Jumat, 24 April 2015

(Ponpes of the Day) Pondok Pesantren Zainul Hasan, Genggong, Pajarakan, Probolinggo – Jawa Timur



Pondok Pesantren Zainul Hasan, Genggong, Pajarakan, Probolinggo – Jawa Timur


Latar Belakang

Berdirinya Pesantren Zainul Hasan sejak awal pendiriannya dikenal dengan sebutan Pondok Pesantren Genggong yang didirikan oleh KH. Zainul Abidin pada tahun 1839 M / 1250 H. Yang terletak di desa Karangbong Kecamatan Pajarakan Kabupaten Probolinggo. Adapun motifasi pendiri Pesantren tersebut merupakan cita-cita mulia dan luhur yang didasarkan pada tanggung jawab secara keilmuan setelah melihat realitas masyarakat yang masih buta huruf dan masyarakatnya dikenal dengan awam yang sama sekali tidak mengenal ilmu pengetahuan agama secara perilaku kehidupan masyarakat cenderung  berperilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai agama seperti melakukan perbuatan dosa besar kepada Allah SWT, baik perbuatan syirik, zina, perilaku kekerasan sesamanya dengan cara merampas hak milik orang lain dan penganiayaan terhadap sesamanya serta perbuatan judi yang dilakukan oleh masyarakat setiap hari.

Berangkat dari dasar pemikiran yang didasarkan pada realitas perilaku masyarakat tersebut, maka KH. Zainul Abidin, beliau keturunan maghrobi  dan alumnus pesantren Sidoresmo Surabaya merasa terpanggil jiwanya untuk mengamalkan  ilmu yang didapatnya kemudian dijadikan dasar berjuang dengan menebarkan ilmu pengetahuan agama baik berupa pengajian maupun di sampaikan melalui kelembagaan berupa institusi Pondok Pesantren Genggong dan kata “Genggong” berasal dari sekuntum bunga yang tumbuh di sekitar pesantren dan bunga tersebut dipergunakan oleh masyarakat untuk rias manten dan khitan. Perubahan nama pesantren digagas oleh kepemimpinan KH. Hasan Saifourridzall dengan maksud dan tujuan ingin mengabadikan kedua nama pendiri pesantren sebelumnya dengan kronologis sebagai berikut:

Nama Pondok Genggong diabadikan sejak kepemimpinan KH. Zainul Abidin sampai dengan kepemimpinan KH. Moh. Hasan dari tahun 1839 sampai dengan 1952M(113 tahun).

Pada masa kepemimpinan KH. Hasan Saifourridzall pada tahun 1952 Pondok Pesantren Genggong diganti dengan nama Asrama Pelajar Islam Genggong ”APIG” yang didasarkan pada semakin tinggi minat masyarakat belajar di Pondok Pesantren, hal itu dapat dilihat dari jumlah santri, grafiknya meningkat dan nama tersebut diabadikan terhitung sejak 1952 M. Sampai dengan 1959M. (7 tahun).

Pada masa kepemimpinan KH. Hasan Saifourridzall pula timbul gagasan untuk mengabadikan kedua pendiri pesantren yaitu KH. Zainul Abidin dan KH. Mohammad Hasan tepatnya pada tanggal 1 Muharrom 1379 H./ 19 juli 1959 M, menetapkan nama Pesantren semula bernama Asrama Pelajar Islam Genggong menjadi Pesantren Zainul Hasan Genggong, nama Pesantren tersebut mengabadikan dari kedua pendiri pesantren tersebut.


Letak dan Luas Pesantren

Pesantren Zainul hasan genggong terletak ke arah timur Kota Probolinggo 25 Km, di Desa Karangbong Kecamatan Pajarakan Kabupaten Probolinggo yang dibangun di atas tanah seluas:
-       Luas area Pesantren Zainul Hasan Genggong putra dan putri seluas 86 ha.
-       Luas arean pendidikan dasar sampai pendidikan tinggi Pesantren Zainul Hasan Genggong seluas 20 ha.


Azas dan Aqidah

Sebagaimana Pondok Pesantren umumnya bahwa aliran/faham yang dianut biasanya ditekannkan pada suatu faham yang lain.

Di pesantren Zainul Hasan semua faham dipelajarinya hanya saja penagalamannya diutamakan pada faham tertentu yaitu faham “AHLUSSUNNAH WAL JAMA’AH” yang bebarti : Ahlussunnah ialah penganut sunnah Nabi, sedang wal jama’ah penganut I’tiqod jama’ah sahabat-sahabat nabi.


Visi dan Misi

Visi

Mewujudkan manusia beriman, bertaqwa, berilmu dan berakhlaqul karimah.

Misi

-       Melatih pembiasaan berbuat sifat-sifat terpuji dalam kehidupan sehari-hari
-       Melatih pembiasaan melaksanakan ibadah baik yang wajib maupun yang sunnah
-       Melaksanakan bimbingan intensi membaca al-quran dan membaca kitab salalfiyah.
-       Menyelenggarakan bimbingan belajar yang disesuaikan dengan kemampuan santri.
-       Melaksanakan bimbingan terpadu antara kegiatan pesantren dan kegiatan sekolah.

Tujuan

Mendidik, melatih dan membimbing para santri sesuai dengan tingkatan satuan endidikannya memiliki tujuan:

-       Agar para santri memiliki identitas nilai-nilai anak sholeh
-       Agar para santri mampu mengaktualisasikan nilai-nilai islam dalam kehidupan sehari-hari.
-       Agar para santrimembiasakan beroerilaku sifat-sifat terpuji dan bertanggung jawab sesuai dengan disiplin ilmunya ditengah kehidupan masyarakat.
-       Agar para santri memiliki keunggulan- keunggulan dalam identitas budi pekerti ang luhur yang memiliki kecakapan dan keterampilan sesuai disiplin ilmu.


Dasar-Dasar Pengembangan

Dasar-dasar pengembangan Pesantren Zainul Hasan Genggong di arahkan pada pendidikan sesuai dengan kebutuhan zaman, akan tetapi pendidikan pesantren pada setiap satuan pendidikannya tetap memperkuat jati dirinya sebagai bagian dari Pesantren Salafiyah dengan berpedoman pada kaidah:

“Almuhaafadhatu’ala Qodiimis Sholeh wal Akhdu bil Jadidil Ashlah”

Yang artinya Mempertahankan metodologi yang lama dan mempergunakan metodologi yang baru yang lebih baik”.

Dasar tersebut di atas itulah yang dijadikan pedoman bagi pengembangan pendidikan Pesantren Zainul Hasan Genggong yang ditandai dengan dibukanya beberapa sekolah dan madrasah dengan mengunakan metodologi yang baru dalam konsep pembelajarannya yang dapat memperkuat jati diri lulusan pendidikan pesantren tetap berpegang teguh pada pada moralitas, budi pekerti yang luhur dan konsep penanaman ibadah sebagai bagian dari penuntasan belajar dan bagian dari jati dirinya.


Kurikulum Berbasis Pesantren (KBP)

Kurikulum Berbasis Pesantren berfungsi sebagai kurikulum lokal yang harus diberikan pada pendidikan formal, pendidikan dasar dan pendidikan menengah Pesantren Zainul Hasan Genggong, terdiri dari:

1.    Nahwu Shorrof
1.1         Matan Jurmiah
1.2         Awamil
1.3         Mirqotul Ulum
1.4         Imriti
1.5         Minhatul I’rob
1.6         Alfiyah Ibnu Malik
1.7         Jawahirul Maknun

2.    Fiqih
2.1.    Mabadiul Fiqqiyah
2.2.    Safinatun Najah
2.3.    Fathul Qorib
2.4.    Fathul Mu’in
2.5.    Fathul Wahab

3.    Tauhid
3.1.       Sullamut Tauhid
3.2.       Aqidatul Awam
3.3.       Kifayatul Awam
3.4.       Husunul Hamdiyah

4.    Akhlaq
4.1.       Akhlaq Lil Banin Wal Banat
4.2.       Washoya Lil Abna’
4.3.       Attarbiyah Wattarghib
4.4.       Tasysirul Khollaq
4.5.       Ta’limul Muta’alim

5.    Hadist
5.1.       Al-Hadist Ala Akhrufil Hijaiyah
5.2.       Abain Nawawi
5.3.       Bulughul Marom
5.4.       Tajridus Shorih

6.    Al-Qur’an / Tafsir
6.1.    Hidayatus Shibyan
6.2.    Tuhfatul Akarim
6.3.    Tafsir Jalalain
6.4.    Tafsir Ayatul Ahkam

7.    Nama-nama kitab salafiyah yang dibaca pada kegiatan ekstrakurikuler yang dipergunakan pada pendidikan dasar dan menengah serta pengajian kitab salafiyah yang bersifat umum yang dibaca oleh para asatidz / asatidzah dan para masyayekh:
7.1.    Sullamut Taufiq
7.2     Sullamul Munajat
7.3     Annasho’ihud Diniyah
7.4     Risalatul Mu’awanah
7.5     Bahjatul Wasa’il
7.6     Qotrul Ghois
7.7     Tankihul Qoul
7.8     Nurud Dholam
7.9     Muroqil Ubudiyah
7.10   Mutammimah
7.11   Aj Jurumiyah
7.12   Al-Kaylani
7.13   Ibnu Aqil
7.14   Jawahirul Bukhori
7.15   Tanwirul Qulub
7.16   Ibanatul Ahkam
7.17   Riyadlus Sholihin
7.18   Mukhtarul Ahadits
7.19   Ihya’ Ulumuddin
7.20   Ibnu Abi Jumroatul Bukhori
7.21   I’anatut Tholibin
7.22   Tafsir Yaasin
7.23   Tafsir Showi


Tokoh Pendiri, KH. Zainul Abidin

Menjalin hubungan dengan masuarakat terus diintensip dalam rangka pembinaan masyarakat terhadap kesadaran beragama, melalui kunjungan silaturrahmi, gotong royong dalam masalah sosial dan lain-lain.

Melaksanakan Pendidikan informal dengan modus da’wah keagamaan dari rumah kerumah terhadap tetangga sekitarnya yang dimulai dari dasar-dasar keimanan dan keislaman.

Mengadakan pengajian kelompok dalam lingkungan masyarakat sekitarnya dan sejak itulah Almarhum KH. Zainul Abidin dinilai oleh masyarakat, bahwa beliau adalah seorang yang amaliyahnya sesuai dengan ilmu yang dimiliki maka beliau mendapat predikat Kiai di dalam masyarakat.

Merintis Berdirinya Pondok Pesantren

Merintis Berdirinya Pondok Pesantren Mulai merintis pendidikan non formal untuk beberapa santri kalong dengan mengumandangkan bacaan Alqur’an di rumah kediaman beliau setiap ba’da maghrib sampai isya’.

Meningkatkan pendidikan non formal dengan menampung beberapa orang santri kalong yang mulai menetap dan pendidikannya dilaksanakan pengajian kitab-kitab klasik Agama Islam.

Setelah santri-santri kalong bertambah banyak dan berdatangan dari penjuru desa dan sekitarnya maka mulailah santri-santri menetap dalam asrama yang bangunannya sederhana yang akhirnya berdirilah pondok pesntren dengan nama “Pondok Genggong” di desa Karangbong, Pajarakan, Probolinggo pada tahun 1839 Mildiyah.

Keadaan Pesantren

Keadaan santri yang menetap sekitar 50 sampai 100 orang yang datang dari penjuru desa dan luar desa, yang ingin menimba ilmu dari Beliau. Sistem pendidikannya menggunakan 2 sistem, yaitu sistem serogan dilaksanakan bagi santri yang menetap dan pelaksanaannya setiap hari sesuai dengan jadwal yang telah ditetapkan. Sedangkan sistem weton dilaksanakan untuk para santri yang tidak menetap yang berasal dari penjuru desa, yang dilaksanakan setiap minggu sekali.

Asrama santri masih bersifat sederhana, dimana setiap kotakan ditempati oleh 3 atau 4 orang santri, sedang asrama dikenal dengan sebutan Kotakan yang terbuat dari bambu/kayu yang beratapkan daun tebu/genting. Pembuatan asrama tersebut dilaksanakan oleh santri bersama dengan para wali santri.

Jadwal waktu mengajar setiap hari. Ba’dal Shubuh sampai jam 07.30 Ba’dal Ashar sampai menjelang Maghrib, dan Ba’dal Isya’ sampai larut malam.

Perkembangan Pondok Genggong makin lama makin berkembang dibawah asuhan KH. Zainul Abidin lebih-lebih setelah mengambil mantu KH. Moh. Hasan pada tahun 1865 jumlah santri makin banyak berdatangan dari luar daerah, hal ini disebabkan oleh sikap keramahtamahan terhadap tamu-tamu. Sikap keramahtamahan KH. Moh. Hasan juga menjadi buah tutur masyarakat dan sifat ini ditunjukkan oleh KH. Moh. Hasan melalui kehidupan sehari-hari. Para tamu yang datang bersilaturrahmi diterima dengan wajah yang berseri-seri, penuh khidmat dan kemesraan. Sejak tahun 1865 itulah pondok Genggong bertambah maju masyarakat dibawah asuhan KH. Zainul Abidin sampai sekarang, maka sebelum kewafatan KH. Zainul Abidin pada tahun 1890 Pondok Genggong diamanatkan untuk dilanjutkan pengembangan dan kelangsungan hidupnya kepada KH. Muhammad Hasan. []

Sumber:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar