan mendesak khatib untuk membenarkan khutbahnya.
Kendatipun demikian, sebaiknya jika khatib dalam khutbahnya ada hal-hal yang
“ngawur” maka diingatkan setelah selesai shalat jumat dengan ungkapan yang
santun, tetap menghormati khatib dan menjaga kemuliaan masjid. []
Mahbub Ma’afi Ramdlan
Tim Bahtsul Masail NU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar