Makmum Shalat Jamaah
Terpisah Jalan Raya atau Sungai
Pertanyaan:
Assalamualaikum wr. wb. Yang saya hormati dan
Allah muliakan para pengurus NU. Saya mau bertanya kepada NU. Saya ingin
menanyakan bagaimana hukumnya shalat berjamaah (misalkan id/jumatan) yang
terpisah oleh sungai atau jalan apakah sah atau tidak, adakah syarat-syarat
yang harus di penuhi? Mohon bantuan dan jawabannya secepat-cepatnya,
terimakasih atas perhatiannya. Wassalamualaikum wr. Wb. []
Dika Darojat
Jawaban:
Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati
Allah swt. Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa shalat jamaah itu lebih
utama daripada dan pahalanya dua puluh tujuh derajat daripada shalat sendiri.
Karena itu shalat berjamaah sangat dianjurkan. Karena itu sering kali kita rela
shalat berjamaah meskipun di jalan raya.
Dalam pandangan madzhab syafi’i pelaksanaan
shalat jamaah yang dihalangi oleh sungai atau jalan besar tetap dianggap sah.
Karena sungai atau jalan besar tersebut tidak dianggap sebagai penghalang. Hal
ini sebagaimana keterangan yang terdapat dalam kitab al-Iqna` fi Halli Alfazhi
Abi Syuja`:
وَلَا
يَضُرُّ فِي جَمِيعِ مَا ذُكِرَ شَارِعٌ وَلَوْ كَثُرَ طُرُوقُهُ ، وَلَا نَهْرٌ
وَإِنْ أَحْوَجَ إلَى سِبَاحَةٍ لِأَنَّهُمَا لَمْ يَعُدَّا لِلْحَيْلُولَةِ (محمد
الشربيي الخطيب، الإقناع فى حل ألفاظ أبي شجاع، بيروت-دار الفكر، 1415هـ، ج، 1، ص.
169(
“Dan tidak menjadi persoalan, dalam apa yang
telah dikemukakan, (antara imam dan ma’mun) dipisah jalan meskipun banyak orang
lewat, begitu juga sungai meskipun untuk melewatinya harus dengan menyebrang.
Sebab, keduanya tidak dianggap sebagai penghalang”. (Muhammad asy-Syarbini
al-Khathib, al-Iqna` fi Halli Alfazh Abi Syuja’, Bairut-Dar al-Fikr, 1415 H,
juz, 1, h. 169)
Sedang syarat-syaratnya adalah, pertama,
mengetahui perpindahan gerakan imam dari satu rukun ke rukun yang lain seperti
mengetahui ruku’ atau sujudnya imam, memungkinkan untuk menuju imam dengan
tanpa menyimpang, jarak antara makmun dengan akhir masjid tidak lebih dari 300
hasta (kurang lebih 144 meter), melihat imam atau sebagian ma`mum, dan
melihatnya itu dari tempat murur. Hal ini sebagaimana dikemukakan Sayyid
Abdurrahman Ba’alwi dalam kitab Bughyah al-Mustarsyidin:
فَتُشْتَرَطُ
خَمْسَةُ شُرُوطٍ اَلْعِلْمُ بِانْتِقَالَاتِ الْإِمَامِ، وَإِمْكَانُ الذِّهَابِ
إِلَيْهِ مِنْ غَيْرِ اِزْوِرَارٍ وَانْعِطَافٍ ، وَقُرْبُ الْمَسَافَةُ بِأَنْ
لَا يَزِيدُ مَا بَيْنَهُمَا أَوْ بَيْنَ أَحَدِهِمَا وَآَخِرِ الْمَسْجِدِ عَلَى
ثَلَاثُمِائَةِ ذِرَاعٍ ، وَرُؤْيَةُ الْإِمَامِ أَوْ بَعْضِ الْمُقْتَدِينَ
وَأَنْ تُكُونَ الرُّؤْيَةُ مِنْ مَحَلِّ الْمُرُورِ (عبد الرحمن باعلوي، بغية
المسترشدين، بيروت-دار الفكر، ص. 146(
“Kemudian disyaratkan lima lima syarat yaitu
mengetahui perpindahan gerakan imam (dari satu rukun ke rukun yang lain),
memungkinkan menuju ke imam dengan tanpa berbelok, dekatnya jarak antara ma’mun
dengan imam atau jarak salah satu dari keduanya (ma’mum) dengan batas
akhir masjid tidak lebih dari 300 hasta, melihat imam atau sebagian ma’mum, dan
hendaknya melihatnya dari tempat murur. (Abdurrahman Ba’alawi, Bughyah
al-Mustarsyidin, Bairut-Dar al-Fikr, tt, h. 146).
Demikian jawaban yang dapat kami kemukakan,
semoga bermanfaat. Dan sebisa mungkin jangan meninggalkan shalat jamaah karena
itu sangat dianjurkan dan pahalanya dua puluh derajat dibanding shalat
sendirian. []
Mahbub Ma’afi Ramdlan
Tim Bahtsul Masail NU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar