Nabi
Palsu Bisnis Tembakau
Oleh:
Mohamad Sobary
Di dalam
sejarah pertanian kita, belum pernah ada semangat memojokkan tembakau, termasuk
produk olahannya, seperti terjadi saat ini.
Berbagai cara ditempuh, demi mencapai tujuan pokoknya. Tapi jika diamati baik-baik, tampaknya, alhamdulillah, semangat itu tidak mematikan, dan boleh jadi tidak akan pernah mematikan. Nafsu untuk— istilah mereka—memuseumkan ”keretek”, produk olahan tembakau tadi, tak bakalan bisa dicapai.
Kita tahu dasar pertimbangan yang disiarkan secara global semangat itu dibangun demi alasan yang begitu indah dan manusiawi: kesehatan masyarakat. Tapi jika ditelusuri secara lebih saksama dan lebih mendalam, semangat itu berdiri di belakang perang dagang.
Pemilik industri olahan tembakau di luar negeri, yang ingin mencaplok secara serakah bisnis di bidang itu, dengan canggih tapi penuh tipu muslihat, dan bohong, menggunakan isu kesehatan untuk memenangkan pertarungan di negeri kita. Isu bahwa merokok merusak kesehatan, dengan berbagai macam penjelasan yang menakutkan, di sini tidak mempan.
Para perokok tetap merokok. Kelihatannya mereka tak begitu takut pada ancaman itu. Ketika isu kesehatan tak mengubah keadaan, dipakailah isu ekonomi, yang kelihatannya sama saja. Suara mereka tak begitu didengar orang. Muncul isu lain, yang merupakan kalkulasi strategis, dengan melihat bahwa dilihat dari komposisi penduduk kita, mayoritas kita pemeluk Islam.
Di sana kata halal-haram menjadi isu moral yang luar biasa penting, karena hal itu langsung berhubungan dengan Tuhan. Maka strategicanggihmereka, disertai dana besar yang pendukung strategi itu, memandang penggunaankataharamakanmanjur. Lalu disebutlah bahwa merokok itu haram. Tapi pilihan langkah ini pun membentur tembok.
Para perokok tak peduli pada fatwa itu, karena ada fatwa lain, dari komunitas orang-orang beriman yang jumlahnya lebih besar, tidak mengharamkan merokok. Status hukum merokok bagi mereka hanya makruh. Ini pilihan pribadi. Strategi yang tak mempan ini membuat mereka kecewa. Sekarang, mereka kembali lagi ke alasan semula: alasan kesehatan.
Ancaman yang menyebutkan bahwa, dulu, merokok mengganggu kesehatan ini dan itu, kini diganti, merokok: ”membunuhmu”. Ini bukan bahasa ilmu pengetahuan, bukan pula kebijakan yang dilandasi oleh suatu temuan yang meyakinkan, melainkan cerminan dari bahasa politik dagang yang tak melarang menggunakan kebohongan di sana sini.
Bahasa ancaman, dan manipulasi di dalamnya, boleh dipakai, asal bisa dianggap mendukung langkah untuk menuju kemenangan. Kelihatannya perlu sekali diwaspadai, bahwa ancaman ”merokok membunuhmu”, yang dipasang di tiap-tiap bungkus keretek, disertai gambar gambar mengerikan, itu contoh strategi politik dagang. untuk memenangkan persaingan di pasar bebas.
Sekali lagi, ”merokok membunuhmu”, merupakan ancaman agar industri olahan tembakau di negeri kita tidak berkembang. Untuk sementara, mereka dibunuh dulu, dengan dukungan para pejabat kita sendiri. Kalau industri kita sudah mati, gampanglah mengatur strategi baru, sesudah semuanya dikuasai dan sepenuhnya di tangan bangsa asing.
Mungkin
kelak mereka akan berteriak: merokok tanda orang sehat? Sekarang ini, ancaman
”merokok membunuhmu”, sebetulnya tidak lain dari sikap politik dagang, dan
kebijakan pemerintah yang mendukung politik dagang bangsa asing itu, untuk
memenangkan perang dagang yang didambakan bangsa asing di negeri kita ini.
Sikap pemerintah yang lebih mengutamakan impor tembakau sebesar-besarnya, jelas dirasuki semangat membunuh petani tembakau kita sendiri. Pejabat kita hanya tampil sebagai orang netral? Kalau mereka netral, tanpa unsur pengaruh kepentingan asing, itu sudah mulia.
Netral pun mereka tidak. Kecenderungannya jelas: mereka memojokkan petani tembakau kita sendiri. Selain itu, berbagai langkah ditempuh agar petani beralih ke pertanian lain yang bukan tembakau. Kalau mereka mendengar saran berbahaya ini—tapi tidak ada petani yang menggubris ajakan pejabat—tanaman tembakau mati.
Dan kelak, sebentar lagi, bangsa asing yang datang sesudahnya, akan menghidupkan kembali tanaman tembakau itu untuk kepentingan dagang yang sangat menguntungkan itu.
Langkah menaikkan cukai, dari tahun ke tahun selalu naik, dan kini cukai kita menghasilkan sumbangan ratusan triliun buat APBN, apa artinya bila bukan untuk membunuh industri kita sendiri, dan menggelar karpet merah bagi usaha dagang asing di negeri kita?
Semangat menaikkan cukai ini telah membunuh tiga ratusan ”home industries” di bidang pengolahan tembakau, yang merupakan kebanggaan daerah masingmasing, dan itu artinya juga kebanggaan bangsa kita. Tapi mengapa kekejaman ini ditempuh terusmenerus, hingga kini, jumlah industri kita tinggal ibarat ”segenggam”, dan jumlah pengusaha asing makin meningkat dan makin meningkat?
Dalam bulan bulan terakhir ini, isu menaikkan cukai dikutuk media, sebagai langkah pemerintahan yang malas, yang tak bisa mencari sumber APBN yang lain. DPR menyesalkan dan minta kenaikan cukai ditunda. Dan berbagai unsur masyarakat sipil menyuarakan semangat yang sama, sebagai tanda komitmen kebangsaan yang besar.
Omong kosong apakah yang ada di balik ”merokok membunuhmu” itu, ketika kita ketahui bangsa produksi tahunan industri keretek asing, yang ada di negeri kita ini malah meningkat dan meningkat menjadi produk maha raksasa yang keuntungannya menggiurkan para pedagang?
Merokok membunuh orang, tapi produk rokok mereka meningkat begitu mengerikannya. Apakah mereka sengaja mau mengabaikan peringatan itu? Tidak. Mereka orang baik dan sangat manusiawi. Pedagang bukan pembunuh. Mereka hanya ingin menggaet untung besar, sebesar-besarnya, tanpa saingan, tanpa musuh.
Pendeknya, mereka hanya akan melakukan monopoli datang. Hanya itu. Selebihnya, pemerintah kita membantu, dan siap berdiri di belakang kepentingan asing itu. Mereka bersuara seperti nabi-nabi yang ingin menyelamatkan manusia di dunia, tapi intinya bukan itu. Tujuan mereka jelas hanya satu: memenangkan persaingan dagang.
Dan bukan
urusan kesehatan. Kelak, sesudah menang dalam persaingan, barulah bicara
keuntungan yang pasti sudah ada dalam genggaman. Selain itu, kebohongan apa
lagi yang ada di balik ”merokok membunuhmu” kalau kenyataannya, pengusaha demi
pengusaha asing, kelihatan berebut lahan bisnis pengolahan tembakau di negeri
kita, dengan keserakahan seperti serigala berebut mangsa di hutan belantara?
Apa mereka mau mengabaikan ancaman ”merokok membunuhmu” tadi? Tidak. Sama sekali tidak. Mereka tak peduli pada omongan itu. Apa yang mereka cari, dengan berbagai cara untuk menang, ialah keuntungan, duit, keuntungan dan duit, dan kejayaan.
Bangsa-bangsa asing yang jauh, dan bangsa-bangsa asing di Asia, yang dekat, hadir di sini, saling mencakar saling ”menubruk” untuk menguasai tembakau dan produk olahannya. Mereka bersuara seperti nabi-nabi baru, untuk menyelamatkan manusia di bumi. Tapi sebenarnya mereka tak punya rasa peduli apa pun kecuali berbisnis dan merebut keuntungan dan keuntungan.
Mereka nabi-nabi palsu di dalam bisnis tembakau yang kejam. Suara mereka seolah hendak menyelamatkan manusia di bumi ini, tapi sebenarnya mereka mencari selamat sendiri-sendiri. []
Koran SINDO, 6 April 2015
Mohamad Sobary, Esais, Anggota Pengurus Masyarakat Bangga Produk
Indonesia, untuk Advokasi, Mediasi, dan Promosi. Penggemar Sirih dan Cengkih,
buat Kesehatan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar