Hukum “Transaksi Titip” Tes
Masuk Sekolah
Pertanyaan:
Asalamu’alaikum.wr.wb. Pak Ustadz, melihat
fenomena yang berkembang di lingkungan lembaga pendidikan. Ketika menjelang
pendaftaran murid baru di tingkat SD, SMP, SMA, dan PT. Ada yang lumrah/biasa
sering dilakukan yaitu transaksi "titip”. Artinya ada sebagian orang
meminta tolong kepada pimpinan suatu lembaga (guru, kepala sekolah atau sejenisnya)
supaya putra/putrinya bisa diterima di sekolah/PT yang mereka tuju/inginkan.
Padahal setelah diilaksanakannya tes atau dalam proses tesnya ada kecurangan yang menyebabkan murid yang harusnya tidak lulus tes (karena sudah ada istilah titip) bisa menjadi lulus. Bagaimana pandangan syari'at Agama Islam terkait fenomena tersebut dan adakah batasan-batasan yang masih diperbolehkannya “transaksi titip " (mencari pekerjaan, mau masuk sekolah dll) dalam syari'at islam? Terima kasih. Wasslam. Wr.Wb.
Syaiful, Jatim
Jawaban:
Penanya yang budiman, semoga selalu dirahmati Allah swt. Pada prinsipnya menggunakan cara-cara kotor untuk meraih sebuah apa yang kita inginkan adalah tidak diperbolehkan. Dalam pandangan kami transaksi “titip” sebagaimana yang dideskripsikan dalam pertanyaan di atas adalah bentuk kezhaliman. Sebab itu adalah pengambilan hak orang lain dengan cara-cara yang tidak dibenarkan.
قَالَ ابْنُ الْجَوْزِيِّ : اَلظُّلْمُ يَشْتَمِلُ عَلَى مَعْصِيَتَيْنِ أَخْذُ حَقِّ الْغَيْرِ بِغَيْرِ حَقٍّ وَمُبَارَزَةُ الرَّبِّ بِالْمُخَالَفَةِ
“Ibn al-Jauzi berkata, bahwa kezhaliman itu memuat dua maksiat yaitu mengambil hak orang lain dengan tanpa hak dan melawan Allah dengan cara menentang (perintah dan larangan-Nya, pent)”. (Abdurrauf al-Munawi, Faidlul-Qadir, Bairut-Dar al-Kutub al-‘Ilmiyyah, cet ke-1, 1415 H/1994 M, juz, 3, h. 164).
Murid yang sebenarnya memenuhi semua persyaratan dan bisa lulus, tetapi gara-gara sudah ada transaksi “titip” jadi tidak diluluskan. Ini artinya, apa yang semestinya didapatkan si murid tersebut diambil oleh murid lain yang sebenarnya tidak memenuhi persyaratan. Dalam kasus ini juga terdapat penyalahgunaan wewenang, yang jelas-jelas tidak diperbolehkan.
Allah SWT sebagaimana dikemukakan dalam hadits Qudsi telah mengharamkan kezhaliman.
وَعَنْ
أَبِي ذَرٍّ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ عَنْ اَلنَّبِيِّ صَلَّى اَللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ فِيمَا يَرْوِي عَنْ رَبِّهِ قَالَ يَا عِبَادِي إِنِّي حَرَّمْتُ
الظُّلْمَ عَلىَ نَفْسِي وَجَعَلْتُهُ بَيْنَكُمْ مُحَرَّماً، فَلاَ تَظَالَمُوا
--رواه مسلم
“Dari Abi Dzarr ra dari Nabi saw dalam apa
yang diriwayatkan dari Allah swt, Allah bersabda, hai hamba-hamba-Ku,
sungguh Aku mengharamkan kezhaliman atas diriku, dan telah Aku jadikan
kezhaliman sebagai sesuatu yang diharamkan di antara kalian. Karenanya, jangan
kalian saling menzhalimi” (H.R. Muslim)
Selanjutnya mengenai pertanyaan yang kedua mengenai batas-batas transaksi “titip” yang diperbolehkan maka sepanjang transaksi “titip” dilakukan untuk menegakkan kebenaran dan menolak kebatilan maka tidak haram.
Misalnya ketika ada anak yang memang berkualitas dan bisa lulus tes, dan jika dibiarkan bersaing dengan yang lain yang tidak berkualitas bisa tidak diluluskan. Dalam konteks ini, maka diperbolehkan.
Demikian jawaban yang dapat kami sampaikan semoga bisa bermanfaat. Dan jangan sekali-kali di antara kita mengambil apa yang menjadi hak orang. Karena itu merupakan perbuatan zhalim yang jelas-jelas dilarang dalam agama. []
Mahbub Ma’afi Ramdlan
Tim Bahtsul Masail NU
Tidak ada komentar:
Posting Komentar