Pondok Pesantren
Zainul Hasan, Genggong, Pajarakan, Probolinggo – Jawa Timur
Latar Belakang
Berdirinya Pesantren
Zainul Hasan sejak awal pendiriannya dikenal dengan sebutan Pondok Pesantren
Genggong yang didirikan oleh KH. Zainul Abidin pada tahun 1839 M / 1250 H. Yang
terletak di desa Karangbong Kecamatan Pajarakan Kabupaten Probolinggo. Adapun
motifasi pendiri Pesantren tersebut merupakan cita-cita mulia dan luhur yang
didasarkan pada tanggung jawab secara keilmuan setelah melihat realitas
masyarakat yang masih buta huruf dan masyarakatnya dikenal dengan awam yang
sama sekali tidak mengenal ilmu pengetahuan agama secara perilaku kehidupan
masyarakat cenderung berperilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai
agama seperti melakukan perbuatan dosa besar kepada Allah SWT, baik perbuatan
syirik, zina, perilaku kekerasan sesamanya dengan cara merampas hak milik orang
lain dan penganiayaan terhadap sesamanya serta perbuatan judi yang dilakukan
oleh masyarakat setiap hari.
Berangkat dari dasar
pemikiran yang didasarkan pada realitas perilaku masyarakat tersebut, maka KH.
Zainul Abidin, beliau keturunan maghrobi dan alumnus pesantren Sidoresmo
Surabaya merasa terpanggil jiwanya untuk mengamalkan ilmu yang didapatnya
kemudian dijadikan dasar berjuang dengan menebarkan ilmu pengetahuan agama baik
berupa pengajian maupun di sampaikan melalui kelembagaan berupa institusi
Pondok Pesantren Genggong dan kata “Genggong” berasal dari sekuntum bunga yang
tumbuh di sekitar pesantren dan bunga tersebut dipergunakan oleh masyarakat
untuk rias manten dan khitan. Perubahan nama pesantren digagas oleh
kepemimpinan KH. Hasan Saifourridzall dengan maksud dan tujuan ingin
mengabadikan kedua nama pendiri pesantren sebelumnya dengan kronologis sebagai
berikut:
Nama Pondok Genggong
diabadikan sejak kepemimpinan KH. Zainul Abidin sampai dengan kepemimpinan KH.
Moh. Hasan dari tahun 1839 sampai dengan 1952M(113 tahun).
Pada masa
kepemimpinan KH. Hasan Saifourridzall pada tahun 1952 Pondok Pesantren Genggong
diganti dengan nama Asrama Pelajar Islam Genggong ”APIG” yang didasarkan pada
semakin tinggi minat masyarakat belajar di Pondok Pesantren, hal itu dapat
dilihat dari jumlah santri, grafiknya meningkat dan nama tersebut diabadikan
terhitung sejak 1952 M. Sampai dengan 1959M. (7 tahun).
Pada masa
kepemimpinan KH. Hasan Saifourridzall pula timbul gagasan untuk mengabadikan
kedua pendiri pesantren yaitu KH. Zainul Abidin dan KH. Mohammad Hasan tepatnya
pada tanggal 1 Muharrom 1379 H./ 19 juli 1959 M, menetapkan nama Pesantren
semula bernama Asrama Pelajar Islam Genggong menjadi Pesantren Zainul Hasan
Genggong, nama Pesantren tersebut mengabadikan dari kedua pendiri pesantren
tersebut.
Letak dan Luas
Pesantren
Pesantren Zainul
hasan genggong terletak ke arah timur Kota Probolinggo 25 Km, di Desa
Karangbong Kecamatan Pajarakan Kabupaten Probolinggo yang dibangun di atas
tanah seluas:
-
Luas area Pesantren Zainul Hasan
Genggong putra dan putri seluas 86 ha.
-
Luas arean pendidikan dasar sampai
pendidikan tinggi Pesantren Zainul Hasan Genggong seluas 20 ha.
Azas dan Aqidah
Sebagaimana Pondok Pesantren
umumnya bahwa aliran/faham yang dianut biasanya ditekannkan pada suatu faham
yang lain.
Di pesantren Zainul Hasan semua faham dipelajarinya hanya saja penagalamannya diutamakan pada faham tertentu yaitu faham “AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH” yang bebarti : Ahlussunnah ialah penganut sunnah Nabi, sedang wal jama’ah penganut I’tiqod jama’ah sahabat-sahabat nabi.
Visi dan Misi
Visi
Mewujudkan manusia beriman, bertaqwa, berilmu dan berakhlaqul karimah.
Mewujudkan manusia beriman, bertaqwa, berilmu dan berakhlaqul karimah.
Misi
-
Melatih pembiasaan berbuat sifat-sifat
terpuji dalam kehidupan sehari-hari
-
Melatih pembiasaan melaksanakan ibadah
baik yang wajib maupun yang sunnah
-
Melaksanakan bimbingan intensi membaca
al-quran dan membaca kitab salalfiyah.
-
Menyelenggarakan bimbingan belajar
yang disesuaikan dengan kemampuan santri.
-
Melaksanakan bimbingan terpadu antara
kegiatan pesantren dan kegiatan sekolah.
Tujuan
Mendidik, melatih dan membimbing para santri sesuai dengan tingkatan satuan endidikannya memiliki tujuan:
Mendidik, melatih dan membimbing para santri sesuai dengan tingkatan satuan endidikannya memiliki tujuan:
-
Agar para santri memiliki identitas
nilai-nilai anak sholeh
-
Agar para santri mampu
mengaktualisasikan nilai-nilai islam dalam kehidupan sehari-hari.
-
Agar para santrimembiasakan
beroerilaku sifat-sifat terpuji dan bertanggung jawab sesuai dengan disiplin
ilmunya ditengah kehidupan masyarakat.
-
Agar para santri memiliki keunggulan-
keunggulan dalam identitas budi pekerti ang luhur yang memiliki kecakapan dan
keterampilan sesuai disiplin ilmu.
Dasar-Dasar
Pengembangan
Dasar-dasar
pengembangan Pesantren Zainul Hasan Genggong di arahkan pada pendidikan sesuai
dengan kebutuhan zaman, akan tetapi pendidikan pesantren pada setiap satuan
pendidikannya tetap memperkuat jati dirinya sebagai bagian dari Pesantren
Salafiyah dengan berpedoman pada kaidah:
“Almuhaafadhatu’ala
Qodiimis Sholeh wal Akhdu bil Jadidil Ashlah”
Yang artinya ”Mempertahankan metodologi yang lama
dan mempergunakan metodologi yang baru yang lebih baik”.
Dasar tersebut di
atas itulah yang dijadikan pedoman bagi pengembangan pendidikan Pesantren
Zainul Hasan Genggong yang ditandai dengan dibukanya beberapa sekolah dan
madrasah dengan mengunakan metodologi yang baru dalam konsep pembelajarannya
yang dapat memperkuat jati diri lulusan pendidikan pesantren tetap berpegang
teguh pada pada moralitas, budi pekerti yang luhur dan konsep penanaman ibadah
sebagai bagian dari penuntasan belajar dan bagian dari jati dirinya.
Kurikulum Berbasis
Pesantren (KBP)
Kurikulum Berbasis
Pesantren berfungsi sebagai kurikulum lokal yang harus diberikan pada
pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah Pesantren Zainul Hasan
Genggong, terdiri dari:
1. Nahwu
Shorrof
1.1 Matan
Jurmiah
1.2 Awamil
1.3 Mirqotul
Ulum
1.4 Imriti
1.5 Minhatul
I’rob
1.6 Alfiyah
Ibnu Malik
1.7 Jawahirul
Maknun
2. Fiqih
2.1. Mabadiul
Fiqqiyah
2.2. Safinatun
Najah
2.3. Fathul
Qorib
2.4. Fathul
Mu’in
2.5. Fathul
Wahab
3. Tauhid
3.1. Sullamut
Tauhid
3.2. Aqidatul
Awam
3.3. Kifayatul
Awam
3.4. Husunul
Hamdiyah
4. Akhlaq
4.1. Akhlaq
Lil Banin Wal Banat
4.2. Washoya
Lil Abna’
4.3. Attarbiyah
Wattarghib
4.4. Tasysirul
Khollaq
4.5. Ta’limul
Muta’alim
5. Hadist
5.1. Al-Hadist
Ala Akhrufil Hijaiyah
5.2. Abain
Nawawi
5.3. Bulughul
Marom
5.4. Tajridus
Shorih
6. Al-Qur’an
/ Tafsir
6.1. Hidayatus
Shibyan
6.2. Tuhfatul
Akarim
6.3. Tafsir
Jalalain
6.4. Tafsir
Ayatul Ahkam
7. Nama-nama
kitab salafiyah yang dibaca pada kegiatan ekstrakurikuler yang dipergunakan
pada pendidikan dasar dan menengah serta pengajian kitab salafiyah yang
bersifat umum yang dibaca oleh para asatidz / asatidzah dan para masyayekh:
7.1. Sullamut
Taufiq
7.2 Sullamul
Munajat
7.3 Annasho’ihud
Diniyah
7.4 Risalatul
Mu’awanah
7.5 Bahjatul
Wasa’il
7.6 Qotrul
Ghois
7.7 Tankihul
Qoul
7.8 Nurud
Dholam
7.9 Muroqil
Ubudiyah
7.10 Mutammimah
7.11 Aj
Jurumiyah
7.12 Al-Kaylani
7.13 Ibnu
Aqil
7.14 Jawahirul
Bukhori
7.15 Tanwirul
Qulub
7.16 Ibanatul
Ahkam
7.17 Riyadlus
Sholihin
7.18 Mukhtarul
Ahadits
7.19 Ihya’
Ulumuddin
7.20 Ibnu
Abi Jumroatul Bukhori
7.21 I’anatut
Tholibin
7.22 Tafsir
Yaasin
7.23 Tafsir
Showi
Tokoh Pendiri, KH.
Zainul Abidin
Menjalin hubungan
dengan masuarakat terus diintensip dalam rangka pembinaan masyarakat terhadap
kesadaran beragama, melalui kunjungan silaturrahmi, gotong royong dalam masalah
sosial dan lain-lain.
Melaksanakan
Pendidikan informal dengan modus da’wah keagamaan dari rumah kerumah terhadap
tetangga sekitarnya yang dimulai dari dasar-dasar keimanan dan keislaman.
Mengadakan pengajian
kelompok dalam lingkungan masyarakat sekitarnya dan sejak itulah Almarhum KH.
Zainul Abidin dinilai oleh masyarakat, bahwa beliau adalah seorang yang
amaliyahnya sesuai dengan ilmu yang dimiliki maka beliau mendapat predikat Kiai
di dalam masyarakat.
Merintis Berdirinya
Pondok Pesantren
Merintis Berdirinya
Pondok Pesantren Mulai merintis pendidikan non formal untuk beberapa santri
kalong dengan mengumandangkan bacaan Alqur’an di rumah kediaman beliau setiap
ba’da maghrib sampai isya’.
Meningkatkan
pendidikan non formal dengan menampung beberapa orang santri kalong yang mulai
menetap dan pendidikannya dilaksanakan pengajian kitab-kitab klasik Agama
Islam.
Setelah santri-santri
kalong bertambah banyak dan berdatangan dari penjuru desa dan sekitarnya maka
mulailah santri-santri menetap dalam asrama yang bangunannya sederhana yang
akhirnya berdirilah pondok pesntren dengan nama “Pondok Genggong” di desa
Karangbong, Pajarakan, Probolinggo pada tahun 1839 Mildiyah.
Keadaan Pesantren
Keadaan santri yang menetap sekitar 50 sampai 100 orang yang datang dari penjuru desa dan luar desa, yang ingin menimba ilmu dari Beliau. Sistem pendidikannya menggunakan 2 sistem, yaitu sistem serogan dilaksanakan bagi santri yang menetap dan pelaksanaannya setiap hari sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Sedangkan sistem weton dilaksanakan untuk para santri yang tidak menetap yang berasal dari penjuru desa, yang dilaksanakan setiap minggu sekali.
Asrama santri masih
bersifat sederhana, dimana setiap kotakan ditempati oleh 3 atau 4 orang santri,
sedang asrama dikenal dengan sebutan Kotakan yang terbuat dari bambu/kayu yang
beratapkan daun tebu/genting. Pembuatan asrama tersebut dilaksanakan oleh
santri bersama dengan para wali santri.
Jadwal waktu mengajar
setiap hari. Ba’dal Shubuh sampai jam 07.30 Ba’dal Ashar sampai menjelang
Maghrib, dan Ba’dal Isya’ sampai larut malam.
Perkembangan Pondok
Genggong makin lama makin berkembang dibawah asuhan KH. Zainul Abidin
lebih-lebih setelah mengambil mantu KH. Moh. Hasan pada tahun 1865 jumlah
santri makin banyak berdatangan dari luar daerah, hal ini disebabkan oleh sikap
keramahtamahan terhadap tamu-tamu. Sikap keramahtamahan KH. Moh. Hasan juga
menjadi buah tutur masyarakat dan sifat ini ditunjukkan oleh KH. Moh. Hasan
melalui kehidupan sehari-hari. Para tamu yang datang bersilaturrahmi diterima
dengan wajah yang berseri-seri, penuh khidmat dan kemesraan. Sejak tahun 1865
itulah pondok Genggong bertambah maju masyarakat dibawah asuhan KH. Zainul
Abidin sampai sekarang, maka sebelum kewafatan KH. Zainul Abidin pada tahun
1890 Pondok Genggong diamanatkan untuk dilanjutkan pengembangan dan
kelangsungan hidupnya kepada KH. Muhammad Hasan. []
Sumber:
Tidak ada komentar:
Posting Komentar