Selasa, 07 April 2015

Adhie: Hukum Mengkritik Pemerintahan yang Baru Berjalan Beberapa Bulan



Hukum Mengkritik Pemerintahan yang Baru Berjalan Beberapa Bulan
Oleh: Adhie M. Massardi

DIPERBOLEHKAN bagi kalian mengeritik pemerintahan, bahkan mempersalahkan pemerintahan itu, sekalipun baru berjalan beberapa bulan.

Bagi kalian (umat Islam), tentu paham bila jabatan atau kedudukan, lebih-lebih dalam pemerintahan, adalah merupakan amanah. Maka menjalankan pemerintahan bagi seorang yang menjabat atau presiden (pemimpin), merupakan ibadah.

Disebut ibadah karena tujuan (menjalankan) pemerintahan, sebagaimana dirumuskan dengan sangat cerdas oleh para pendiri negeri ini dalam pembukaan UUD 1945: ”membangun masyarakat adil dan makmur”.

Islam memang menghendaki terbangunnya masyarakat yang adil, menuju pencapaian kemakmuran. Baldatun tayyibatun wa rabbun ghafuur” (negara yang baik dan Tuhan Yang Maha Pengampun) adalah semboyan upaya kaum Muslimin membangun masyarakat yang demikian itu.

Lebih tegas lagi, Islam yang dipeluk mayoritas bangsa kita, memiliki adagium yang sangat penting: ”Kebijakan dan tindakan seorang pemimpin (presiden) atas rakyat yang dipimpin haruslah terkait langsung dengan kesejahteraan mereka” (tasyarruf al-imam ‘ala ar-ra’iyyah manuutun bi al-maslahah).

Jadi jelas, dalam Islam digambarkan betapa langsung dan lugasnya hubungan antara sang pemimpin dan rakyat yang dipimpinnya. Oleh sebab itu, indikator keberhasilan seorang pemimpin, tiada lain kecuali diukur dengan tingkat kesejahteraan rakyatnya. Semakin tinggi tingkat kesejahteraan rakyatnya, semakin berhasil kepemimpinnya.

Sebagaimana ibadah sholat yang sudah ditentukan dengan jelas arahnya (kiblat), demikian pula (kiblat) ibadah menjalankan pemerintahan. Dalam perspektif (negara) demokrasi, kiblat pemerintahan adalah janji waktu kampanye”. Sebab janji kampanye” itu yang membuat rakyat makmum kepadanya (memilih dalam pemilu).

Dalam hal pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla, kita semua tahu, Nawacita” dan Trisakti” merupakan kiblat yang dicanangkan pemerintahannya.

Maka sebagaimana ibadah sholat, kita bisa langsung menegur dan meluruskannya apabila kita melihat saudara kita salah dalam menghadap kiblat. Tidak perlu menunggu sampai atahiyatul akhir.

Demikianlah dalam pemerintahan. Sudah bisa dikritik dan dipersalahkan apabila (sejak) langkah pertama mengganti kiblat dari menyejahterakan rakyat jadi memanjakan konglomerat (pemilik modal). Dari nasionalisme menjadi neo-liberalisme.

Maka apabila harus ditunggu sampai atahiyatul akhir”, bukan saja kita berdosa, tapi akan lebih banyak rakyat menjadi korban akibat kebijakan-kebijakan pemerintah yang salah. [***]

Jumat Agung, 3 April 2015
Adhie M. Massardi

Tidak ada komentar:

Posting Komentar