Ketika Nabi
Membebaskan 70 Orang Tawanan
Kisah menarik, ketika
Rasulullah SAW mendapati 70 orang tawanan, beliau tak langsung memutuskan
perihal apa yang akan dilakukan kepada para tawanan itu. Nabi Muhammad tentu
bukan tak tahu apa yang terbaik dan seharusnya diputuskan sebagai balasan bagi
puluhan kafir tertawan, sebab beliau Rosul. Beliau malah berinisiatif
mengadakan pertemuan bersama para sahabat guna membicarakan kebijakan terhadap
tawanan.
Dalam forum musyawarah tersebut, Rasulullah bertanya kepada para sahabat ihwal ide menarik yang bisa disampaikan, terkait dengan 70 tawanan. Sahabat Umar bin Khattab langsung lantang mengajukan usulnya. Seperti kita tahu, sahabat Umar dikenal sebagai mantan preman kafir yang telah beriman namun jiwa premannya masih lekat. Maka tanpa ragu, ia pun mengusulkan agar seluruh tawanan dibunuh saja, biar musuh jera.
Nabi dalam hal ini tentu tidak sepakat dengan ide sahabat Umar bin Khattab. Meski demikian, beliau mampu menyikapinya dengan cara yang indah. Kepada Umar, Rasulullah mengatakan bahwa ide itu sangat bagus, mirip dengan karakter Nabi Nuh yang keras.
Setelah itu Nabi kembali meminta usul dari sahabat lain, “Ada pendapat lain?”
Setelah Rasulullah membuka kesempatan bagi sahabat lain untuk menyampaikan ide, giliran sahabat Abu Bakar yang memberanikan diri bersuara. Dalam usulnya, sahabat Abu Bakar menyarankan untuk membebaskan para tawanan, sebagai strategi agar musuh menduga umat Muslim telah kuat sehingga tidak perlu menahan tawanan.
“Pembebasan tersebut dengan syarat, yang kaya harus membayar denda sejumlah empat dinar. Tapi bagi tawanan yang miskin, ditugaskan mengajari anak-anak membaca. Kalau sudah pada pintar, maka baru mereka dibebaskan,” kata sahabat Abu Bakar.
Dari pendapat-pendapat tersebut, Rasulullah lebih sepakat dengan usulan kedua, yakni membebaskan seluruh tawanan dengan syarat. Seperti saat menanggapi usul pertama, maka ketika menanggapi usulan kedua pun Rasulullah menisbahkannya dengan karakter Nabi Ibrahim.
“Ini juga usul yang bagus. Jadi yang pertama mirip dengan Nabi Nuh, dan yang kedua ini mirip dengan Nabi Ibrahim. Hanya, saya lebih memilih yang kedua ini,” ujar Nabi.
Dengan begini, maka sahabat Umar tetap merasa bangga karena Rasulullah telah memuji pendapat pribadinya, bahkan dinisbahkan dengan karakternya Nabi Nuh. Rasulullah telah menunjukkan contoh kepada kita, bahwa menolak pendapat mesti dengan cara yang halus. Lebih dari itu, kisah ini berpesan bahwa musyawarah tetap dibutuhkan agar mencapai kemufakatan yang indah di antara sesama. []
(Istahiyyah)
*) Disarikan dari taushiyah Mustasyar PBNU KH Sya’roni Ahmadi dalam pembukaan Rapat Kerja PCNU Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, Ahad (31/8), di Aula MA NU Banat Kudus.
*) Disarikan dari taushiyah Mustasyar PBNU KH Sya’roni Ahmadi dalam pembukaan Rapat Kerja PCNU Kabupaten Kudus, Jawa Tengah, Ahad (31/8), di Aula MA NU Banat Kudus.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar